Mataram, SIARPOST – Komitmen kuat terhadap pelestarian keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan di Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali ditegaskan melalui kegiatan Lokakarya Pengelolaan Taman Nasional Moyo-Satonda Berbasis Spesies Terintegrasi, yang digelar oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB di Hotel Lombok Raya, Kamis (19/6/2025).
Lokakarya ini menjadi momentum penting untuk menyatukan langkah antara pemerintah pusat, daerah, lembaga penelitian, mitra pembangunan, dan dunia usaha. Tujuannya: membangun sinergi dalam pengelolaan kawasan konservasi Moyo-Satonda untuk jangka panjang, tahun 2024 hingga 2033, dengan pendekatan spesies kunci dan integrasi lintas sektor.
Dalam sambutannya, Kepala BKSDA NTB, Budhy Kurniawan, menekankan pentingnya kesiapan prakondisi kawasan sebagai fondasi perumusan strategi pengelolaan yang bukan hanya berdampak ekologis, tetapi juga membawa manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.
“Kita bersyukur, kawasan ini mendapat perhatian dalam hal penganggaran. Ini bukan sekadar konservasi spesies kunci seperti Kakatua Kecil Jambul Kuning, tetapi juga membangun interkonektivitas ekosistem, mengedepankan sains, serta memperkuat peran dan tanggung jawab multipihak,” ujar Budhy.
BACA JUGA : Densus 88 Grebek Kota Bima, Satu Terduga Teroris JAS Nusra Diamankan Saat Antar Anak Sekolah
Proyek ini juga sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2023 dan Dokumen IBSAP Indonesia (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan), serta menjadi bagian penting dari mainstreaming keanekaragaman hayati dalam perencanaan pembangunan nasional.
Hadir dalam kegiatan ini perwakilan dari Bappenas RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Balai Taman Nasional Rinjani, Gakkum Jabalnusra, BPDAS, Balai Karantina Mataram, serta kalangan akademisi dari Unram, Poltekpar NTB, hingga mitra dunia usaha seperti PT AMNT dan PT Angkasa Pura.
Kepala Bappeda NTB, Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si, dalam sesi diskusi menyampaikan bahwa rencana pengelolaan konservasi seperti yang digagas BKSDA sepenuhnya sejalan dan telah terakomodasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB yang sedang disusun dan akan ditetapkan Agustus mendatang.
“Ini momentum penting. Kita sedang menyusun RPJMD yang harus sinkron dengan RPJMN. Kolaborasi lintas sektor harus diperkuat. Konservasi tidak bisa jalan sendiri, dan daerah harus mulai memanfaatkan kawasan konservasi untuk mendukung kesejahteraan masyarakat,” tegas Iswandi.
BACA JUGA : BKSDA NTB Finalisasi Peta Jalan Konservasi Kakatua Kecil Jambul Kuning, Jadi Contoh Nasional
Iswandi menyampaikan pesan Gubernur NTB bahwa pembangunan NTB lima tahun ke depan harus fokus pada tiga sasaran utama: penurunan kemiskinan, peningkatan ketahanan pangan, dan penguatan sektor pariwisata.
“Untuk menurunkan kemiskinan ekstrem hingga nol persen, kita butuh dua instrumen utama: pangan dan pariwisata. Dan pengelolaan kawasan konservasi adalah fondasi penting dari keduanya,” tambahnya.
BACA JUGA : Wujudkan Polisi Humanis, Kapolresta Mataram Dukung Penguatan Zona Integritas Polri
Ia juga menyoroti pentingnya indeks pengelolaan keanekaragaman hayati yang kini menjadi bagian dari indikator kinerja gubernur dalam dokumen RPJMD. Kepala BKSDA NTB akan menjadi penyedia data utama untuk indikator ini.
Di penghujung acara, peserta lokakarya sepakat membentuk forum koordinasi pengelolaan Taman Nasional Moyo-Satonda yang melibatkan unsur Exa-Helix – gabungan dari pemerintah, akademisi, komunitas, pelaku bisnis, media, dan elemen hukum/regulasi – guna memperkuat kolaborasi lintas sektor.
Dengan luas kawasan konservasi mencapai 367 ribu hektare di seluruh NTB, termasuk Taman Nasional Moyo-Satonda yang berada dalam kawasan cagar biosfer internasional SAMOTA, pengelolaan yang terintegrasi dan inklusif menjadi keharusan.
Lokakarya ini bukan sekadar kegiatan seremonial, tetapi menjadi tonggak penting dalam menyatukan visi dan aksi antar lembaga untuk menghadirkan pembangunan NTB yang lestari, inklusif, dan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Taman Nasional Moyo-Satonda menjadi simbol sinergi konservasi dan pembangunan masa depan NTB.