Dosen Unram Soroti Potensi Ekonomi Kreatif NTB: “Local is The New Luxury, Tapi Kontribusinya Masih di Bawah 1 Persen”

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, Nur Aida Arifah (kedua dari kiri)

Mataram, SIAR POST – Ekonomi kreatif kini menjadi salah satu motor penggerak perekonomian nasional. Namun di Nusa Tenggara Barat (NTB), potensinya masih belum tergarap maksimal.

Hal itu disampaikan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, Nur Aida Arifah, usai menjadi narasumber dalam Obrolan Ekonomi Kreatif bertema “Local is The New Luxury” di Auditorium UIN Mataram, Sabtu (20/9/2025).

BACA JUGA : Festival Permainan Rakyat (PERAK) NTB 2025 Banjir Dukungan, Tokoh Budaya dan Pariwisata Apresiasi Gekrafs

Menurutnya, kontribusi industri ekonomi kreatif Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cukup signifikan, mencapai sekitar 7,5 hingga 8 persen. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia setelah Amerika Serikat (11,9 persen) dan Korea Selatan (8,9 persen).

“Kalau dilihat secara nasional, kontribusi ekraf besar sekali. Tapi di NTB, sumbangannya masih sangat kecil, bahkan kurang dari 1 persen. Padahal potensinya besar sekali, apalagi NTB dikenal sebagai destinasi pariwisata,” ungkap Nur Aida.

Ia menekankan bahwa subsektor yang saat ini paling dominan di NTB masih sebatas kuliner dan kriya. Sementara subsektor lainnya seperti film, musik, hingga digitalisasi budaya lokal, masih belum banyak dikembangkan. Padahal sektor-sektor ini bisa membuka lapangan kerja baru sekaligus mendongkrak perekonomian daerah.

Nur Aida juga menyoroti kurangnya destinasi dan event tahunan di NTB. Menurutnya, industri kreatif bisa tumbuh jika ada kalender event yang konsisten, tidak hanya bergantung pada ajang besar seperti MotoGP atau Rinjani Run.

“Kalau orang datang ke NTB hanya untuk pantai, itu tidak cukup. Kita butuh event budaya, festival rakyat, atau kegiatan kreatif yang rutin agar ada pasar yang jelas. Dengan begitu, pelaku ekraf juga lebih berani berinvestasi,” jelasnya.

Selain itu, ia menilai peran pemerintah masih parsial. Hingga kini NTB belum memiliki dinas khusus ekonomi kreatif, sehingga pengembangan subsektor masih bergantung pada Dinas Pariwisata yang belum fokus penuh.

BACA JUGA : Festival Perak NTB 2025: Pesta Budaya yang Bangkitkan UMKM dan Gairahkan Ekonomi Mataram

“Kalau pemerintah serius, harus ada ekosistem yang mendukung. Mulai dari regulasi, ruang untuk pelaku kreatif, sampai akses pendanaan. Tanpa itu, kita akan terus tertinggal meski potensi besar,” tegasnya.

Nur Aida berharap Festival Permainan Rakyat (Perak) NTB 2025 yang digelar di depan Auditorium UIN bisa menjadi momentum awal membangkitkan subsektor ekraf berbasis budaya lokal.

Ia bahkan mendorong permainan tradisional dimasukkan ke kurikulum sekolah dan diadaptasi ke era digital, sehingga tidak hanya menjaga identitas budaya, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi baru.

Exit mobile version