Terdakwa Mantan Walikota Bima, HM Lutfi (tengah) saat menunjukan alat bukti ke depan hakim di PN Tipikor Mataram, Senin (22/4/2024). Foto : Feryal
/Ini sejumlah Dakwaan yang belum jelas dan belum terbukti
MATARAM, SIARPOST | Penasehat Hukum (PH) Terdakwa mantan Walikota Bima HM Lutfi yakni Abdul Hanan SH MH, mengatakan, bahwa dakwaan yang didakwakan kepada klien nya kabur atau tidak jelas. Hal itu diungkapkan karena dari fakta persidangan hingga hari ini semua dakwaan belum bisa dibuktikan secara langsung di dalam persidangan.
Beberapa dakwaan yang belum bisa dibuktikan dalam persidangan yakni dakwaan adanya gratifikasi yang diterima oleh HM Lutfi dalam pekerjaan sejumlah proyek selama menjabat Walikota Bima.
“Jika Gratifikasi ini ada maka harus ada pemberi dan penerima nya, lantas siapa pemberi dan penerimanya, kan belum bisa dibuktikan,” ujar tim Penasehat Hukum Abdul Hanan saat dimintai keterangan usai persidangan di Tipikor Mataram, Senin (22/4/2024).
Baca juga : Sidang Lutfi, JPU Bingung Saat Diminta Tunjukan Bukti List Proyek Yang Dituduhkan ke Terdakwa
Abdul Hanan tegas mengatakan, bahwa hingga saat ini dugaan Gratifikasi yang dilakukan oleh HM Lutfi belum bisa dibuktikan.
Aliran dana yang masuk ke rekening HM Lutfi pun tidak pernah ada transfer yang mencapai ratusan juta. Bahkan terakhir beberapa rekening HM Lutfi yang disita KPK hanya berisi Rp40 juta.
Begitu juga transfer masuk ke salah satu rekening HM Lutfi, itu adalah honor sebagai Walikota seperti honor Forkopimda yang disetor oleh para ajudannya.
Selain itu, dakwaan terkait ipar dari istri HM Lutfi yakni Makdis yang diduga tinggal dan berkantor di rumah Dinas Walikota Bima, itupun tidak terbukti. Hal itu juga diperkuat oleh salah satu saksi dalam sidang minggu lalu yang memiliki ruko tempat Makdis mengontrak. Bahwa Makdis benar mengontrak ruko tersebut.
Baca juga : Akan Segera Dilantik, Tim Pansel Ungkap Siapa Calon Sekda Kabupaten Bima Definitif
Dakwaan JPU adanya Gratifikasi senilai Rp40 juta yang ditransfer oleh Makdis pada sekitar 1 Oktober 2018 yang lalu atau sebulan setelah HM Lutfi menjadi Walikota Bima. Itu juga belum bisa dibuktikan sebagai gratifikasi. Karena Makdis pun bersaksi bahwa itu adalah Hutang bukan fee proyek.
“Bagaimana mungkin langsung dibilang fee proyek, itukan belum sampai satu bulan menjabat Walikota lho dan kesaksian Makdis juga sudah jelas kemarin, itu murni utang secara kekeluargaan,” ujar Hanan.
Demikian juga dakwaan tentang dana Rp500 juta yang diduga berbeda dengan perjanjian hutang piutang antara Makdis dan istri HM Lutfi yakni Umi Elya. Abdul Hanan juga mengatakan bahwa terdakwa awalnya tidak tau masalah tersebut karena hanya diinformasikan dari istrinya.
Dana Rp500 juta tersebut untuk renovasi rumah terdakwa HM Lutfi yang dikerjakan oleh Makdis dan menurut Abdul Hanan bukan dari fee proyek.
“Terdakwa tidak tau kalau masalah itu. Karena bukan terdakwa yang bertanda tangan dan bertransaksi,” ujar Hanan.
Dalam sidang juga JPU menghujani terdakwa dengan pertanyaan terkait pengawasan HM Lutfi sebagai Walikota Bima saat itu. JPU mengatakan tidak mungkin seorang Walikota tidak mengetahui perihal proyek.
Hal itupun diklarifikasi oleh HM Lutfi saat memberikan keteranganya. Bahwa Walikota tidak secara langsung mengawasi proyek-proyek tersebut melainkan didelegasikan kepada inspektorat dan Dinas terkait yang mengawasinya.
Lutfi juga tidak mengenal dan tidak pernah bertemu langsung dengan para Pokja, kontraktor. Bahkan pertemuan dengan pejabat dan kontraktor yang membahas khusus proyek tidak pernah terjadi.
Selama Lutfi Menjabat Walikota Bima, diketahui tidak ada temuan baik dari Inspektorat maupun kejaksaan yang menjadi pengawas sejumlah program di Kota Bima. Demikian juga dengan KPK tidak pernah.***