Kasus Kebakaran DPRD Badung Menggugat: Benarkah Ada Uang Pelicin Rp500 Juta?

BADUNG, SIAR POST – Kebakaran di basement Gedung DPRD Kabupaten Badung pada 16 April 2025 seharusnya menjadi peristiwa teknis yang segera ditangani secara prosedural dan transparan. Namun, insiden yang semula disebut dipicu ledakan genset itu kini berubah menjadi isu besar yang menyeret nama pejabat publik dan oknum aparat penegak hukum. Bukan hanya soal api yang membakar gedung, tetapi dugaan praktik suap yang berpotensi melukai integritas lembaga negara.

Kebakaran terjadi sekitar pukul 18.15 Wita, memicu kepanikan dan menarik perhatian publik. Aparat pemadam kebakaran Badung turun secara sigap, sementara kepolisian memasang garis polisi di area basement untuk mengamankan Tempat Kejadian Perkara (TKP). Pada tahap awal, semua tampak berjalan sesuai prosedur.

Namun, memasuki Mei 2025, situasi berubah drastis. Beredar kabar yang mengguncang: pembukaan police line diduga tidak berlangsung secara murni berdasarkan hasil penyelidikan, melainkan dipicu oleh “atensi” berupa uang dalam jumlah yang sama sekali tidak kecil.

Informasi yang berkembang di masyarakat Badung menyebutkan adanya dugaan kuat bahwa ketua DPRD Badung memberikan dana sekitar Rp500 juta kepada oknum tertentu di Unit Reskrim Polres Badung. Tujuannya satu: mempercepat pembukaan police line yang menghalangi aktivitas gedung.

Dugaan tersebut belum berhenti. Pada Juni 2025, kabarnya seluruh anggota DPRD Badung juga diisukan melakukan urunan Rp10 juta per orang, yang menurut sumber-sumber informal, diarahkan untuk tujuan serupa—yakni memastikan police line dibuka dan persoalan kebakaran tidak berkembang menjadi skandal politik yang lebih besar.

Meski seluruh informasi ini belum terbukti secara hukum, bobot isu yang beredar menimbulkan kegelisahan publik. Jika dugaan ini benar, maka tindakan tersebut berpotensi memenuhi unsur tindak pidana suap atau gratifikasi sebagaimana dimuat dalam Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Tipikor, yang ancaman hukumannya bisa mencapai 20 tahun penjara.

Perkara ini diperparah oleh fakta bahwa insiden tersebut melibatkan pejabat daerah dan diduga menyeret aparat penegak hukum, dua entitas yang seharusnya menjadi pilar integritas dan transparansi. Publik pun menuntut proses penyelidikan yang terbuka, tidak tebang pilih, dan bebas dari intervensi politik.

Upaya konfirmasi dari awak media kepada ketua DPRD Badung serta Kapolres Badung melalui pesan WhatsApp hingga berita ini ditulis tidak mendapatkan respons memadai. Sikap bungkam ini justru menambah tanda tanya besar di tengah masyarakat yang menuntut kejelasan.

Situasi ini menunjukkan bahwa meski api kebakaran telah padam, bara dugaan korupsi tampaknya belum benar-benar padam. Publik menunggu langkah tegas aparat penegak hukum dan berharap lembaga antikorupsi turut turun tangan untuk mengurai simpul-simpul gelap di balik insiden misterius ini.

Kini masyarakat Badung, bahkan Bali secara umum, menanti apakah kasus ini akan benar-benar diusut sampai tuntas—atau justru menjadi salah satu dari sekian banyak kisah kelam yang perlahan hilang ditelan waktu.

Redaksi | SIAR POST

Exit mobile version