Bupati Sumbawa Barat H Amar (Tengah) foto bersama pegawai PPPK beberapa waktu lalu. Dok KobarKSB
Sumbawa Barat, SIAR POST | Pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, tentang pentingnya meritokrasi dalam mutasi pejabat daerah, ternyata berbanding terbalik dengan realita di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Nusa Tenggara Barat.
Di hadapan publik, Wamen menegaskan bahwa mutasi ASN harus berbasis kompetensi, bukan kedekatan politik.
“Otonomi daerah harus berjalan dengan meritokrasi, berbasis kapasitas dan kualitas SDM, bukan berdasarkan hubungan pribadi,” tegas Bima Arya dalam pernyataannya di Mataram, Jumat (25/4).
Namun di saat bersamaan, di KSB justru terjadi mutasi besar-besaran yang dinilai jauh dari prinsip meritokrasi.
Puluhan pegawai, mayoritas dari Satpol PP, dipindahkan secara mendadak ke institusi pendidikan, tanpa mempertimbangkan latar belakang dan kompetensi mereka.
BACA JUGA ; Kasama Weki, Kaneo Matani : Spirit Warga Bima di Lombok Satukan Semangat untuk Masa Depan
Dari Satpol PP Jadi Guru TK
Data yang dihimpun SIAR POST mencatat, sedikitnya 31 pegawai tidak tetap (PTT) Satpol PP KSB dipindahkan ke berbagai sekolah dasar dan taman kanak-kanak, bahkan ke daerah-daerah terpencil seperti Goa, Kelanir, dan Rarak Rongges.
Agus Tono Manca, tokoh masyarakat Dapil 3 KSB, mengecam keras kebijakan ini.
“Orang yang biasa menjaga ketertiban kini disuruh mengajar di TK tanpa latar belakang pendidikan. Ini bukan penyegaran, ini penghinaan terhadap kompetensi,” kata Agus.
Ia juga memperingatkan, jika mutasi tidak segera dievaluasi, pihaknya bersama Front Pemuda Taliwang (FPT) siap melakukan aksi besar-besaran mengepung Kantor Taliwang Center (KTC).
Dugaan Balas Dendam Politik
Tak hanya soal ketidakcocokan posisi, mutasi ini juga memicu dugaan adanya unsur balas dendam politik.
“Sebagian besar yang dipindahkan adalah pegawai yang dianggap tidak mendukung Bupati dalam proses politik lalu,” ungkap sumber internal Satpol PP yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Sejumlah akademisi hukum menilai langkah Pemkab KSB ini berpotensi masuk kategori maladministrasi, dan bisa digugat ke pengadilan.
“Mutasi seharusnya mempertimbangkan kompetensi teknis. Bila tidak, itu pelanggaran hukum administratif,” tegas seorang akademisi dari Universitas Mataram.
Pemkab Membela, Massa Tetap Menolak
Sementara itu, Pemkab Sumbawa Barat melalui Penjabat Sekda, Drs. Mulyadi, M.Si, membela keputusan mutasi ini sebagai bagian dari “penyegaran birokrasi”.
Namun, alasan itu dianggap tidak masuk akal oleh para demonstran.
“Kalau mau tingkatkan kinerja, kenapa tukang jaga ketertiban malah disuruh ngajar anak TK?” seru Beni Muhammad Rifai dari FPT saat aksi unjuk rasa, Kamis (24/4).
Antara Slogan dan Realita
Polemik mutasi ini menjadi preseden buruk di masa pemerintahan Bupati H. Amar Nurmansyah.
Slogan “Pariri Lema Bariri” (Memperbaiki Kehidupan Rakyat) yang dulu dikibarkan kini berubah ejekan menjadi “Pariri Lema Berari” (Membuat Rakyat Lari) di kalangan masyarakat.
Kini, publik KSB menunggu: apakah prinsip meritokrasi yang digaungkan pemerintah pusat benar-benar akan ditegakkan, ataukah birokrasi daerah tetap berjalan dalam pola lama: loyalitas di atas kompetensi.
Pewarta : Edo | Redaktur : Feryal