BPBD Ungkap 11 Ancaman Bencana di KLU: Warga Diminta Siaga Sepanjang Tahun

Lombok Utara, SIARPOST– Kabupaten Lombok Utara (KLU) kembali menjadi sorotan setelah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merilis peta terbaru kerawanan bencana yang menunjukkan betapa kompleksnya ancaman alam di wilayah ini. Tidak kurang dari 11 jenis bencana mengintai, menempatkan KLU sebagai salah satu daerah paling rawan di Provinsi NTB.

Kepala Pelaksana BPBD KLU, M. Zaldy Rahadian, menyampaikan bahwa ancaman terbesar masih bersumber dari gempa bumi. Posisi Lombok Utara yang berada di antara Sesar Aktif Flores dan zona subduksi Indo-Australia menjadikan getaran bumi sebagai risiko yang tak pernah benar-benar hilang.

“Gempa tetap menjadi ancaman paling kritis bagi kita. Struktur geologi wilayah ini memang menempatkan KLU pada posisi ‘waspada setiap saat’,” kata Zaldy.

Tak hanya gempa, ancaman tsunami juga berada pada kategori risiko tinggi. Data BPBD menunjukkan Desa Gili Indah memiliki paparan hingga 94 persen, disusul Desa Jenggala (75%) dan Tanjung (61%). Upaya mitigasi melalui pemasangan rambu evakuasi dan peringatan dini pun terus diperkuat.

Sementara itu, wilayah perbukitan KLU juga dihadapkan pada risiko tanah longsor. Kawasan Pemenang, Gangga, Kayangan, hingga Bayan disebut memiliki tingkat kerentanan tinggi akibat kontur lahan miring, penurunan tutupan vegetasi, dan curah hujan ekstrem.

Untuk bencana hidrometeorologi, ancaman banjir dan banjir bandang masih membayangi kecamatan Pemenang hingga desa-desa yang dilintasi 10 sungai besar di Tanjung dan Gangga.

Melihat tingginya sebaran ancaman tersebut, Zaldy menekankan bahwa mitigasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. BPBD saat ini memperkuat pemetaan risiko, pembangunan infrastruktur tangguh, penyusunan regulasi, serta simulasi kebencanaan untuk masyarakat.

“Kita tidak bisa menawar kapan bumi akan berguncang atau kapan air akan naik. Tapi kita punya kuasa untuk mempersiapkan diri sebelum itu terjadi,” tegasnya.

Zaldy mengajak seluruh pihak—mulai dari pemerintah desa, lembaga pendidikan, hingga masyarakat—untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Menurutnya, bencana tak pernah memilih waktu.

“Kenali bahayanya, kurangi risikonya, siap selamat,” tutupnya.(Niss)

Exit mobile version