“Dou Labo Dana”: Pameran Abdul Haris Ungkap Luka Alam dan Dilema Petani Jagung di Bima

Abdul Haris. Foto istimewa

Yogyakarta, SIAR POST — Dalam dunia yang terus bergulat dengan krisis iklim dan degradasi lingkungan, seniman dan akademisi Abdul Haris Rustaman menghadirkan pameran tunggal yang menggugah, bertajuk “Dou Labo Dana: Manusia dan Alam”.

Pameran ini merupakan bagian dari disertasi penciptaan seni di Program Doktor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, yang digelar pada 8–11 Juli 2025 di Galeri Prof. But Muchtar, Kampus Pascasarjana ISI.

Mengangkat tema “Refleksi atas Dilema Perladangan Jagung dan Krisis Lingkungan di Kota Bima di Era Anthropocene”, Rustaman menyuguhkan karya-karya yang tidak hanya estetis, tetapi juga sarat makna ekologis dan sosial.

Pameran ini mengajak publik untuk merenung dalam: bagaimana manusia, khususnya petani, terus hidup dalam tarik-ulur antara kebutuhan ekonomi dan keberlanjutan alam.

BACA JUGA : Mobil Patroli Tabrak Warga di Dompu, Polisi Ungkap Hasil Olah TKP, Positif Narkoba?

Seni sebagai Suara Luka Ekologis

“Dou Labo Dana” dalam bahasa Bima berarti manusia dan alam, sebuah konsep simbiosis yang saling terikat namun kini terancam renggang.

Dalam empat karya utama — Mesin Ingatan, Ruang Antroposen, Tumbuh dalam Kepunahan, dan Penyelamat Tak Terselamatkan — Rustaman menggambarkan ironi pertanian jagung di Bima: antara warisan tradisi dan dampak ekologis yang destruktif.

Rustaman, yang berasal dari keluarga petani jagung, mengaku tergerak sejak banjir bandang melanda Kota Bima tahun 2016.

Kala itu, petani dituding sebagai penyebab bencana karena praktik perladangan yang dianggap merusak hutan.

“Namun mereka menanam bukan karena rakus, tapi karena sistem yang memaksa,” ungkapnya.

BACA JUGA : Geger di Bima! Suami Grebek Istri Berstatus ASN Bersama Pria Lain, Lapor Polisi soal Dugaan Persetubuhan

Kritik Sistemik dan Narasi Tandingan

Dengan pendekatan estetika posthuman dan pemikiran hegemoni tandingan Antonio Gramsci, Rustaman melawan narasi dominan yang menyudutkan petani.

Ia menempatkan alam sebagai entitas hidup yang juga mengalami luka dan perlu didengarkan. Dalam instalasi Tumbuh dalam Kepunahan, jagung digantung terbalik, abu pembakaran menyebar di lantai galeri — sebuah metafora kuat atas dunia yang tumbuh di tengah ancaman kehancuran.

Kolaborasi dengan anak-anak petani, ilustrasi tokoh Dou Jago, dan penggunaan media simbolik lainnya menjadikan pameran ini sebagai ruang kontemplatif yang menyentuh emosi dan menyulut kesadaran ekologis.

Pameran yang Menggetarkan Nurani

Acara pembukaan dilakukan pada 8 Juli 2025 oleh Octavianus Cahyono Priyanto, S.T., M.Arch., Ph.D. Selain menampilkan karya visual, pameran ini juga menjadi wadah diskusi dan refleksi bersama para akademisi, seniman, dan aktivis lingkungan.

Diharapkan, pameran ini bisa memperkuat dialog antara seni dan realitas sosial, serta menggugah publik untuk berpikir ulang soal relasi manusia dan alam di era krisis iklim.

BACA JUGA : Tender SPAM Lombok Barat Diduga “Dikunci” untuk Pemenang Tertentu, KUAT NTB Siap Laporkan ULP-Pokja ke Polda

Profil Singkat Abdul Haris Rustaman

Abdul Haris Rustaman dikenal sebagai seniman yang kritis dan reflektif, dengan karya-karya yang kerap menyuarakan isu kemanusiaan dan lingkungan.

Dalam dunia seni rupa kontemporer Indonesia, ia dikenal konsisten menjadikan ruang estetik sebagai medium advokasi dan perenungan kolektif.

Redaksi___

Exit mobile version