LOMBOK BARAT, SIARPOST | Dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun Anggaran 2023, diketahui Pemerintah Daerah Lombok Barat melakukan pungutan pajak PPN dari penyedia atau rekanan non pengusaha kena pajak (PKP) senilai Rp4,2 miliar.
Padahal rekanan non PKP ini adalah pengusaha pribadi atau perorangan maupun pengusaha badan yang belum dikukuhkan untuk menjadi PKP.
Perusahaan non PKP tidak dibebankan kewajiban untuk melakukan penyetoran maupun pelaporan atas PPN, meskipun dalam kegiatan usahanya melakukan penyerahan barang kena pajak (JKP).
Hasil konfirmasi kepada bendahara pengeluaran menunjukkan bahwa terdapat pemungutan dan penyetoran PPN atas penyedia non PKP sebanyak 478 transaksi pada Tahun 2022 dan 73 transaksi pada tahun 2023.
Pada Tahun 2022 nilai PPN yang dipungut dari penyedia non PKP yaitu sebesar Rp3,4 miliar dan pada tahun 2023 senilai Rp810 juta, sehingga total nilai Rp4,2 miliar lebih.
Selain itu bendahara pengeluaran memungut dan menyetorkan PPN atas penyedia PKP tanpa dilengkapi dengan faktur pajak senilai Rp972 juta lebih.
Pemeriksaan secara uji petik atas 143 SP2D pada Tahun 2022 dan 64 SP2D pada tahun 2023 belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat, diketahui terdapat pemungutan dan penyetoran PPN atas PKP tanpa menggunakan faktur pajak.
BACA JUGA : BPK Temukan Penggunaan Dana Senilai Rp6,8 Miliar di 18 Puskesmas di Sumbawa Tanpa SPJ
Padahal Faktur pajak sebagai dasar pemungutan PPN tidak dilengkapi oleh bendahara pengeluaran.
Pemungutan pajak PPN kepada penyedia PKP tanpa faktur pajak yaitu pada Tahun 2022 senilai Rp635 juta dan pada tahun 2023 senilai Rp337 juta, sehingga total Rp972 juta lebih.
Hal tersebut mengakibatkan pembayaran PPN senilai Rp972 juta lebih tidak memiliki dasar pemungutan yang valid.
Kemudian pemerintah daerah Lombok Barat juga melakukan pungutan PPN atas penyedia yang yang bukan merupakan subjek pajak senilai Rp847 juta.
Hasil pemeriksaan pemungutan PPN yang dilakukan bendahara pengeluaran dinas pekerjaan umum dan penataan ruang melalui mekanisme SP2D LS, diketahui bahwa terdapat pemungutan PPN atas kegiatan pekerjaan yang dilakukan secara swakelola tipe IV oleh kelompok swadaya masyarakat pada Tahun 2022 senilai Rp439 juta dan pada tahun 2023 senilai Rp408 juta.
Berdasarkan keterangan bendahara pengeluaran, bendahara tidak mengetahui bahwa pekerjaan swakelola tidak dapat dikenakan PPN.
Kemudian Pemda Lombok Barat juga melakukan pemungutan PPN atas penyerahan JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN senilai Rp245 juta.
Pemeriksaan atas pemungutan PPN Tahun 2022 dan 2023 pada dinas pekerjaan umum dan penataan ruang dan Dinas perumahan dan permukiman melalui mekanisme langsung LS menunjukkan, bahwa terdapat pemungutan PPN atas 25 pekerjaan pembangunan tempat ibadah total senilai Rp245,9 juta.
BACA JUGA : Temuan BPK, Pengadaan Perabot SMP Senilai Rp525 Juta di Sumbawa Besar Tidak Sesuai Spesifikasi
Bendahara pengeluaran menyatakan tidak memahami bahwa jasa konstruksi pembangunan tempat ibadah tidak dikenakan PPN.
Beberapa kondisi ini tidak sesuai dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 49 tahun 2002 tentang pajak pertambahan nilai dibebaskan dan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai yang dan pajak penjualan atas barang mewah tidak dipungut atas impor.
Beberapa permasalahan di atas mengakibatkan pemborosan atas kelebihan pembayaran PPN seluruhnya senilai Rp5,3 miliar lebih. ***