Gelombang PHK dan Karyawan Dirumahkan di Sumbawa Barat Pada Masa Pandemi Covid-19.

Sumbawa Barat – Jumlah pekerja yang terimbas pemutusan hubungan kerja ( PHK) atau dirumahkan sementara waktu karena wabah virus corona di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sudah mencapai lebih dari 100 orang.

Para buruh atau pekerja tidak dapat menyuarakan aspirasi dan keinginan mereka seperti tahun-tahun sebelumnya, karena adanya pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah. Hari Buruh pun dilalui dengan suram oleh sejumlah buruh termasuk Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Salah satunya, Muhammad Ikhsan, salah satu staf perusahaan perhotelan di KSB yang dirumahkan oleh managemen tanpa diberikan santunan atau gaji.

Pria berusia 29 tahun ini bersama sejumlah karyawan lainnya dirumahkan sejak 23 Maret 2020 lalu tanpa adanya kejelasan dari pihak managemen.

Ia mengatakan, perusahaan harus memberikan kejelasan kepada karyawan dan memberikan santunan atau bantuan agar mereka dapat memenuhi kebutuhannya setiap hari.

“Saya memenuhi kebutuhan keluarga hanya mengandalkan gaji saya, kalau gaji tidak ada keluarga saya makan apa,” kata ayah dua anak ini saat ditemui di Taliwang, Sabtu (29/4).

Ia mengatakan, pada peringatan Hari Buruh yang jatuh pada tanggal (1/5/2020), semua buruh di Indonesia tidak bisa memperingati seperti sebelumnya, Ia cuma bisa mengucapkan selamat May Day, karena keterbatasan di tengah covid-19.

Ketika ia menerima kiriman email dari managemen perusahaan, bahwa sejumlah karyawan termasuk dirinya dirumahkan, Ikhsan merasa cemas dan beban pikirannya bertambah.

“Iya saya sangat cemas, saya punya kebutuhan yang harus saya penuhi setiap harinya, bayar kontrakan, sekolah anak, dan belanja keperluan tiap hari,” ungkapnya.

Pengeluaran tetap Ikhsan setiap bulannya mencapai Rp1 juta, belum lagi pengeluaran setiap hari dan yang tak terduga.

Ia ingin sekali mencari pekerjaan lain sebelum ada kejelasan dari managemen tempat ia bekerja, tetapi hal tersebut sulit dilakukan di tengah keterbatasan pergerakan karena pandemic covid-19.

“Sampai saat ini, saya bersama teman-teman masih menunggu dan berharap kejelasan apakah kami diberikan gaji atau bantuan selama dirumahkan,” katanya.

Ikhsan kini sehari-hari sibuk membantu istrinya merawat anak-anak yang berusia 6 tahun dan 10 bulan. Ia sangat berharap pandemi covid-19 ini segera berakhir agar managemen mempekerjakannya lagi.

Keluarganya kini mengandalkan tabungannya yang tidak seberapa untuk makan sehari-hari, tapi ia memprediksi tabungannya akan habis beberapa hari ke depan.

“Apalagi ini bulan Ramadan, kebutuhan pasti meningkat. Enggak tau harus gimana lagi. Saya sedih sekali, saya pengennya seperti orang-orang di saat Ramadan bawa pulang makanan dan takjil untuk berbuka puasa,” tuturnya.

Ia berharap pihak hotel memperhatikannya karena ia hanya berharap dari gaji untuk menghidupi anak istrinya.

Ikhsan juga telah mendaftarkan diri untuk mendapatkan kartu pra kerja secara offline di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tetapi hingga saat ini belum ada informasi terkait diterima atau tidaknya.

Ia jug asangat takut jika terlalu menuntut perusahaan untuk memberikan bantuan atau santunan dalam masa dirumahkan, tetapi di sisi lain ia juga sangat membutuhkan gaji untuk menghidupi anak istrinya.

Selain Ikhsan, yang juga kena imbas dari pandemi covid-19 adalah Kepala Departemen Front Office sebuah hotel di KSB, Sukardi. Ia juga dirumahkan oleh mangemen tanpa diberikan bantuan atau santunan.

“Menurut Human Resource Departement (HRD), belum ada kejelasan dari perusahaan sampai kapan kami dirumahkan dan apakah mendapat santunan,” katanya.

Ia menceritakan bahwa email dari owner atau pimpinannya bahwa mereka dirumahkan tanpa ada gaji atau tunjangan.

Dalam status dirumahkan dan situasi pandemi Covid-19, Ia sangat merasa terbebani karena harus menghidupi keluarganya.

“Saya harus menghidupi keluarga mengadalkan gaji saja, istri saya tidak mempunyai pekerjaan tetap, mohon kami diperhatikan,” katanya dengan nada pelan.

Ia juga berharap kepada pemerintah daerah untuk benar-benar selektif kepada karyawana yang dirumahkan dan di-PHK untuk diberikan bantuan sosial.

“Kami yang dirumahkan ini harusnya dikasi bantuan atau santunan, tetapi selama kami dirumahkan belum ada bantuan sama sekali baik dari pemerintah maupun dari pihak perusahaan,” jelasnya.

Sukardi mengungkapkan, bahwa pengeluarannya setiap bulan hampi mencapai Rp2 jutaan, apalagi pada bulan Ramadan seperti ini pengeluarannya semakin besar.

Ia mengaku jenuh hanya berdiam diri di rumah, tetapi ia tidak memiliki pilihan lain karena saat ini sulit mencari pekerjaan di tempat lain.

Menurut Sukardi, kebijakan yang diambil perusahaan tempat ia bekerja juga dilakukan oleh perusahaan lainnya di Indonesia, tetapi perusahaan juga harus memperhatikan nasib para pekerjanya. Maka oleh karena itu ia berharap perusahaan, pemerintah desa dan kabupaten untuk betul-betul merespon masalah ini.

Pandemi Covid-19 ini juga membuat salah satu tukang ojek, petos, warga Desa Seloto, juga mengeluh, pendapatannya dua bulan ini sangat kecil, berbeda jauh dengan sebelumnya.

“Pendapatan saya sekarang paling Rp20 ribu perhari, karena sepi, soalnya tidak ada penumpang, biasanya ramai kalau yang pulang pergi pasar,” katanya.

Ia mengaku, sudah mendaftar untuk menjadi peserta program Kartu Prakerja namun terus gagal.

PHK dan merumahkan sejumlah karyawan juga dilakukan oleh salah satu perusahaan transportasi di KSB, dalam cacatan Dinas tenaga Kerja dan Trasmigrasi KSB, sebanyak 18 orang karyawan jasa transportasi itu dirumahkan tanpa gaji.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi KSb, H. Muslimin, saat ditemui di rumahnya, Sabtu (2/5), menjelaskan, dari data yang dimiliki Disnakertrans, 90 pekerja yang dirumahkan dan di-PHK di KSB, di antaranya karyawan hotel, perusahaan tambang, dan perusahaan transportasi, bahkan jumlah itu masih akan bertambah.

Selain itu, ada juga Pekerja dan Calon Migran Indonesia (PMI dan CPMI) yang dipulangkan sejumlah 41 orang, mereka telah selesai melakukan isolasi mandiri dan telah berkumpul dengan keluarga.

“Kepada para karyawan yang di-PHK dan PMI sudah kami daftarkan secara offline untuk mendapatkan kartu pra kerja. Bahkan jumlah itu belum semuanya didaftarkan karena kuota yang terbatas,” kata H. Muslimin.

Saat ini, pihak Disnakertrans akan meminta data dari sejumlah perusahaan di KSB yang merumahkan, memberhentikan karyawannya agar dapat dimasukan ke kartu pra kerja atau mendapatkan bantuan sosial.

“Jika tidak bisa masuk kartu pra kerja maka kami akan mengusulkannya ke Dinas Sosial untuk mendapatkan bansos selama tiga bulan ke depan,” katanya.

H. Muslimin menjelaskan, pendaftaran kartu pra kerja secara offline sudah ditutup, dan pendaftaran secara online gelombang pertama juga sudah ditutup.

“Sekarang gelombang kedua masih berjalan, kami belum tau siapa yang akan diterima, masih menunggu informasi dari pusat,” ungkapnya.

Menurutnya, informasi penerimaan kartu pra kerja akan dibuka sampai November 2020, dan hasilnya akan dikeluarkan oleh Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dan akan diinformasikan kepada kabupaten masing-masing.

“Tahapan demi tahapan dilakukan untuk mencegah dobelnya data penerima bantuan dan data yang lolos kartu pra kerja,” jelasnya.

One thought on “Gelombang PHK dan Karyawan Dirumahkan di Sumbawa Barat Pada Masa Pandemi Covid-19.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Oi, gak boleh Copas, minta izin dulu