Warga demo PT BHJ tuntut lahan usaha di Tambak Sari Kecamatan Poto Tano beberapa tahun yang lalu. Dok istimewa
MATARAM, SIAR POST | Dugaan kasus Mafia Tanah yang terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat pada lahan usaha warga transmigrasi Tambak Sari Kecamatan Poto Tano yang dilaporkan pada 30 Desember 2024, mulai ditangani oleh pihak kepolisian. Dalam surat resminya laporan tersebut dilimpahkan penanganan nya ke Polres Sumbawa Barat untuk segera diproses.
Hal itu sesuai dengan surat pemberitahuan penanganan pengaduan resmi yang dikeluarkan oleh Dirreskrimum Polda NTB, Syarif Hidayat SIK SH per tanggal 6 Februari 2025.
“Sehubungan dengan rujukan di atas bersama ini disampaikan kepada saudara bahwa perkara yang saudara laporkan tentang tindak pidana mafia tanah. Untuk efektif dan efisiensi penanganan perkara maka kami limpahkan ke Sat Reskrim Polres Sumbawa Barat,” tulis surat tersebut yang ditujukan kepada KTTS Desa UPT Tambak Sari Kecamatan Poto Tano.
Sebelum nya, KTTS Desa UPT Tambak Sari melaporkan setidaknya 7 pihak dalam kasus dugaan mafia tanah warga transmigrasi yang selama ini tidak pernah diberikan kepada masyarakat.
Tujuh pihak tersebut yakni, Bupati Sumbawa Barat, Kanwil BPN Provinsi NTB, Dinas Nakertrans NTB, BPN Sumbawa Barat, Presiden Direktur PT Bumi Harapan Jaya (BHJ), Notaris Drs. Joko Derpo SH di Sumbawa dan Tim 9, dan Pengurus Koperasi Pertambakan Sejati dan Mandiri di Tambak Sari.
Dalam laporan nya, disampaikan bahwa warga transmigrasi tidak mendapatkan hak nya selama ini berupa petakan tambak seluas 50 are masing-masing sebagai tempat kelangsungan hidup keluarga warga setempat.
Namun, warga hanya mendapatkan lahan pekarangan seluas 5 are plus satu unit rumah saja.
Sebelumnya Komunitas TIR Trans Seteluk Desa Tambak Sari Kecamatan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat mendatangi kantor ATR/BPN Provinsi NTB, Kamis (30/1/2025).
Kedatangan warga untuk meminta ATR/BPN memberikan solusi atas kasus lahan usaha warga transmigrasi yang dirampas oleh pihak perusahaan Tambak Udang yakni PT Bumi Harapan Jaya (BHJ).
Warga datang didampingi Kepala Desa Tambak Sari, Suhardi, untuk kembali mendesak ATR/BPN NTB agar kasus lahan usaha warga transmigrasi yang menjadi hak mereka, bisa dikembalikan oleh pihak perusahaan.
BACA JUGA : Kapolres Sumbawa Barat Turun Langsung Tinjau Banjir dan Berikan Bantuan Kepada Warga Terdampak
Ketua Komunitas TIR Trans Seteluk Desa Tambak Sari, Rustam, saat ditemui usai audiensi dengan pejabat ATR/BPN NTB, Kamis. Ia mengatakan, sesuai SK 50 yang dikeluarkan oleh pemerintah, bahwa hak masyarakat transmigrasi sangat jelas, berupa sebuah rumah, pekarangan luas 5 are dan lahan usaha 50 are bersertifikat atas nama masing-masing warga yang ada di Tambak Sari.
“Jika mengacu pada surat Dirjen Transmigrasi per tanggal 16 tahun 2017 bahwa apa yang menjadi hak masyarakat sudah diserahkan sepenuhnya termasuk sertifikat hak milik (SHM) lahan pekarangan dan lahan usaha, Tetapi fakta nya sampai hari ini wujud sertifikat lahan itu tidak pernah terlihat, kemudian tiba-tiba sudah dilelang tanpa persetujuan masyarakat,” Ujarnya.
Ia mengaku, warga tidak pernah mengalihkan hak lahan usaha tersebut kepada siapapun. Untuk itu, ia sebagai perwakilan warga yang diberikan kuasa terus berjuang mencari keadilan. Jika memang lahan tersebut telah dilelang, pihak perusahaan harus nya transparansi proses nya karena warga tidak pernah sepakat lahan mereka dijual.
Lelang lahan usaha warga dilakukan pada saat perusahaan yang lama sebelum PT BHJ, yakni pada saat Tambak tersebut dikelola oleh PT Sekar Abadi Jaya (SAJ).
Kemudian Rustam melanjutkan, dirinya telah melakukan banyak hal untuk menuntut haknya, termasuk melakukan orasi di depan gedung KPK RI beberapa waktu lalu dan mengirim surat pengaduan kepada Presiden RI atas dugaan korban mafia tanah.
Ia juga bercerita, sebelumnya, warga pernah mendatangi dan meminta solusi kepada Bupati Sumbawa Barat, HW Musyafirin terkait dengan kasus lahan HGU PT BHJ. Namun tidak mendapat jawaban yang membela masyarakat. Malah Bupati KSB membela investasi tanpa mempedulikan hak masyarakat.
BACA JUGA : Dugaan Kecurangan Rekrutmen P3K di Bima, Pedagang Bawang Malah Lulus, Gertasi NTB Laporkan Kadis
“Intinya, apa yang menjadi hak kalian sudah dijual, begitu katanya Bupati saat kami audiensi dengan beliau dan menyampaikan langsung,” cerita Rustam mengutip kata-kata Bupati KSB.
Justru masyarakat diminta legowo dan bersabar karena lahan usaha itu sudah jadi milik BHJ. Padahal masyarakat sama sekali tidak pernah menjualnya kepada perusahaan.
Diceritakan oleh Rustam, awalnya warga yang ada di Tambak Sari menjadi calon masyarakat transmigrasi sejak Maret tahun 1999, dan SK penetapan warga Transmigrasi diterbitkan pada tahun 2000 sesuai dengan SK 50.
Dalam perjalanan nya, PT SAJ diganti oleh PT BHJ dan SK HGU perusahaan tersebut pun terbit dari Kanwil ATR/BPN NTB. Dari SK HGU tersebut lah, lahan usaha warga diambil oleh perusahaan untuk dikelola. Warga yang memiliki hak yang sebenar nya tidak lagi bisa berbuat apa-apa.
Hingga kini, warga transmigrasi yang harus nya menerima lahan usaha tersebut, hanya menerima lahan pekarangan seluas 5 are.
(Edo MH/Feryal)