Lombok Barat, SIAR POST – Kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 1.600 tenaga honorer dari berbagai OPD di Kabupaten Lombok Barat kembali menjadi sorotan tajam masyarakat.
Langkah tersebut menuai dukungan dari sebagian pihak yang menilai sebagai bagian dari penataan administrasi dan efisiensi anggaran, namun juga menghadapi kritik keras karena potensi dampak sosial dan hukum.
Pemkab Lombok Barat menerapkan kebijakan ini sebagai bagian dari pelaksanaan Undang‑Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terkait pengelolaan pemerintahan daerah serta efisiensi anggaran.
Upaya ini dinilai penting untuk restrukturisasi tenaga honorer yang belum masuk dalam database resmi dan meningkatkan efektivitas layanan publik.
Surat resmi dari Sekretariat Pemda Lombok Barat tertanggal 31 Oktober 2025 menginstruksikan PHK kepada seluruh kepala OPD. Sementara itu jumlah tenaga honorer yang terdampak tercatat sebanyak 1.632 orang, bagian dari total 5.063 honorer di wilayah ini, dimana 3.431 sudah tercatat di database resmi Badan Kepegawaian Negara dan sisanya 1.632 belum.
Akibatnya, dampak sosial mulai muncul: meningkatnya ketidakpastian penghidupan bagi ribuan keluarga, dan kemungkinan bertambahnya angka pengangguran lokal.
Direktur LBH Komnas HAM NTB, advokat senior sekaligus Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kabupaten Lombok Barat, Sudirman, SH MH CPM, menyoroti aspek hukum dari kebijakan ini.
Ia mengatakan, Selain dampak sosial, PHK massal ini berpotensi menimbulkan sengketa hukum, baik secara pidana maupun perdata, apabila prosesnya tidak transparan dan tidak memperhatikan hak-hak tenaga honorer.
Menurut Sudirman, pemerintah daerah wajib memastikan bahwa prosedur PHK dijalankan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan bahwa tenaga honorer mendapatkan kompensasi layak.
Jika tidak, tenaga honorer memiliki hak untuk mengajukan gugatan perdata maupun melaporkan dugaan pelanggaran pidana terkait hak pekerja.
Ia menambahkan bahwa pengabaian prosedur yang benar bisa menciptakan risiko besar bagi pemerintah daera, tidak hanya dari sisi program yang terdampak tetapi juga kepercayaan publik.
Sudirman mengusulkan agar pemerintah daerah mempertimbangkan solusi alternatif ketimbang pemecatan massal: seperti pelatihan ulang, pendampingan kerja, atau program penempatan bagi yang terdampak agar tetap memperoleh penghidupan layak dan risiko hukum dapat diminimalkan.
Pemerintah daerah diharapkan mampu menyeimbangkan efisiensi anggaran dengan tanggung jawab sosial agar kebijakan tidak menyulut ketidakadilan.
Sebelumnya, DPD Sasaka Nusantara Lombok Barat menolak keras kebijakan ini. Organisasi tersebut menyebut bahwa pemecatan terhadap 1.632 honorer non-database dilakukan secara mendadak, kurang manusiawi, dan berpotensi melanggar ketentuan hukum seperti Undang‑Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketua Sasaka, Sabri, SH MH, menyatakan bahwa tenaga honorer ini telah berkontribusi besar dalam pelayanan publik di Lombok Barat dan layak mendapatkan solusi adil, bukan pemecatan sepihak.
Dari sisi pemerintah, melalui surat penegasan Nomor 800/343/BKD-PSDM/2025 tanggal 29 Oktober 2025 yang ditandatangani Plh. Sekda Lombok Barat H. Fauzan Khusniadi, ditegaskan bahwa seluruh hak pegawai honorer akan terpenuhi dan tidak akan ada pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Meski begitu, sisa ketidakpastian masih membayangi tenaga honorer yang terdampak: kapan dan bagaimana pemberhentian akan berjalan, apa mekanisme kompensasinya, serta bagaimana nasib mereka ke depan. Sengketa mungkin muncul jika prosedur tidak dijalankan secara adil dan terbuka.
Dengan demikian, kebijakan PHK tenaga honorer di Lombok Barat menampilkan dua sisi:
Dari satu sisi, penataan administrasi dan efisiensi anggaran dianggap perlu.
Dari sisi lain, potensi dampak sosial dan hukum, mulai dari pengangguran hingga gugatan hak asasi, menjadi sorotan utama.
Kedepannya, perhatian akan tertuju pada seberapa efektif pemerintah daerah dalam menjalankan proses ini secara transparan dan berkeadilan, serta bagaimana solusi alternatif bagi tenaga honorer terdampak terlaksana.
Redaksi | SIAR POST.
