Perjanjian Politik Anies dan Prabowo, Simak Ternyata Begini Yang Sebenarnya
Jakarta, SIARPOST | Dukungan untuk Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (Capres) 2024 terus mengalir. Setelah Partai Nasdem sebagai penggagas dan Partai Demokrat yang menyatakan mendukung, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menegaskan dukungan mereka untuk Anies maju sebagai bakal Capres.
Akan tetapi, langkah dan dukungan untuk Anies buat bersaing dalam Pilpres 2024 tidak luput dari guncangan. Sebab Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno mengungkit soal sebuah perjanjian politik yang pernah diteken olehnya, Anies, dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Sandiaga mengungkit tentang keberadaan perjanjian itu saat menjadi pembicara dalam siniar (podcast) Akbar Faizal Uncensored yang ditayangkan pada Sabtu (27/1/2023).
Menurut Sandiaga, perjanjian itu ditulis tangan oleh politikus Gerindra, Fadli Zon, menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 silam, dan dilengkapi dengan meterai.
“Ditulis tangan sih itu. Jadi perjanjian itu perjanjian yang menurut saya memikirkan kepentingan bangsa dan negara, kepentingan saat itu kita mencalonkan, kepentingan apa yang Pak Prabowo harapkan kepada kita berdua (dia dan Anies) dan poinnya,” kata Sandiaga di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (30/1/2023).
Baca juga : Golkar-PKS Sepakat Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Sesuai Jadwal
“Perjanjian itu sih legal. Ditandatangani bertiga (Prabowo, Sandi dan Anies) dan seingat saya ada meterainya,” sambung Sandiaga.
Perjanjian ditandatangani sebelum Anies dan Sandi mendaftar ke KPU DKI Jakarta sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur pada September 2016. Meski demikian, Sandiaga tidak ingin merinci isi dari perjanjian.
Sebab, menurutnya, yang saat ini memegang lembaran perjanjian dan salinannya yang semestinya menyampaikannya yakni Prabowo, Fadli Zon, serta Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Saat ditanya apakah perjanjian juga berisi soal Pilpres 2024, Sandi kembali menolak menjawab.
“Silakan itu ditanyakan. Menurut saya nanti lebih baik diterangkan oleh yang memegang perjanjiannya. Tapi memang perjanjian itu waktu itu dibutuhkan karena harus ada kesepakatan bagaimana kita melangkah ke depan,” ucap Sandiaga.
Ketika ditanya soal apakah perjanjian itu masih berlaku, Sandiaga menegaskan, sepanjang tidak diakhiri maka masih sampai sekarang. Lebih lanjut, Sandi menegaskan, dirinya masih berkomitmen dengan perjanjian tersebut.
“Saya sih komit. Saya sampai saat ini karena saya tanda tangan, saya komit dan mungkin yang lain bisa ditanyakan,” ucap Sandiaga.
PKS Mengakui
PKS sebagai salah satu partai yang mendukung Anies menjadi bakal Capres 2024 juga pernah mengakui keberadaan perjanjian politik yang diteken dengan Sandiaga dan Prabowo. PKS membeberkan tentang perjanjian politik itu pada 27 September 2016.
Baca juga : Polisi Tetapkan Ibu Muda Pemilik PS di Jambi Jadi Tersangka, 17 Anak Korban Pelecehan
Hal itu disampaikan Sohibul Iman yang pada saat itu menjabat sebagai Presiden PKS. Sohibul saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Syura PKS. Saat itu Sohibul mengatakan, perjanjian politik itu berisi keharusan bagi Anies dan Sandiaga menyelesaikan masa kerjanya memimpin DKI Jakarta hingga 2022.
Namun, Sohibul membantah diadakannya perjanjian tersebut untuk menghalangi Anies yang disinyalir memiliki misi mencalonkan diri di Pilpres 2019 dan menjadikan jabatan gubernur DKI sebagai batu loncatan.
“Iya betul ada (perjanjian). Anies-Sandi wajib menuntaskan masa tugasnya sampai 2022. Ini masalah tanggung jawab sebagai gubernur, jadi bukan soal mencalonkan diri di Pilpres,” ujar Sohibul melalui pesan singkat, Senin (26/9/2016).
Ia menambahkan, jabatan Gubernur DKI Jakarta merupakan amanah yang harus diemban oleh Anies-Sandi jika mereka menang. “Sehingga berhenti di tengah jalan tentu tidak etis dan bahkan mungkin menabrak aspek yuridis pula,” kata Sohibul.
Menurut Sudirman Said yang menjadi perwakilan Anies dalam tim kecil Demokrat, Nasdem, dan PKS, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak pernah mempunyai perjanjian politik soal Pilpres dengan Prabowo. Sudirman mengungkapkan, yang ada hanya perjanjian antara Anies dan Sandiaga Uno terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.
“Saya tidak mendengar ada perjanjian (Prabowo-Anies soal pilpres), yang ada perjanjian soal berbagi beban biaya pilkada dengan Pak Sandi, itu saya tahu,” ujar Sudirman Said di kawasan Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (30/1/2023).
Menurutnya, kala itu Anies dan Sandiaga terikat perjanjian soal utang-piutang untuk menghadapi Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sebab, Anies ketika itu tak punya dana yang cukup untuk membiayai proses pemenangan Pilgub DKI Jakarta 2017. “Karena waktu itu Pak Anies tidak punya uang,” katanya.
Baca juga : Tingkatkan Disiplin Berlulintas, Satlantas Polres KSB Gencar Oprasi Keselamatan
Namun, Sudirman Said mengungkapkan utang Anies dianggap lunas jika keduanya memenangkan kontestasi Pilkada 2017. “Tapi, perjanjian di kata kalau pilkadanya menang, utang-piutang selesai, dan dianggap sebagai perjuangan bersama,” ujar Sudirman Said.
Sudirman Said mengungkapkan, Anies justru pernah ditawari untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) Prabowo dalam Pilpres 2019.
“Yang ada adalah, saya ini (sempat) membantu Pak Prabowo, ikut membicarakan kepada Pak Anies kemungkinan Pak Anies bersedia menjadi cawapres atau tidak,” ujar Sudirman.
Kala itu, Sudirman mengaku berulang kali menanyakan sikap Anies soal tawaran Prabowo untuk menjadi cawapres. Namun, menurutnya, Anies saat itu menolak dan memilih untuk tetap menjadi Gubernur DKI Jakarta.
“Itu sudah ditunaikan. Jadi, saya tidak tahu perjanjian yang dimaksud Pak Sandi, mudah-mudahan beliau salah,” kata Sudirman Said.
Sumber : Kompas