Proyek Jalan Baru Lamusung–Senayan KSB, Langgar Aturan Perlindungan Lahan Pertanian? 

Jalan Lamusung-Senayan. Foto SuaraNTB

Sumbawa Barat, SIAR POST – Pembangunan jalan baru yang menghubungkan Desa Lamusung-Senayan, Kabupaten Sumbawa Barat, tengah menjadi sorotan tajam.

Proyek yang masuk dalam program strategis daerah ini diduga telah melanggar sejumlah regulasi penting terkait perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.



Pasalnya, lahan yang dibebaskan untuk pembangunan jalan tersebut diketahui merupakan kawasan sawah produktif, yang semestinya dilindungi sesuai dengan regulasi nasional dan daerah.

Diduga Langgar Tiga Regulasi Penting

Berdasarkan hasil penelusuran, ada tiga aturan yang berpotensi dilanggar dalam proses pembebasan lahan ini:

BACA JUGA : Dinas PUPR NTB Gelar Pelatihan dan Sertifikasi Ahli Muda Teknik Bangunan Gedung untuk Tingkatkan Kualitas SDM Konstruksi

1. Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B),

2. Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah,

3. Perda No. 11 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2020–2040, khususnya Pasal 23 huruf a.



Dalam RTRW tersebut, ditegaskan bahwa kawasan pertanian tanaman pangan harus dijaga dari aktivitas non-pertanian—termasuk pembangunan infrastruktur—kecuali melalui perubahan tata ruang dan kajian lingkungan strategis yang resmi.

Namun, proses pengadaan lahan jalan Lamusung–Senayan diduga dilakukan tanpa revisi RTRW dan tanpa kajian lingkungan menyeluruh.

BACA JUGA : Polisi Grebek Rumah Warga di Bima Salah Sasaran, Bandar Sabu Malah Kabur: Pemuda Bakal Gugat ke Polda

Hal ini menimbulkan dugaan adanya pelanggaran tata ruang yang berpotensi merusak ketahanan pangan lokal di masa depan.

“Ini bukan semata soal teknis, tapi persoalan hukum dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Ketua Bidang Investigasi Lingkaran Wartawan dan Aktivis) LAWAN NTB, Aris Firdaus



Klarifikasi Dinas PUPR: Sudah Sesuai Prosedur

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas PUPR Sumbawa Barat melalui Kabid Tata Ruang Dinas PUPR NTB, Naf’an, memberikan klarifikasi bahwa proyek tersebut telah sesuai tata ruang dan dokumen perencanaan daerah.

“Pengadaan lahan untuk proyek jalan Lamusung–Senayan sudah dilakukan sejak 2023. Kami telah menyusun feasibility study (FS), mengantongi rekomendasi tata ruang, dan proyek ini juga masuk dalam program prioritas RPJMD 2020–2024,” jelas Naf’an.



Ia menambahkan, dari total 117 pemilik lahan dengan 114 bidang tanah, sebagian besar sudah menerima ganti rugi sesuai hasil penilaian tim appraisal.

Namun, terdapat tiga warga di Desa Senayan yang menolak harga ganti rugi yang ditetapkan.

“Mereka setuju terhadap pembangunan jalan, tapi keberatan pada nilai ganti rugi. Kami sudah lakukan mediasi dan memberi waktu 14 hari sesuai UU No. 2 Tahun 2012 untuk menggugat ke pengadilan. Tapi kesempatan itu tidak dimanfaatkan,” tambahnya.

BACA JUGA : Tunggakan Kredit ASN LHK NTB di DUMI, Ternyata Tetap Disetor, TPP 2023 Turun Imbas Klas Jabatan

Akhirnya, pemerintah melakukan konsinyasi atau penitipan uang ganti rugi ke Pengadilan Negeri Sumbawa agar dana tersebut tetap tersedia jika sewaktu-waktu ingin dicairkan oleh pihak yang bersangkutan.

Publik Menanti Ketegasan Penegak Hukum

Meski pemerintah daerah mengklaim sudah sesuai aturan, sejumlah aktivis dan warga masih mempertanyakan keabsahan pembebasan lahan yang menyentuh wilayah sawah produktif.



Mereka mendorong agar aparat penegak hukum, termasuk Polres Sumbawa Barat, turut memeriksa proses ganti rugi ini secara transparan.

Dikabarkan, polisi siap menggelar perkara atas laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan dalam proses pembebasan lahan.

Kini, publik menunggu: apakah proyek ini akan terus berjalan dengan risiko mengorbankan lahan pangan, atau dihentikan sementara demi menegakkan aturan tata ruang dan menjaga masa depan pertanian lokal?

Redaksi____

Exit mobile version