JAKARTA, SIAR POST | Dukungan terhadap perjuangan Aliansi Presidium Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) tidak hanya menggema di jalanan ibu kota, tetapi juga hidup dan berdenyut kuat di ruang digital.
Media sosial menjadi saksi bagaimana suara rakyat Pulau Sumbawa menyatu, menyemangati, sekaligus mendoakan agar PPS segera terwujud.
Kolom komentar dipenuhi ungkapan dukungan moral, doa, dan penegasan sikap. “PPS harga mati,” menjadi kalimat yang paling sering muncul, seolah menjelma menjadi sumpah kolektif warga Pulau Sumbawa lintas daerah dan generasi.
Aji Nggela, salah satu netizen, secara tegas menulis, “Wajib jadi PPS.” Komentar singkat itu mencerminkan kelelahan panjang masyarakat yang merasa terlalu lama menunggu keadilan pembangunan.
Sementara akun Delita Marda Kusuma menyampaikan harapan sederhana namun penuh makna, “Semangat, selamat berjuang, semoga sukses.”
Nada serupa disuarakan Samar Leno yang menekankan pentingnya kesehatan dan konsistensi perjuangan, “Tetap sehat dan sukses.”
Ungkapan ini menggambarkan kesadaran publik bahwa perjuangan PPS bukan sprint singkat, melainkan maraton panjang yang menguras energi dan kesabaran.
Dukungan emosional juga datang dari Habiba Habiba yang menulis panjang dengan nuansa religius dan kultural, “Mantap PPS harga mati… Bismillah Allahu Akbar, harus berhasil meraih mimpi Samawa sabalong sama lewa.”
Komentar ini memperlihatkan bahwa PPS bukan sekadar isu administrasi, melainkan mimpi kolektif yang berakar pada identitas dan harga diri masyarakat Samawa.
Doa-doa terus mengalir. Muhammad Rusdi menuliskan harapannya dengan penuh kekhusyukan, “Semoga Allah SWT secepatnya PPS terwujud, amin ya rabbal alamin.”
Sementara Ariady menambahkan, “Aminn ya Allah, semoga PPS segera jadi.” Doa-doa ini memperlihatkan bagaimana perjuangan politik PPS telah menjelma menjadi ikhtiar spiritual di mata rakyat.
Menariknya, dukungan tidak hanya datang dari warga Pulau Sumbawa. Januardi Ilham, yang mengaku berasal dari Pulau Lombok, menyatakan dukungan penuh, “Saya orang Lombok mendukung 1000%, lanjutkan perjuanganmu saudaraku.”
Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa isu PPS tidak dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai solusi bersama untuk keadilan wilayah di NTB.
Di tengah arus dukungan, muncul pula komentar bernada realistis dan kritis. Angga Risky Zabandi menulis, “Kalau untuk sekarang masih susah kayaknya.” Namun komentar ini tidak mematahkan semangat, justru memicu diskusi sehat di antara netizen tentang pentingnya kesabaran dan strategi jangka panjang.
Isu ketimpangan pengelolaan sumber daya alam juga disorot netizen. Wiskar Muhammad Marwi menyinggung sektor tambang yang dinilainya lebih banyak menguntungkan pihak luar.
“Tambang cuma dikeruk asing, pemerintah dapat secuil, rakyat ribut,” tulisnya, sambil menyamakan pengalaman tambang di Sumbawa dengan daerah lain seperti Freeport.
Komentar ini menegaskan akar struktural tuntutan PPS: keadilan ekonomi.
Banyak pula komentar yang memposisikan para pejuang PPS sebagai simbol harapan. Rapiah Piah menulis dengan nada haru, “Kalian pahlawan tanah Samawa yang sesungguhnya.”
Ungkapan ini menunjukkan bahwa publik mulai melihat perjuangan PPS sebagai bagian dari sejarah dan pengorbanan kolektif.
Semangat persaudaraan dan solidaritas terus menguat.
Burhanuddin menuliskan, “Doa dari kami selalu menyertai kalian, PPS harga mati.” Sementara Baharuddin Sumbawa menambahkan, “Mudahkanlah urusannya ya Allah… semangat selalu pejuang propinsi.”
