Mataram, SIAR POST – Kilas balik kasus “pokir siluman” DPRD NTB kembali menyeret nama Ketua DPD Partai Demokrat NTB, Indra Jaya Usman (IJU). Pernyataan lamanya yang sempat menegaskan bahwa dirinya “tidak tahu-menahu” soal anggaran diduga bermasalah itu kini berbanding terbalik dengan status hukumnya: tersangka dugaan gratifikasi dana siluman.
Pada Juli 2025 lalu, IJU dengan lantang menyebut bahwa ia tidak terlibat karena baru dilantik sebagai anggota DPRD NTB pada September 2024. Menurutnya, pembahasan APBD 2025 terjadi satu bulan sebelum ia resmi menjabat.
“Saya ini anggota DPRD baru. APBD dibahas sebelum pelantikan saya. Tentu saya tidak tahu,” ujarnya kala itu usai menjalani pemeriksaan di ruang Pidsus Kejati NTB, 24 Juli 2025 yang lalu dikutip dari NTBSatu.
Dalam pernyataan tersebut, IJU bahkan menilai isu keterlibatannya hanya manuver politik internal. Ia menegaskan tidak pernah mengatur jatah pokir, apalagi membagi-bagikan uang ratusan juta sebagaimana santer diberitakan.
“Selama ini saya diam. Itu fitnah. Nuansanya lebih politik daripada hukum,” tegasnya.
Namun rangkaian pernyataan itu kini terbentur fakta hukum terbaru.
Pada 20 November 2025, penyidik Kejaksaan Tinggi NTB resmi menetapkan IJU sebagai tersangka bersama satu anggota DPRD NTB lainnya, Muhammad Nashib Ikroman. Keduanya diduga menerima gratifikasi terkait alokasi dana pokok pikiran (pokir) yang dikenal masyarakat sebagai “dana siluman”.
Aspidsus Kejati NTB, Muh Zulkifli Said, mengumumkan penahanan keduanya setelah menjalani pemeriksaan intensif.
“Penyidik Pidsus hari ini menahan dua tersangka kasus gratifikasi DPRD NTB,” ujarnya.
IJU ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat, sementara Nashib Ikroman ditahan di Rutan Lombok Tengah untuk 20 hari ke depan.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor, terkait penerimaan hadiah atau janji.
Kejati NTB meningkatkan status perkara setelah penyidik menemukan unsur perbuatan melawan hukum (PMH) dalam skema pengelolaan pokir 2025. Temuan tersebut kemudian diekspose di Kejaksaan Agung RI sebelum penetapan tersangka dilakukan.
Dalam proses penyidikan, jaksa memeriksa: anggota dan pimpinan DPRD NTB, pejabat Pemprov NTB, serta beberapa ahli, termasuk ahli pidana.
Salah satu penguat bukti adalah pengembalian dana siluman dari sejumlah anggota dewan yang nilainya mencapai Rp 2 miliar lebih, yang kemudian dijadikan barang bukti.
Kasus ini bermula dari Surat Perintah Penyelidikan Kejati NTB Nomor PRINT-09/N.2/Fd.1/07/2025 tertanggal 10 Juli 2025.
Pernyataan IJU pada Juli 2025 yang menegaskan ketidaktahuannya kini menjadi sorotan. Kala itu ia menyebut kewenangan pokir berada pada pimpinan dewan, bukan anggota baru seperti dirinya. Ia bahkan menyebut Ketua DPRD saat itu lebih mengetahui alur pembahasan anggaran.
Namun perkembangan penyidikan menunjukkan sebaliknya. Bukti aliran dana dan keterangan saksi mengarah pada keterlibatan IJU, hingga akhirnya ia mengenakan rompi tahanan saat keluar dari ruang Pidsus.
Kilas balik ini memperlihatkan kontras antara narasi bantahan politik dan fakta proses hukum, yang kini berujung pada status IJU sebagai tersangka.
Redaksi | SIAR POST
