Gubernur NTB Desak Menteri ESDM Beri Relaksasi Ekspor PT AMNT, Ekonomi Daerah Tertekan

 

Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal saat diwawancarai media beberapa waktu lalu. Dok screenshot video medsos

Mataram, SIAR POST – Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) mengambil langkah cepat dengan secara langsung meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memberikan relaksasi ekspor konsentrat tembaga bagi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).



Permintaan ini disampaikan menyusul anjloknya ekonomi NTB akibat mandeknya ekspor tambang, yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan daerah.

“Saya sudah bertemu langsung dengan Pak Menteri Bahlil dua minggu lalu. Saya minta secara resmi agar PT AMNT diberikan relaksasi ekspor dalam jumlah dan waktu tertentu, karena kalau tidak segera ditangani, tahun depan bagi hasil dari sektor tambang bisa nol,” tegas Gubernur NTB.

Permintaan relaksasi ini didasari oleh situasi kritis di lapangan. Smelter PT AMNT yang baru diresmikan tahun lalu, saat ini hanya mampu beroperasi pada kapasitas 40%.

BACA JUGA : Diduga Terlibat Korupsi Shelter Tsunami, Kadis PUPR NTB Didemo AMPI: Minta Kejati dan Polda Segera Bertindak!

Bahkan dalam sebulan terakhir, smelter tersebut mengalami shutdown total akibat kendala teknis yang masih dalam proses investigasi.

Akibatnya, produksi tambang terhenti, hal ini menimbulkan penumpukan konsentrat yang tidak dapat diekspor, karena izin ekspor telah dihentikan sejak smelter mulai beroperasi.



Situasi ini bukan hanya dialami AMNT, perusahaan tambang besar lain seperti Freeport juga mengalami hal serupa.

Pukulan Ekonomi NTB: Kontraksi Nyata di Triwulan I 2025

Kondisi ini memperparah tekanan ekonomi NTB. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami kontraksi sebesar 2,32% (q-to-q) dan 1,47% (y-on-y) pada Triwulan I 2025.

BACA JUGA : Aktivis Lombok Akan Hadang Mobilisasi ke Pulau Sumbawa, Kecam Aksi oleh KP4S: Dinilai Ganggu Stabilitas dan Langgar Aturan

Nilai ekspor luar negeri NTB selama Januari–Maret 2025 tercatat hanya US$ 17,45 juta, merosot tajam dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 573,33 juta.

Kepala BPS NTB, Wahyudin, menyebutkan bahwa kontraksi ini dipicu oleh mandeknya ekspor sektor tambang yang menyumbang hampir 20% terhadap PDRB NTB. “Ketika ekspor tambang berhenti, ekonomi daerah langsung terpukul,” ujarnya dalam konferensi pers awal Mei 2025.



Menariknya, jika sektor pertambangan dikeluarkan dari perhitungan, ekonomi NTB justru tumbuh positif 5,57%, bahkan sektor pertanian menunjukkan kinerja gemilang dengan pertumbuhan di atas 10%.

Hal ini menunjukkan bahwa sektor non-tambang memiliki ketahanan, meskipun belum cukup untuk menambal kerugian dari sektor ekstraktif.

BACA JUGA : Ribuan Massa Cipayung Plus Bima Blokade Jalan Tuntut Pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa, Aksi Jilid 2 Siap Digelar!

Suara Masyarakat: “Ekspor Adalah Nafas Hidup Kami”

Sorotan juga datang dari masyarakat sipil. Muhammad Sahril Amin, Koordinator Front Pemuda Taliwang (FPT), menyatakan bahwa penghentian ekspor tambang tidak hanya berdampak pada angka-angka statistik, tetapi langsung menghantam sendi-sendi kehidupan masyarakat di lingkar tambang seperti di Kabupaten Sumbawa Barat.

“Kontraksi itu bukan hanya data. Itu artinya sopir truk berhenti bekerja, buruh pelabuhan kehilangan penghasilan, pedagang kecil merugi, dan UMKM kehilangan pasar,” ujar Sahril.

Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak menolak hilirisasi, tapi menginginkan solusi realistis. “Smelter itu bagus untuk jangka panjang, tapi ekonomi masyarakat tidak bisa menunggu. Pemerintah harus beri ruang agar ekspor bisa berjalan lagi, setidaknya sementara, sambil proyek smelter terus dibenahi,” tambahnya.



Pemerintah pusat melalui Menteri ESDM sebelumnya, Arifin Tasrif, pernah menyampaikan bahwa ekspor tambang tetap dimungkinkan selama selaras dengan kebijakan hilirisasi dan dilakukan secara bertanggung jawab.

Dalam Rakornas Minerba akhir 2024, ia menyatakan bahwa pemerintah tengah menyiapkan mekanisme ekspor terbatas yang tetap menjaga prinsip nilai tambah dan keberlanjutan lingkungan.

BACA JUGA : Komisi II DPR RI Soroti Dugaan Konspirasi Jahat Oknum BPN dan Hakim PN Sumbawa dalam Kasus Konsinyasi Jalan Samota

“Kita tidak bisa menutup mata terhadap pentingnya ekspor bagi perekonomian daerah. Pemerintah sedang menyiapkan skema agar ekspor bisa berjalan kembali, sembari memastikan arah hilirisasi tidak terganggu,” ungkap Arifin.

Hingga akhir Mei 2025, belum ada keputusan resmi dari pemerintah terkait permintaan relaksasi ini. Namun sinyal positif dari pusat dan desakan kuat dari daerah membuka ruang kompromi yang dinanti banyak pihak.

“Masyarakat tidak anti pembangunan. Tapi mereka butuh kepastian hari ini. Jika tidak ada solusi jangka pendek, ekonomi NTB bisa lumpuh lebih dalam,” tutup Sahril Amin.

Redaksi__

Exit mobile version