Advokat Muda Desak Evaluasi Kontrak dan Penggantian Manajemen PT. STM Terkait Dugaan Pelanggaran di Kawasan Hutan Hu’u

 

Dompu, SIAR POST – Aktivitas eksplorasi tambang oleh PT Sumbawa Timur Mining (STM) di Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu, terus menjadi sorotan publik. Polemik ini bahkan telah menjadi perhatian di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kritik tajam kali ini datang dari Advokat Muda asal Desa Marada, Amirullah, SH, yang juga merupakan warga lingkar tambang di Kecamatan Hu’u. Ia menyoroti dugaan pelanggaran penggunaan kawasan hutan serta mempertanyakan transparansi dan integritas manajemen PT STM.

BACA JUGA : Terdakwa Kasus Penggelapan ASN Lombok Barat Bebas Berkeliaran, Apakah Kejari Mataram Lalai?

Dalam wawancara bersama sejumlah wartawan pada Senin, 14 April 2025, Amirullah mengungkapkan bahwa berdasarkan dokumen resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), PT STM hanya mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH) seluas 13.000 hektare. Sementara itu, total wilayah kontrak karya perusahaan mencapai 19.260 hektare.

“Yang jadi persoalan adalah, ada selisih lebih dari 6.000 hektare yang belum jelas statusnya. Apakah lahan itu masuk dalam kawasan hutan dan apakah ada izinnya? Jika tidak, maka ini jelas pelanggaran hukum,” tegas Amirullah.

 




Ia menekankan, jika perusahaan melakukan eksplorasi di luar wilayah yang telah diberi izin KLHK, maka seluruh aktivitas tersebut masuk kategori ilegal, baik secara administratif maupun secara hukum lingkungan dan kehutanan.

“UU Kehutanan dengan tegas menyatakan bahwa penggunaan kawasan hutan harus disertai izin resmi. Tanpa itu, kegiatan eksplorasi apapun adalah tindakan ilegal,” katanya.

BACA JUGA : Laporan Aktivis Badai NTB terhadap Anggota DPRD Bima Terkait Narkoba Dihentikan Polisi, Tak Cukup Bukti

Lebih lanjut, Amirullah mengungkap adanya sekitar 30 titik eksplorasi pengeboran dalam dua tahun terakhir yang kini terbengkalai tanpa reklamasi. Ia menilai tidak adanya kejelasan tindak lanjut pada titik-titik tersebut menimbulkan kecurigaan publik terhadap transparansi dan komitmen perusahaan.

“Kami mendapat informasi bahwa ada sekitar 30 titik bekas pengeboran yang belum direklamasi. Tidak ada penjelasan soal hasil eksplorasi, tidak ada rencana pengembangan, dan minim informasi ke publik,” jelasnya.

Atas temuan ini, Amirullah mendesak pemerintah pusat, terutama Kementerian ESDM dan KLHK, untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kontrak karya PT STM. Ia juga mendesak agar jajaran manajemen perusahaan, baik pusat maupun lokal, segera diganti.

“Kami melihat manajemen PT STM saat ini tidak menunjukkan integritas dalam menjalankan operasional tambang yang taat hukum dan berkeadilan. Maka sudah sewajarnya ada evaluasi total, termasuk pergantian manajemen,” tegasnya.

Amirullah yang juga mantan aktivis mahasiswa Dompu ini menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aktivitas korporasi besar. Menurutnya, hal ini bisa berdampak serius terhadap lingkungan, masyarakat lokal, hingga masa depan wilayah Dompu.

Respons PT STM

Menanggapi kritik tersebut, manajemen PT STM menyatakan bahwa pihaknya telah menjalankan semua aktivitas eksplorasi sesuai ketentuan dan prinsip transparansi.

“Transparansi kami lakukan melalui publikasi resmi di website dan media sosial perusahaan. Kami juga rutin memberikan laporan kepada pemerintah daerah, kecamatan, desa, serta instansi terkait,” ujar manajemen PT STM dalam pernyataan tertulis tertanggal 8 April 2025.

Perusahaan juga menegaskan bahwa seluruh laporan terkait Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL-UPL) dan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) telah disampaikan kepada KLHK sesuai regulasi.

Terkait sejumlah titik bekas eksplorasi, pihak perusahaan menjelaskan bahwa reklamasi belum dilakukan karena titik-titik tersebut masih direncanakan untuk digunakan kembali di masa mendatang.

“Reklamasi belum dilakukan karena kami berencana melanjutkan kegiatan eksplorasi di titik-titik tersebut pada waktu yang akan datang,” ungkap manajemen. (KMB/FR).

Exit mobile version