Lombok Utara, SIARPOST– Krisis komunikasi antara pemerintah desa, lembaga kehutanan, dan warga kembali meletup menjadi konflik terbuka. Ratusan warga Desa Rempek Darussalam, Selasa (25/11/2025), menggeruduk Kantor Desa setelah menemukan adanya pemasangan plang dan pall di atas lahan yang telah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM).
Aksi ini bukan sekadar protes; tetapi luapan kemarahan warga atas proses yang dianggap tertutup dan tidak transparan. Warga menilai Pemdes Rempek Darussalam bersama KPH Rinjani Barat dan BPKH Wilayah VIII Bali Nusra bertindak sepihak tanpa memastikan data sertifikasi tanah yang valid.
Menurut warga, selama ini sosialisasi yang disebut pihak desa tidak pernah benar-benar dilakukan terbuka untuk masyarakat luas.
“Kalaupun ada sosialisasi, ya hanya dengan kelompoknya saja. Tidak pernah menyentuh warga yang punya lahan,” ujar salah seorang peserta hearing.
Ketegangan memuncak ketika warga mengetahui bahwa dalam pengusulan data ke pemerintah pusat, pihak desa tidak melampirkan fotokopi SHM milik warga yang seharusnya menjadi dasar verifikasi. Temuan itu semakin memperkuat kecurigaan bahwa proses penetapan batas kawasan dilakukan tanpa kehati-hatian.
Di tengah kerumunan massa, sosok Amaq Ranadi menjadi simbol perlawanan warga. Dengan suara bergetar menahan emosi, ia menegaskan bahwa tanah yang kini dipasangi plang adalah miliknya sah berdasarkan SHM puluhan tahun.
“Kalau hak kami diusik, kami lawan. SHM saya jelas, resmi, bukan tanah kosong. Saya siap mati kalau tanah ini mau dicaplok begitu saja,” tegasnya lantang.
Sementara itu Kabag Pemerintahan, Suparman SH, hadir menenangkan situasi dan membuka ruang komunikasi. Ia menyatakan pihaknya akan menjadi garda terdepan untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat.
“Hasil rapat ini langsung saya laporkan kepada Bupati. Plang dan pall yang sudah terpasang harus dicabut dulu agar tidak memperkeruh keadaan di bawah,” ucapnya.
Ia juga menegaskan kepada BPKH agar fokus menyelesaikan wilayah yang tidak memiliki sertifikat, sedangkan area yang sudah SHM harus diabaikan terlebih dahulu sampai evaluasi menyeluruh dilakukan.
Dari BKPH disampaikan bahwa lahan bersertifikat masih bisa diakomodasi melalui mekanisme revisi RTRW, kewenangan yang berada di tingkat Pemerintah Daerah sebelum dilanjutkan ke kementerian.
Aksi hari itu berakhir tanpa benturan, namun meninggalkan pesan jelas: warga menuntut keterbukaan, akurasi data, dan penghormatan penuh terhadap SHM yang telah mereka pegang bertahun-tahun. Konflik ini menunggu penyelesaian tegas dari pemerintah agar tidak kembali menyulut gejolak sosial di Rempek Darussalam.(Niss)
