Dugaan Mafia Tanah Dalam Birokrasi, Ketua STN Pusat Minta Kementerian ATR BPN Periksa BPN Lobar

Foto : Ketua STN Pusat Ahmad Rifa’i saat mendesak Kementerian Pertanian untuk menetapkan HPP Bawang Merah beberapa waktu lalu

/STN Minta Oknum Penerbit Sertifikat Yang Diduga Cacat administrasi Dipecat, Ini Sejumlah Kejanggalannya

Lombok Barat, SIARPOST | Ketua Serikat Tani Nelayan (STN) Pusat, Ahmad Rifa’i meminta kepada Kementerian ATR BPN untuk segera memeriksa Kantah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lombok Barat terkait dugaan penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di pantai duduk yang diduga cacat administrasi.

“Kami minta BPN Lombok Barat untuk diperiksa oleh Kementerian. Inilah yang dibilang oleh Pak Menteri bagian dari mafia tanah yaitu bisa ada dalam birokrat di BPN itu sendiri,” kata Ahmad Rifa’i lantang.

Permintaan Ahmad Rifa’i bukan tanpa alasan, dalam penerbitan sertifikat atau SHM milik Lalu Heri Prihatin di pantai duduk Batulayar Barat Lombok Barat diduga banyak aturan yang dilanggar atau mall administrasi.

Baca juga : Pasca Digusur, Pemda Lobar Akan Anggarkan Relokasi dan Bangunan Lapak Pedagang Pantai Duduk

Rifa’i mengungkapkan, pemilik lahan tidak bisa membuktikan tempat dan titik koordinat dari miliknya bahkan dari dua kali hasil pengecekan, lokasi berubah-ubah.

Rifa’i juga mengungkapkan dugaan sporadik diduga dipalsukan, karena mantan kepala desa saat itu memberikan keterangan melalui surat tertulis bahwa tidak pernah mengeluarkan sporadik atas lahan tersebut.

“Bagaimana bisa BPN mengeluarkan sertifikat ketika mantan kepala desa pun tidak tau dan mengaku tidak menandatangani sporadik dari lahan tersebut,” ujarnya.

“Untuk itu kami meminta, orang-orang yang pada waktu itu menerbitkan sertifikat agar diperiksa oleh Kementerian bahkan dipecat,” Tegasnya.

Baca juga : Klarifikasi Ombudsman RI, Kanwil BPN NTB Paparkan Cara Penyelesaian Polemik Lahan Pantai Duduk

BPN Lombok Barat juga diduga berusaha menipu masyarakat karena tidak memasang pengumuman terkait adanya sporadik atau sertifikat tersebut hingga ke desa, sehingga masyarakat tidak tau.

” Ini bagian dari pelanggaran, ini adalah peralihan dan menipu publik. Harusnya BPN pasang pengumuman. Desa dan Pemda aja tidak tau bahwa di objek tersebut ada SHM. Buktinya desa dan pemda ikut membangun di lahan tersebut,” kata Rifa’i.

Rifai berharap agar Kementerian ATR BPN hingga ke tingkat wilayah dan kabupaten tidak menutup diri gara-gara ingin menyelamatkan satu sertifikat tapi tidak berani membuka yang sebenarnya.

“Apakah BPN Lombok Barat merasa hina dengan membatalkan sertifikat tersebut padahal semua ini terang benderang,” kata nya.

Sementara itu, Kanwil BPN NTB sebelumnya juga sudah menjelaskan bahwa sesuai aturan, BPN dibatasi oleh regulasi bahwa untuk mencabut sertifikat tersebut bisa dilakukan sebelum 5 tahun sejak terbit nya. Namun opsi lain dari pada itu yaitu melalui keputusan pengadilan negeri atau pengadilan tata usaha negara.

Artinya, salah satu opsi saat ini untuk membuka dan menguji sertifikat tersebut adalah dengan jalan menggugat atau melaporkan masalah ini melalui jalur hukum. (Tim).

Exit mobile version