MATARAM, SIARPOST | Mencermati unggahan Ustadz H.Syamsuddin Ahz, di media sosial belakangan ini pembaca dibuat terkaget-kaget. Kritiknya tidak sengaja tajam tapi sangat bernas. Sorotan dai muda asal Doridungga ini bertumpu pada kondisi daerah yang statis namun bercorak dinastik, di dalam 10 tahun terakhir.
Dalam pandangan Ustadz Syamsuddin, pemerintah daerah saat ini terlihat secara kasat mata warna nepotisme yang kental. “Itu menimbulkan tanda tanya,” sejumlah anggota masyarakat termasuk diri Ustadz, daerah seperti milik pribadi Dinda sekeluarga.
Tentu saja Ustadz tidak gegabah. Isu-isu korupsi dan nepotisme yang menyertai rezim ini dicermati dengan seksama. Katanya, “jika itu benar sangat mengerikan! “.
BACA JUGA : NTBCare Silaturahim Ke ASDP, Pastikan Layanan Gratis Penyebrangan Untuk Warga Tidak Mampu
Pemimpin Pondok Pesantren Al Ikhlas Doridungga ini menganut asas hukum praduga tak bersalah. Makanya dia tidak sembarang menuduh. Namun katanya sejatinya pemimpin itu sesuai dengan falsafah Bima tempo doeloe. “Edisi nahu sura dou laba dana.” Tandasnya, jangan sebaliknya, dipelintir, “Ede pu dou labo dana, kone nahu tincihi na.”
Lulusan Diploma II pendidikan guru SD Unram tahun 2001 ini peduli, ikut mengkritisi situasi pemerintah daerah semata-mata sebagai wujud cintanya pada Bima. Dalam kiprahnya yang panjang sejak 2001 sebagai pendakwah, dia merasakan denyut kehidupan masyarakat yang sederhana. Mereka tetap berusaha Survive (bertahan) dengan keadaan hidup sederhana dan bersahaja.
Di sisi lain, dalam penglihatan Ustadz terjadi penumpukan kekuasaan dan kekayaan di kalangan oknum pejabat dan penguasa. Ini tentu saja, kata dia, sangat kontras atau bertolak belakang dengan kemiskinan yang kian tinggi di Kabupaten Bima.
Belum lagi indeks pembangunan manusia yang merosot drastis, menempati urutan ke-9 dari 10 kabupaten kota di provinsi NTB.
Dinda sebagai Bupati Bima dalam dua periode jabatannya ternyata sangat tajir alias kaya. Menurut laporan harta kekayaan penyelenggara negara kepada KPK tahun 2023 mencapai Rp14,7 miliar.
BACA JUGA : Mantan Kades Gili Indah Bongkar Kebohongan Iqbal, Sebut Tak Pernah Lihat Iqbal Evakuasi Korban Gempa Lombok
“Sangat Fantastis,” ujar Ustadz Syamsuddin.
Kekayaan pribadi yang begitu besar itu, menurut Ustadz Syamsuddin bertolak belakang dengan Angka kemiskinan yang terus meroket di Bima. Kini kemiskinan di daerah ini mencapai 74,46 ribu Tahun 2022.
Potensi kekayaan Dinda akan terus menumpuk, berbanding lurus dengan posisi Dinda dan keluarga di arena politik. Kata ustadz hampir semua jabatan publik direngkuh kalangan keluarga seperti Bupati, Ketua DPRD, ketua partai, Sekda, sejumlah posisi penting, sebut misalnya Kadis.
Pertanyaannya, kata ustadz Syamsudin, mau dibawa ke mana Bima ini?. Dia menghimbau harus ada gerakan perubahan secara signifikan di daerah ini. Selanjutnya seluruh elemen masyarakat berjuang melawan feodalisme, korupsi, nepotisme, hedonisme, penumpukan kekuasaan dan kekayaan.
“Tanpa ada perubahan menyeluruh, daerah ini akan stagnan (jalan di tempat),” kata ustad Syamsudin.
Sebagai pengasuh Ponpes Ustadz H. Syamsudin memang selalu bergelut dengan masyarakat. Dirinya juga tetap berdakwah antara lain melakukan Islamisasi. Dalam 15 tahun terakhir sudah 47 orang dia mualafkan di Donggo, meliputi Mbawa, Tolonggeru, Nggeru Kopa.
BACA JUGA : Tercatat Sebanyak 121.252 Orang Hadir di Sirkuit MotoGP Mandalika
Sebagai orang asli Donggo, Ustadz sangat hati-hati dan cermat melakukan dakwah. Dirinya lebih menekankan pendekatan budaya. Bagaimanapun juga, katanya, “Mereka keluarga saya”.
Dakwah kultural itu ternyata diterima masyarakat. “Kalau saya nggak datang, mereka rindu,” ujar Ustadz tersenyum.
Hal itu bisa terjadi, kata ustadz karena dirinya mengedepankan pendekatan adat dan budaya. Sebutnya misalnya tahu menempatkan diri, seperti menghormati dan memuliakan orang yang lebih tua.
“Alhamdulillah Islam diterima baik,” Papar Ustadz Syamsudin menutup. (Obima)