Polemik Penyegelan ‘TPST’ di Gili Trawangan: Kadis LH KLU Ungkap Fakta Sebenarnya

Foto : Kadis LH & Kepala UPTD Persampahan Lombok Utara

LOMBOK UTARA, SIAR POST – Polemik penyegelan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Gili Trawangan yang terjadi pada Sabtu (6/12/2025) kembali menjadi perhatian publik. Beragam pemberitaan yang menyebut adanya “penyegelan TPA” dan klaim “tunggakan sewa miliaran rupiah” dinilai telah menimbulkan kegaduhan serta kesalahpahaman di tengah masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok Utara (KLU), Husnul Ahadi, pada Senin (8/12/2025) memberikan klarifikasi resmi untuk meluruskan informasi yang dinilai keliru dan berpotensi menyesatkan.

Husnul menegaskan bahwa Gili Trawangan tidak memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Istilah “TPA” yang muncul dalam sejumlah pemberitaan disebutnya sebagai kekeliruan mendasar.

“Yang ada di Gili Trawangan adalah TPST, bukan TPA. Fungsi dan regulasinya berbeda total. TPST hanya untuk memilah, mengolah, dan mengurangi sampah, sementara residunya dikirim ke daratan untuk penanganan akhir,” jelasnya.

Menurutnya, TPST tidak melakukan kegiatan penimbunan sampah dan bukan dirancang sebagai tempat pembuangan akhir. Karena itu, penggunaan istilah TPA sama sekali tidak tepat dan menimbulkan kesan seolah-olah ada fasilitas landfill di pulau kecil tersebut.

Terkait klaim adanya “tunggakan sewa lahan” hingga miliaran rupiah, Husnul menyebut hal itu tidak berdasar baik secara hukum maupun faktual.

“Pemerintah Kabupaten Lombok Utara tidak pernah menandatangani perjanjian sewa dengan pemilik lahan yang kini dipersoalkan. Tidak ada kontrak, maka tidak ada kewajiban membayar. Itu prinsip dasar dalam hukum perdata,” tegasnya.

Ia menjelaskan, TPST dibangun dan dioperasikan Sepenuhnya di atas lahan milik Pemkab KLU. Sementara lahan yang disegel oleh pemiliknya berada di luar area fasilitas pemerintah.

Husnul menambahkan, jika terdapat pihak lain seperti KSM Front Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL) yang mengumpulkan sampah dari masyarakat dan kebetulan bermobilisasi melalui lahan pribadi tersebut, maka hubungan hukumnya berada sepenuhnya antara pihak tersebut dan pemilik lahan.

“Pemkab tidak dapat dimintai tanggung jawab atas aktivitas pihak ketiga yang tidak berada dalam perikatan dengan pemerintah daerah,” jelasnya.

Yang membuat persoalan semakin keruh adalah framing pemberitaan yang menggambarkan penyegelan tersebut seolah-olah menyasar fasilitas TPST milik Pemkab KLU.

“Penyegelan lahan pribadi adalah urusan privat selama tidak mengganggu fasilitas publik. Namun ketika pemberitaan memunculkan narasi bahwa Pemkab menggunakan lahan tanpa izin, itu jelas membingungkan publik,” ungkap Husnul.

Ia menilai, kekeliruan informasi semacam itu bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik, terutama pengelolaan sampah yang sangat vital di daerah pariwisata seperti Gili Trawangan.

Di tengah pertumbuhan pariwisata dan keterbatasan lahan di pulau kecil, Husnul menekankan pentingnya dukungan semua pihak terhadap sistem pengelolaan sampah yang ada.

“TPST adalah solusi terbaik yang memungkinkan di Gili. Pemerintah menjalankan tanggung jawabnya, dan pelaku usaha serta masyarakat harus ikut mendukung agar ekosistem pariwisata tetap bersih dan berkelanjutan,” ujarnya.

Dengan klarifikasi ini, Pemkab KLU berharap publik mendapatkan gambaran yang utuh dan akurat tentang situasi sebenarnya, serta tidak lagi terjebak pada misinformasi yang dapat memicu kegaduhan baru.

REDAKSI | SIAR POST

Exit mobile version