Wakil Gubernur NTB saat diwawancarai media di UIN Mataram Usai hadiri Halal Bihalal RKD, Minggu (20/4/2025). Dok Istimewa
MATARAM, SIAR POST | Dugaan pemecatan sepihak terhadap dua staf PT BPR NTB Perseroda Cabang Soriutu, Dompu, berbuntut panjang.
Peristiwa yang melibatkan Pimpinan Cabang dan Penyelia Penyelamatan itu kini mendapat perhatian Wakil Gubernur NTB, Indah Dhamayanti Putri, serta Lembaga Transparansi dan Advokasi NTB.
BACA JUGA : Gubernur NTB Siapkan Dua RS Tipe B di Sumbawa, Tak Perlu Lagi Rujuk ke Mataram
Saat ditemui usai menghadiri Halal Bihalal Rukun Keluarga Dompu (RKD) di UIN Mataram, Minggu (20/4/2025), Wakil Gubernur NTB mengatakan akan memverifikasi informasi terkait dugaan pelanggaran prosedur dalam pemecatan tersebut.
“Nanti kita cek. Tapi biasanya kalau sampai ada pemecatan, pasti ada surat peringatan atau permasalahan sebelumnya, hanya saja mungkin tidak diumumkan ke publik,” ujar Indah.
Ia menambahkan bahwa evaluasi akan dilakukan untuk memastikan apakah pemecatan itu benar-benar tanpa prosedur yang semestinya.
Sorotan Aktivis: Keputusan Tidak Adil, Ada Disharmoni Internal
Ketua Umum Lembaga Gerakan Transparansi dan Advokasi NTB, Suryansyah, turut angkat bicara. Menurutnya, pemecatan yang didasarkan pada SK PTDH Nomor 734 Tahun 2025 itu mengindikasikan ketidakadilan serta adanya disharmoni antara pimpinan dan bawahan.
“Ini bukan sekadar urusan administrasi, tapi menyangkut etika dan kepemimpinan yang bermartabat. Pemimpin seharusnya menjunjung tinggi prinsip keadilan,” tegas Suryansyah.
BACA JUGA : Baru Sebentar Menjabat, Kapolres Sumbawa Dikabarkan Dimutasi? Ini Kata Polda NTB!
Ia mendesak Gubernur NTB untuk mengevaluasi kinerja Direktur Utama BPR NTB dan meninjau ulang SK pemecatan. Terlebih, jika benar ada kesalahan kolektif, maka seharusnya semua pihak yang terlibat—yakni 12 staf—diberi sanksi serupa.
Dugaan Pelanggaran Prosedur: Suap atau Kesepakatan Internal?
Pemecatan ini diduga berkaitan dengan dana tambahan yang diterima dari nasabah dalam proses pelunasan kredit macet. Menurut informasi, nasabah hanya mampu membayar Rp20 juta dari total tunggakan Rp46 juta. Setelah permohonan keringanan disetujui kantor pusat, terjadi kesepakatan internal mengenai tambahan dana Rp5 juta yang kemudian dibagikan ke 12 staf.
Anehnya, hanya dua orang yang dipecat. Salah satu dari mereka, Edi Suryadi, menyatakan bahwa:
Uang pelunasan pokok telah masuk ke kantor pusat secara resmi;
Tambahan dana Rp8 juta sempat masuk ke pos pendapatan perusahaan dan dikembalikan ke rekening nasabah;
Tidak ada laporan kerugian atau keluhan dari nasabah, yang bahkan membuat surat pernyataan tidak keberatan di hadapan notaris.
“Kalau ini pelanggaran, kenapa yang lain tidak ikut diproses? Ke mana prinsip keadilan itu?” ujar Edi.
BACA JUGA : Baru Sebentar Menjabat, Kapolres Sumbawa Dikabarkan Dimutasi? Ini Kata Polda NTB!
Ia juga mengaku tidak pernah menerima teguran atau pembinaan sebelum diberhentikan secara mendadak. Saat ini, Edi mempertimbangkan jalur hukum jika tidak ada kejelasan prosedural dalam kasusnya.
Sementara itu, Direktur Utama BPR NTB, Ketut Sudarmana, belum memberikan keterangan resmi. Ia menyatakan pihaknya masih melakukan koordinasi dengan tim legal dan Biro Ekonomi Setda NTB.
Pewarta : Edo MH
Redaktur : Feryal