Cerita Wahid, Remaja Putus Sekolah Asal Poto Tano Punya Cita-cita Ingin Sukses Namun Terkendala Biaya
Wahid (15) remaja asal Poto Tano Sumbawa Barat NTB saat menceritakan kisah nya di atas kapal penyebrangan PotoTano-Kayangan, Selasa (21/5/2024). Foto : Feryal
/Ingin Sekolah Tinggi Terhalang Biaya, Hingga Turun Naik Kapal Penyebaran Untuk Mencari Rezeki
MATARAM, SIARPOST | Siang yang terik di pelabuhan penyebrangan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat, di antara hilir mudik manusia dan kendaraan yang ingin menyebrang, terlihat seorang remaja berpakaian lusuh di pelataran sebuah kapal.
Ia adalah Wahid, seorang remaja berusia sekitar 15 tahun asal Desa Poto Tano Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Berpakaian lusuh dan memakai sandal jepit tipis.
Saat didekati, ia menyambut dengan senyum hangat, walaupun wajahnya tergambar keletihan. “Mau kemana panas-panas gini dek?,” tanya ku.
BACA JUGA : Diduga Kesetrum Listrik, Karyawan Salah Satu Hotel di Gili Trawangan Meregang Nyawa
Ia pun membalas dengan senyuman dan sebuah kata yang tidak terlalu jelas di pendengaran. Lantas Wahid pun naik ke atas kapal dan terlihat sejumlah orang memberikan nya uang recehan.
Saat diajak ngobrol lebih jauh, Wahid mengungkapkan bahwa ia telah putus sekolah sejak kelas 4 SD. Usia nya saat ini sekitar 15 tahun.
“Saya tidak punya biaya untuk lanjutkan sekolah, saya sekolah sampai Kelas 4 SD, ” ujarnya terbata-bata sambil tersenyum dan malu.
Wahid mengaku bahwa ia mencari rezeki di atas kapal penyebrangan PotoTano – Kayangan sudah sejak lama, apapun yang disuruh penumpang kapal, ia lakukan asal mendapatkan uang untuk ia makan.
Wahid juga mengaku bahwa orang tua nya hanya bekerja serabutan mengumpulkan plastik dan kaleng bekas. Sehingga untuk biaya sekolah pun tidak mencukupi.
BACA JUGA : Baliho Suryadi Jaya Purnama Maju di Pilkada 2024 Terlihat Masif di Lombok Timur
“Saya malu sama orang tua karena tidak ada biaya, makanya saya enggak sekolah dan mencari rezeki sendiri,” akunya dengan nada terbata-bata.
Wahid yang murah senyum itu, ingin sekali membahagiakan kedua orang tua dan adik nya. Ingin sekolah, kerja dan menjadi orang sukses. Namun sejak putus sekolah ia tidak pernah lagi belajar. Bahkan Wahid belum lancar membaca.
Saat ditanya apakah sudah makan, Wahid mengatakan bahwa dia belum makan dari pagi tadi. Sehingga ia pun diberikan makanan.
Ia sangat berharap bisa sekolah lagi dan bisa segera mendapatkan kerja. Sehingga tidak menyusahkan orang tua dan jika sukses ia sangat ingin membahagiakan kedua orang tua nya.
Keberadaan Wahid, adalah cerminan kehidupan miskin dan minimnya mendapat pemerataan pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat khususnya di Poto Tano.
Semoga saja tulisan ini bisa menggerakkan hati pemerintah dan orang-orang yang dermawan sehingga Wahid bisa sekolah dan nanti nya mendapat kerja serta sukses.(Feryal).