Mataram, SIARPOST – Dunia birokrasi dan pariwisata NTB kembali diguncang. Sebuah surat berkop resmi Dinas Pariwisata Provinsi NTB yang digunakan untuk meminta sumbangan dana kepada pelaku industri pariwisata memicu kontroversi besar.
Surat tersebut ditandatangani oleh Chandra Arpinova, A.Ks., MP, yang saat itu menjabat sebagai Pelaksana Harian (PLH) Kepala Dinas Pariwisata, dan digunakan untuk mendukung proposal salah satu cabang olahraga pencak silat (PSHT) di ajang Festival Olahraga Rekreasi Nasional (FORNAS) VIII 2025.
BACA JUGA : Janji 100 Mobil Listrik Pj Sekda NTB Gagal Total, NTPW: Cuma Manis di Bibir Demi Kursi Jabatan?
Menanggapi kegaduhan itu, Penjabat (Pj) Sekda NTB, Lalu Mohammad Faozal, akhirnya buka suara. Ia mengakui adanya kekeliruan dalam penerbitan surat tersebut dan telah memerintahkan untuk menarik surat serta mengembalikan anggaran yang sudah disetorkan oleh pelaku usaha.
“Saya sudah minta Kadis Pariwisata luruskan. Suratnya sudah ditarik, anggaran yang sudah disetor saya perintahkan untuk dikembalikan,” ujar Faozal kepada wartawan, Kamis (10/7/2025).
Namun ketika ditanya soal sanksi, Faozal terkesan lunak.
“Mau sanksi seperti apa? Dia (PLH Kadis) nggak makan uangnya, niatnya hanya bantu. Tapi ini tetap di luar kewenangannya. Kalau nanti terbukti melanggar, kita akan beri sanksi,” imbuhnya.
Sementara itu, Kapolda NTB Irjen Pol Hadi Gunawan yang juga menjabat sebagai Ketua kontingen NTB di ajang Fornas turut memberikan respon.
BACA JUGA : Mobil Patroli Tabrak Warga di Dompu, Polisi Ungkap Hasil Olah TKP, Positif Narkoba?
Saat dikonfirmasi media ini, Kamis (10/7/2025), Kapolda menegaskan akan menelusuri lebih lanjut perihal surat permintaan dana tersebut.
“Saya akan cek lebih dulu dan akan kami lidik,” singkat Hadi.
Sebelumnya, surat bernomor 556/934/IV/2025 itu memang mengejutkan pelaku industri pariwisata. Pasalnya, dokumen resmi Dinas digunakan untuk meminta sumbangan dana ke hotel, biro perjalanan, hingga sopir pariwisata.
Ketua Umum Sahabat Pariwisata Nusantara (SAPANA) NTB, Rudy, menyebut tindakan itu sebagai bentuk penyalahgunaan atribut negara.
“Pak Kadis definitif sedang umroh. Tapi PLH-nya gunakan kop dinas untuk minta sumbangan. Ini bukan pembinaan, ini teror bermodal stempel negara!” tegas Rudy.
Rudy menyoroti potensi penyalahgunaan sistematis jika semua inorga olahraga kemudian meniru pola serupa. Ia bahkan menuding manajemen Dinas Pariwisata NTB menunjukkan kegagalan kepemimpinan.
BACA JUGA : Tender SPAM Lombok Barat Diduga “Dikunci” untuk Pemenang Tertentu, KUAT NTB Siap Laporkan ULP-Pokja ke Polda
“Kalau semua minta surat rekomendasi dan jadi alat minta-minta dana, lalu bagaimana auditnya? Ini bukan profesionalisme, ini pelecehan institusi,” tandasnya.
Surat tersebut memuat dukungan terhadap FORNAS dan Inorga pencak silat, serta menyerukan koordinasi dengan instansi terkait. Namun faktanya, surat itu dipakai memperkuat proposal permohonan dana ke pelaku pariwisata dengan estimasi anggaran puluhan juta rupiah.
Dana Fantastis, Versi Tak Sama
Sorotan juga tertuju pada kisaran dana yang digunakan untuk mendukung Fornas 2025 di NTB yang mencapai Rp28 miliar. Namun rincian dan rencana penggunaannya masih menjadi tanda tanya, karena statemen antara Ketua KORMI NTB dan Dispora NTB perbedaan.
Dari informasi yang didapat media ini, Versi Ketua KORMI NTB, Nauvar F. Farinduan, menyebutkan bahwa dari Rp28 miliar itu sekitar Rp800 juta untuk sekretariat KORMI NTB, Rp2,2 miliar disiapkan untuk operasional kontingen NTB. Sedangkan total untuk kegiatan Fornas disebut mencapai Rp25 miliar.
Namun versi berbeda dilontarkan oleh Kadispora NTB. Ia menyebut dana untuk kontingen NTB hanya sekitar Rp2,4 miliar, dan Rp600 juta untuk biaya sekretariat KORMI NTB. Sedangkan Rp25 miliar untuk pelaksanaan kegiatan.
KORMI NTB memang mendapat mandat besar sebagai penyelenggara tuan rumah Fornas VIII, yang akan digelar di NTB pada 26 Juli hingga 1 Agustus 2025.
Dalam struktur kepanitiaan, Nauvar menjabat sebagai Ketua KORMI dan Ketua Kontingen, sedangkan Kapolda NTB sebagai tokoh pendamping utama.
Skandal surat permintaan dana ini tidak hanya membuka tabir lemahnya tata kelola di tubuh Dinas Pariwisata NTB, tetapi juga menyoroti persoalan integritas dan akuntabilitas birokrasi.
Media ini masih terus berupaya mendapatkan tanggapan resmi dari Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB serta pejabat lainnya. Hak jawab terbuka bagi semua pihak terkait, demi menjaga prinsip keberimbangan sesuai amanat Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.
Redaksi___