MATARAM, SIAR POST – Lombok kembali bergetar, bukan karena gempa bumi yang sering melanda, melainkan karena sebuah undangan hearing publik yang dilayangkan oleh “Perisai Lombok”. Surat tersebut, yang beredar luas di kalangan masyarakat dan media, terasa lebih tajam dari pedang dan lebih nyaring dari toa masjid saat Subuh, menjanjikan babak baru dalam upaya mengungkap kebenaran di balik kasus pembunuhan Brigadir Esco yang menggemparkan.
Hearing publik ini, yang lebih menyerupai ritual pemanggilan kebenaran daripada sekadar pertemuan birokrasi, akan digelar pada Senin, 24 November 2025, pukul 10:00 WITA di Polda NTB. Sebanyak 300 orang diperkirakan akan hadir, bukan untuk menikmati hiburan, melainkan untuk menyaksikan secara langsung bagaimana kebenaran akan diungkap dan keadilan ditegakkan.
Di tengah pusaran politik yang tak menentu dan hiruk pikuk kehidupan sehari-hari, nama Komandan Wira kembali mencuat. Sosok yang oleh sebagian masyarakat disebut sebagai “bayangan yang tak mau terang” ini, menjadi pusat perhatian dalam kasus pembunuhan Brigadir Esco. Tragedi ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Lombok, menjadi bahan perbincangan dari warung kopi hingga obrolan larut malam.
Perisai Lombok, sebuah organisasi yang menaungi keluarga besar almarhum Esco, bersama dengan tim penasihat hukum, secara tegas menuntut kehadiran para penegak hukum yang selama ini diharapkan dapat memberikan perlindungan dan keadilan. Mereka meminta agar Irwasda, Propam, dan Kapolres Lobar bersedia tampil di hadapan publik, layaknya wayang yang keluar dari balik layar, untuk menjelaskan peran masing-masing dalam mengungkap tabir kasus ini.
“Kebenaran tidak datang bila tidak dipanggil, dan keadilan tidak tiba bila tidak diusik,” demikian bunyi pesan yang tersirat dalam surat undangan tersebut. Sebuah kalimat yang mencerminkan semangat dan tekad masyarakat Lombok untuk tidak menyerah dalam mencari keadilan.
Surat itu ditutup dengan salam hormat, namun terasa seperti tamparan halus: “Demi kelancaran acara, kami ucapkan terima kasih.” Sebuah kalimat sederhana, namun sarat akan makna dan harapan.
Hearing publik ini menjadi babak baru dalam perjalanan panjang mencari keadilan bagi Brigadir Esco. Di tanah Lombok, tempat mimpi, legenda, dan realita berpadu, suara rakyat yang tak mau lagi bungkam berhadapan dengan aparat yang tak bisa lagi bersembunyi. Nama-nama yang terus disebut, entah sebagai kebetulan atau pertanda, seolah menjadi pertanda bahwa semesta pun turut bersuara.
Jurnalis : IIhsan
