MATARAM, SIAR POST – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) menegaskan kesiapannya menghadapi sidang praperadilan yang diajukan para tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan fee Pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB.
Kepala Kejati NTB, Wahyudi, SH MH, saat konferensi pers di kantor Kejati NTB, Selasa (9/12/2025), menekankan bahwa langkah praperadilan adalah hak hukum tersangka sesuai undang-undang.
“Praperadilan itu hak mereka. Kami menghargai. Intinya, tim penyidik sudah siap menyampaikan seluruh data dan fakta di persidangan,” tegas Wahyudi.
Wahyudi menjelaskan bahwa penetapan status tersangka dilakukan berdasarkan fakta yang ditemukan selama proses penyidikan. Menurutnya, para tersangka yang diperiksa saat ini masih berada dalam kategori pemberi, sesuai temuan awal penyidik Pidsus.
“Mengenai penerima dana, kami berpegang pada fakta lapangan yang ditemukan penyidik. Untuk saat ini, mereka kami anggap sebagai pihak pemberi,” tambahnya.
Menurut informasi, menyebutkan bahwa tiga tersangka telah resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Tipikor Mataram. Menyikapi hal tersebut, Wahyudi memastikan bahwa seluruh tim telah menyiapkan bukti dan dokumen pendukung untuk menghadapi gugatan tersebut.
Sebelumnya, pada Senin, 24 November 2025, Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB kembali menetapkan dan menahan satu tersangka baru berinisial HK dalam kasus dugaan gratifikasi dana siluman DPRD NTB. HK sebelumnya diperiksa sebagai saksi sebelum statusnya naik menjadi tersangka.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati NTB, Muh. Zulkifli Said, SH., MH., membenarkan penetapan tersebut.
“Status HK telah kami tingkatkan dari saksi menjadi tersangka, dan hari ini resmi kami tahan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat,” jelasnya dalam konferensi pers.
Penetapan HK menyusul dua tersangka sebelumnya, IJU dan MNI, yang lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 20 November 2025. Keduanya juga naik dari status saksi setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.
Kasus gratifikasi dana siluman DPRD NTB ini mencuat setelah tim penyidik Pidsus menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD. Proses penyelidikan kemudian mengarah pada adanya transaksi dana tidak sah yang melibatkan sejumlah pihak.
Dari hasil penyidikan, penyidik telah menyita lebih dari Rp 2 miliar dan mencatat adanya pengembalian dana dari 15 orang yang diduga ikut menikmati aliran dana tersebut.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kejati NTB menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus dana siluman Pokir ini secara transparan dan profesional.
“Silakan mengajukan praperadilan. Itu hak tersangka. Yang jelas, penyidik sudah siap dengan semua bukti yang ada,” tutup Kajati Wahyudi.
Redaksi | SIAR POST
