Praktisi Politik dan Pengamat Hukum Sumbawa Minta Bawaslu Berani Mendiskualifikasikan Mo – Novi

SUMBAWA, SIARPOST – Setelah mencermati dan memperhatikan proses sidang laporan dugaan pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) yang digelar di Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Barat yang disiarkan secara langsung dan dapat diakses publik, berbagai pihak banyak menilai bahwa benar ada pelanggaran yang terjadi di Pilkada Sumbawa.

Salah satunya adalah Praktisi politik di Kabupaten Sumbawa Agus Salim yang menilai bahwa pilkada Sumbawa telah dicoreng oleh pelanggaran TSM yang dilakukan oleh Paslon nomor 4 yaitu Mo-Novi tersebut.

Ia meminta agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB harus berani dan objektif dalam memutuskan hasil Terstruktur Sistematis dan Massif (TSM red) pada pilkada Sumbawa.

“Proses persidangan itu disiarkan secara langsung. Jangankan kita sebagai orang dewasa dalam hal ini sebagai praktisi politik. Anak kecilpun faham dan akan tahu jika bawaslu akan objektif,”ungkapnya kepada wartawan media ini tadi malam (6/1/2021).

Menurutnya, bawaslu itu harus mengambil sikap betul – betul tegas jujur dan adil. Karena pasangan nomor lima ini bukan untuk mencari kemenangan. Namun, akan tetapi pasangan jarot – mokhlis akan mencari suatu keadilan dalam proses pemilu ini.

” Yang jujur dan adil (Jurdil). Kalau itu memang hasil proses persidangan Way Not. Kenapa itu tidak didiskualifikasi dan itu substansinya. Karena dari semua pakar atau ahli dari saksi fakta yang telah memberikan kesaksiannya yang dipaparkan dalam persidangan itu secara live kami sangat tahu pasti itu disampaikan seperti itu,”terangnya.

Lanjut Agus Okak sapaan akrabnya sekarang kami minta sikap bawaslu baik itu bawaslu Kabupaten maupun itu bawaslu provinsi harus berani melakukan diskualifikasi agar hal tersebut menjadi suatu sempel di seluruh indonesia dan ada beberapa daerah mengambil keputusan untuk diskualifikasi agar ada efek jera dalam proses pilkada ini dan tidak akan terjadi lagi apa yang disebut dengan tsm itu.

“Kalau besok saya menjadi Gubernur apa yang tidak bisa saya lakukan untuk adik saya jika menjadi calon pemimpin itu yang harus dilihat. Ada banyak statement orang dan kita harus jurdil. Lubernya dibilang langsung umum dan rahasia. Ok sudah berjalan. Tapi, jurdilnya ini yang kita minta,”timpalnya.

Tambah Agus, oleh karena itu pasangan jarot mokhlis ini mencari keadilan dan kami sangat apresiasi hal tersebut.

“Agar kedepan baik pemilukada ataupun pemilu apapun bentuknya dan harus berlaku seperti ini. Dan ini akan kita tunggu sebagai warga kabupaten sumbawa agar bawaslu ntb untuk bisa melahirkan keputusan yang objektif dan tidak usah ragu dan tidak usah takut. Karena ini nanti akan menjadi suatu pembelajaran politik bagi kita semua khususnya di Kabupaten Sumbawa dan umumnya di NTB bahkan ditingkat nasional,”tukasnya.

Sambung Okak kita mencari legitimasi dalam proses pemilu ini. Legitimasi ini nantinya yang kena dampaknya legitimasi tentu akan larinya ke bawaslu. Tidak bisa kita katakan legitimasi jika bawaslu tidak objektif dalam menyikapi persoalan ini.

“Dan saya akan siap untuk mengawal proses ini . Mudah – mudahan apa yang menjadi keputusannnya nanti akan memberikan nuansa baru bagi masyarakat Kabupaten Sumbawa sehingga kita itu sebagai konstentan untuk dikemudian harinya kita tidak ragu – ragu lagi untuk mengikuti proses baik legeslatif ataupun pemilukada,”bebernya.

Masih menurut agus okak agar bawaslu harus memberikan contoh. Karena didaerah lainnya juga sudah ada keputusan yang seperti itu ( mendiskualifikasikan calon red). Sekarang di NTB harus dicoba agar bisa memberikan efek jerah dan bisa jadi pembelajaran politik.

“Ini bisa lahir di Kabupaten Sumbawa dan ini akan menjadi sempel di NTB kedepan. Agar bawaslu obyektif saja tidak usah berpihak kepada kita, berpihak saja pada proses dan tahapan pemilu apa yang sudah dilakukan dan apa yang sudah dilihat, apa yang sudah rasakan dan tolong hasilnya juga harus lebih obyektif,” imbuhnya.

Pengamat Hukum Lahmuddin Zuhri Yakin Keputusan Bawaslu Berdasarkan Fakta Hukum

Pengamat hukum dari Universitas Samawa (Unsa) DR. Lahmuddin Zuhri berpendapat bahwa berbicara tentang TSM hal tersebut masuk dalam ranah administrasi.

Menurut regulasi, ada tiga kajian yang harus dilakukan/ ditemukan dan di persidangan adalah fakta hukum. Dalam hal ini fakta hukum yang dilakukan oleh termohon. Yang kedua fakta hukum ini dalam bentuk perbuatan hukum yang harus bisa dibuktikan dan dikorelasikan dengan aturan yang ada. Dan yang ketiga dari fakta hukum jadi perbuatan hukum kemudian menjadi aturan kemudian hal tersebut harus dikoneksikan dengan doktrin dengan azas hukum yang ada.

Artinya dari ketiga instrumen ini akan menjadi penentu tuntutan ada atau tidak adanya TSM.

“Yang pertama perbuatan hukumnya, konek tidak dengan aturan yang ada. Konek tidak dengan doktrin – doktrin hukum yang ada. Masing – masing pihak memiliki instrumen yang kuat untuk itu. Apakah bisa masuk dalam rana tsm atau tidak,”ungkapnya kepada wartawan media ini (7/1), kemarin.

Menurutnya, yang bisa dikatakan TSM itu adalah ada struktur yang terencanakan untuk dilakukan penyimpangan atau kejahatan pemilu. Dan hal tersebut bisa terjadi bisa dari paslon, bisa dari aparatur pemerintah bisa juga dari penyelenggara.

“Aparatur pemerintah ini bisa dari pusat hingga dari pemerintah daerah. Dan dengan struktur bisa juga paslon yang melakukannya dalam hal ini calon Bupati dan calon wakil Bupati bisa melakukan itu. Artinya apa terstruktur itu tidak harus bicara tentang ada sistimatika dari atas sampai bawah. Jika ini bisa dibuktikan bahwasannya paslon yang melakukan ini maka bisa diasumsikan ini adalah terstruktur dan bisa disebut juga kejahatan pemilu itu sudah pasti,”tandasnya.

Tambahnya, jika orang – perorangan melakukan tapi yang kemudian yang dikaji jika ini adalah tersruktur maka itulah analisa – analisa hukumnya menjadi penting.

“Boleh dikatakan sebuah perbuatan hukum itu adalah perbuatan yang terstruktur dan kemudian berbicara massif misalnya. Bahwa definisi massif itu adalah bisa mempengaruhi pemilih tidak harus sebarannya luas dan segala macam dan tidak ada hubungannya antara jumlah pemilih dengan jumlah suara yang diperoleh,”tukasnya.

Sambungnya, massif itu artinya bisa diartikan secara logis bahwa aktifitas – aktifitas yang dilakukan oleh paslon maupun tim sukses adalah bersifat dapat mempengaruhi pemilih untuk memilih paslon yang diusung.

“Jika ini massif dan terstruktur hal tersebut akan berdampak meluas. jika instrumen ini akan dijadikan analisa untuk memperkuat proses – proses yang akan dibedah nanti didalam persidangan, jika ada alat bukti yang berhubungan dengan itu baik saksi fakta maupun ahli dan alat – alat bukti lainnya seperti dokumen kemudian foto, rekaman dan segala macam ini akan menjadi penting untuk penguat untuk diputus oleh bawaslu nanti untuk diambil sebuah putusan hukum,”bebernya.

Masih menurut dekan Fakultas Hukum Unsa ini dirinya melihat bahwa komisioner bawaslu ntb orangnya independen, kapabilitasnya teruji. Artinya apa, karena pada tanggal 11 nanti akan ada putusan yang objektif nantinya yang diberikan oleh komisioner dalam memutus perkara tersebut.

“Keputusan yang obyektif ini juga apakah sudah benar melakukan analisa hukum yang ada karena obyektif ini belum juga benar menggunakan analisa hukum yang ada tetapi juga objektif tidak memihak dan segala macam. Jika berbicara memihak dan saya fikir ini relatif dan objektif. Cuman nanti analisa hukum yang bisa dijadikan dasar dalam memutuskan putusan itu. Dan saya tidak berani menyimpulkan bahwa benar atau akan salah yang terpenting adalah fakta – fakta yang ada dipersidangan itu penting untuk bisa diambil sebuah kesimpulan oleh bawaslu nantinya,” tutup Lahmuddin Zuhri.

Exit mobile version