Lombok Barat, SIAR POST — Gelombang penolakan terhadap kebijakan pemecatan ribuan tenaga honorer di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) semakin meluas. Setelah berbagai organisasi masyarakat menyuarakan ketidakadilan atas keputusan itu, kini LSM KASTA NTB bersama ribuan tenaga honorer bersiap turun ke jalan dalam aksi besar yang dijadwalkan berlangsung Jumat (31/10/2025) di Kantor Bupati Lombok Barat, Gerung.
Seruan aksi ini pertama kali digaungkan oleh aktivis KASTA NTB, Abdul Hafidz Kamarudin, melalui media sosialnya dengan tajuk “Giri Menang Memanggil”. Dalam unggahan tersebut, ia mengajak seluruh rakyat, buruh, perempuan, mahasiswa, dan tenaga honorer untuk bersama-sama memperjuangkan nasib mereka yang diberhentikan tanpa proses evaluasi yang jelas.
“Sebanyak 1.600 tenaga honorer dipaksa dipecat oleh Bupati Lobar tanpa dasar yang kuat dan tidak sesuai semangat konstitusi. Kami mengundang semua elemen masyarakat untuk kepung kantor Bupati Lobar,” tulis Hafidz dalam seruannya.
Aksi ini dijadwalkan dimulai pukul 14.00 WITA dengan titik kumpul di Taman Kota Gerung, sebelum massa bergerak menuju Kantor Bupati. Seruan tersebut kini telah mendapat dukungan luas dari berbagai organisasi sosial, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat yang menilai kebijakan Pemkab Lobar bersifat sepihak dan tidak manusiawi.
Dalam unggahan itu Hafidz menilai, kekuasaan daerah saat ini lebih berpihak pada kepentingan politik ketimbang kesejahteraan rakyat.
“Kekuasaan sedang membangun aliansi untuk memperkuat kepentingannya sendiri. Rakyat harus berjuang sendiri. Maka satu-satunya jalan adalah turun ke jalan,” tegasnya.
Job Fair Dinilai Gimmick Politik, 64 Persen Lowongan Justru untuk TKI
Di tengah gelombang pemecatan honorer, Pemkab Lombok Barat justru menggelar Job Fair 2025. Namun, Ketua Umum LSM KASTA NTB, Zulfan Hadi, menilai kegiatan itu tak lebih dari “gimmick politik” untuk menutupi polemik yang sedang terjadi.
Dari total 4.729 lowongan kerja yang diumumkan, 64 persen atau 3.037 di antaranya justru untuk tenaga kerja luar negeri, didominasi oleh perusahaan penyalur TKI seperti PT Sanjaya Thanhary Bahtera dan PT Srimadu Jayanusa.
“Jika Job Fair dijadikan solusi atas pemecatan honorer, itu adalah bentuk penyesatan publik. Ini bukan upaya membuka lapangan kerja, tapi lebih mirip percaloan TKI,” kritik Zulfan, Minggu (26/10/2025).
BACA JUGA : Hearing Dengan LSM Kasta NTB, RSUD Lombok Utara Tegaskan Tak Ada Penelantaran Ibu Hamil
Ia juga menduga kegiatan itu digelar untuk meredam gejolak publik di tengah isu pemecatan massal, kenaikan PBB, hingga pemotongan insentif tenaga kesehatan.
“Job Fair ini tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal. Malah ada indikasi adanya komisi dari perekrutan TKI karena calo TKI komisinya besar,” sindir Zulfan.
Sebelumnya juga, DPD Sasaka Nusantara Lombok Barat juga menyatakan penolakan keras terhadap kebijakan Pemkab. Ketua DPD Sasaka, Sabri, S.H., M.H., menilai langkah Bupati Lobar bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
“Kami tidak menolak penataan ASN, tapi cara Pemkab Lobar memecat ribuan honorer tanpa evaluasi adalah tindakan sewenang-wenang. Mereka telah lama mengabdi, seharusnya diberi penghargaan, bukan diberhentikan sepihak,” ujar Sabri.
Dari total 5.063 tenaga honorer di Lombok Barat, sebanyak 1.632 orang menjadi korban kebijakan pemutusan kontrak berdasarkan surat edaran Pemkab Lobar Nomor 800/301/BKD-PSDM/2025.
Sasaka Nusantara mendesak Bupati Lombok Barat untuk meninjau ulang kebijakan itu dan membuka ruang dialog terbuka antara pemerintah, tenaga honorer, dan masyarakat sipil.
“Kami akan terus mengawal sampai pemerintah daerah memberikan solusi dan kepastian hukum bagi mereka yang terdampak,” tegas Sabri.
