Pahami! Bolehkah Panitia dan Pemilik Hewan Memakan Daging Kurban? Ini Penjelasannya

Pemerintah Provinsi (Pemrpov) NTB pada tahun ini (2025/1446) menyalurkan 159 ekor hewan kurban dan 11 ekor Sapi Eksotik dari Presiden Prabowo Subianto bagi masyarakat NTB, pada momentum perayaan Hari Raya Idul Adha 1446 di Islamic Center (6/6/2025).

Lombok, MATARAM – Menjelang Hari Raya Iduladha, pertanyaan klasik kembali mencuat: apakah orang yang berkurban (shahibul qurban) dan panitia pelaksana kurban boleh memakan daging hewan kurban yang mereka sembelih atau bantu distribusikan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, redaksi kami mewawancarai pendakwah kenamaan asal Riau, Ustaz H. Abdul Somad, Lc., MA., Ph.D., yang memberikan penjelasan berdasarkan Al-Qur’an dan hadits.



Dalam sebuah ceramah yang viral dan juga ia sampaikan dalam wawancara khusus, Ustaz Abdul Somad menegaskan bahwa baik pemilik hewan kurban maupun panitia kurban dibolehkan memakan daging kurban, dengan syarat tertentu.

“Pertama, harus kita bedakan dulu antara kurban yang wajib dan yang sunnah. Kalau kurban itu nadzar — misalnya seseorang bernazar, ‘Kalau saya sembuh, saya akan berkurban’ — maka dia tidak boleh memakan sedikit pun dari daging kurban itu,” jelas UAS.



Namun, untuk kurban yang sifatnya sunnah — yang umum dilakukan umat Islam saat Iduladha — maka hukum memakan daging kurban bagi shahibul qurban adalah boleh, bahkan dianjurkan.

“Dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 36, Allah berfirman: ‘…makanlah sebagian daripadanya dan berikanlah kepada orang fakir dan miskin.’ Maka ulama sepakat, shahibul qurban boleh makan. Bahkan Rasulullah sendiri memakan daging dari hewan kurbannya,” terang UAS.

BACA JUGA ; 400 Sapi Kurban Dari Turki Untuk NTB, Gubernur Iqbal Serukan Kolaborasi Lebih Luas

Bagaimana dengan Panitia Kurban?

Pertanyaan ini juga tak kalah penting, karena panitia kurban kerap kali bekerja dari pagi hingga sore, mengurusi penyembelihan, pemotongan, penimbangan, hingga distribusi.

Menurut Ustaz Abdul Somad, panitia kurban boleh memakan daging kurban, namun tidak boleh mengambil upah dari daging tersebut.

“Kalau ada panitia yang memang bekerja ikhlas lillahi ta’ala, lalu mereka dikasih bagian daging kurban — itu boleh. Tapi kalau panitia meminta bagian sebagai upah, apalagi ditentukan ukurannya, maka itu yang tidak dibenarkan. Rasulullah bersabda: ‘Siapa yang menyembelih, jangan diberi bagian dari daging itu sebagai upah,’” kata UAS mengutip hadits riwayat Bukhari-Muslim.



Namun UAS menegaskan, panitia boleh diberi upah dalam bentuk uang dari kas masjid atau infak lain, bukan dari daging kurban itu sendiri.

Pola Distribusi yang Adil

Ustaz Abdul Somad juga menyoroti pentingnya keadilan dalam distribusi daging kurban. Idealnya, daging dibagi menjadi tiga bagian:

1. Sepertiga untuk fakir miskin.

2. Sepertiga untuk kerabat dan tetangga.

3. Sepertiga untuk shahibul qurban dan keluarga.

BACA JUGA : Momentum Idul Adha, PLN UIW NTB Salurkan Daging Kurban: Energi Keikhlasan Untuk Kuatkan Persaudaraan

Namun pola ini bukan aturan baku, melainkan pedoman yang fleksibel tergantung kondisi lapangan. Di wilayah yang banyak orang miskin, bisa saja seluruhnya dibagikan kepada yang membutuhkan.

Penegasan dari MUI dan Kemenag

Penjelasan UAS ini sejalan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pedoman dari Kementerian Agama RI.

Dalam buku Panduan Pelaksanaan Kurban yang diterbitkan Kemenag, disebutkan bahwa shahibul qurban boleh mengambil daging untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Begitu juga panitia, selama tidak menjadikannya sebagai upah.

“Yang penting niatnya lurus. Jangan sampai semangat berkurban justru ternodai oleh keinginan untuk mendapatkan bagian besar dari daging,” pesan UAS.



Ustaz Abdul Somad menutup penjelasannya dengan nasihat penting: bahwa kurban adalah bentuk ketaatan kepada Allah, bukan sekadar ritual berbagi daging.

“Kurban itu bukan soal siapa dapat berapa kilo. Ini tentang ketaatan, pengorbanan, dan kepedulian sosial. Panitia, pemilik hewan, semuanya harus jaga keikhlasan. Daging hanya simbol. Yang Allah nilai adalah niat dan ketaatan kita,” pungkasnya.

Redaksi____

Exit mobile version