MATARAM, SIAR POST — Kasus korupsi Dana Pokok Pikiran (Pokir) 2024 di Kabupaten Lombok Barat akhirnya memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri Mataram secara resmi menetapkan seorang anggota DPRD Lombok Barat berinisial Haji AZ sebagai tersangka, bersama tiga orang lainnya, setelah serangkaian penyidikan dan ekspose yang disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Penetapan tersangka ini diumumkan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Dr. Gde Made Pasek Swardhyana, didampingi Kasi Pidsus Mardiyono, S.H., M.H., dan Kasi Datun Lalu Muhamad Rasyid, S.H., M.H., pada Jumat, 14 November 2025.
Selain AZ, Kejari juga menetapkan Hj. DD, SE dan H. MZ, S.IP, keduanya ASN Pemkab Lombok Barat, serta seorang pihak swasta berinisial R, sebagai tersangka dalam kasus yang bersumber dari kegiatan “Belanja Barang untuk Diserahkan kepada Masyarakat” pada Dinas Sosial Lombok Barat Tahun Anggaran 2024.
Pada 2024, Dinas Sosial Lombok Barat mengalokasikan anggaran sebesar Rp22,265 miliar untuk kegiatan belanja barang yang dibagi menjadi 143 kegiatan, di mana 100 kegiatan berasal dari Pokir anggota DPRD.
Khusus tersangka Haji AZ, terdapat 10 paket kegiatan dengan pagu mencapai Rp2 miliar, tersebar pada Bidang Pemberdayaan Sosial dan Bidang Rehabilitasi Sosial.
Namun di balik program yang seharusnya membantu masyarakat itu, justru terkuak praktik penyalahgunaan wewenang, intervensi pengadaan, proposal fiktif, sampai pengaturan pemenang penyedia barang.
Dalam paparannya, Kejari Mataram menjelaskan sejumlah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka, terutama Haji AZ yang diduga kuat mengintervensi seluruh proses pengadaan.
Mengintervensi pengadaan barang, padahal bukan pejabat pengadaan.
Melakukan pembelanjaan sendiri dan mengaburkan peran penyedia barang.
Menunjuk langsung penyedia berinisial R untuk memenangkan paket pengadaan.
Memerintahkan pembuatan proposal fiktif dan mark-up jumlah penerima manfaat.
Menggunakan jabatan legislatif untuk masuk ke ranah eksekutif.
Sementara tersangka R, yang ditunjuk sebagai penyedia, tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak dan hanya bertindak sebagai “bendera”, namun tetap menerima keuntungan 5 persen.
Dua ASN, Hj. DD dan H. MZ, juga diduga terlibat dalam menyusun HPS tanpa survei harga, mengatur pemenang bersama AZ, serta menyetujui pembayaran kepada penyedia yang tidak melakukan pekerjaan.
Kerugian Negara Capai Rp1,7 Miliar
Berdasarkan audit Inspektorat Lombok Barat Nomor 700/496/Inspektorat/VIII/2025, ditemukan kerugian negara sebesar Rp1.775.932.500 akibat mark-up dan belanja fiktif pada 10 paket kegiatan tersebut.
Atas perbuatannya, Haji AZ dan R langsung ditahan di Rutan Lombok Barat, sementara dua ASN lainnya akan dipanggil dalam waktu dekat.
Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni:
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Atau Pasal 12 UU Tipikor bagi tersangka AZ. Jika terbukti bersalah, ancaman hukuman mencapai 20 tahun penjara.
Kasus Pokir Lombok Barat ini diduga hanya puncak gunung es. Kejari Mataram disebut masih membuka peluang pengembangan kasus untuk menelusuri aliran dana serta kemungkinan keterlibatan pihak lain.
REDAKSI | SIAR POST
