Miliaran Rupiah Hilang? BPK Temukan Kejanggalan Pajak Hotel, Restoran dan Parkir di Sumbawa Barat

Foto juru Parkir. Ilustrasi

MATARAM, SIAR POST | Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2024 yang menunjukkan pendapatan pajak daerah mencapai angka fantastis Rp106.869.886.739,00, seolah-olah menggambarkan keberhasilan pengelolaan keuangan daerah.



Namun, di balik angka tersebut, sebuah investigasi mendalam mengungkap realitas yang jauh lebih kompleks dan mengkhawatirkan.

BACA JUGA : Ratusan Petani Gugat Pemda Sumbawa: Lahan 130 Hektar Dirampas untuk Batalyon TNI

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membongkar celah hukum, ketidakpatuhan wajib pajak yang masif, dan sistem pengelolaan pajak yang bermasalah di Sumbawa Barat. Kerugian negara yang potensial pun menjadi sorotan utama.



Salah satu temuan paling mengejutkan adalah pengelolaan Pajak Parkir yang sangat tidak tertib. Dari 12 lokasi parkir yang dikenakan pajak, sebanyak 11 lokasi menggunakan kesepakatan lisan untuk menentukan tarif, tanpa dasar perhitungan yang jelas dari nilai peredaran usaha.

Praktik ini jelas melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Contohnya, kesepakatan lisan untuk tarif parkir di Pasar Tana Mira Taliwang hanya Rp1.500.000 per bulan.

Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan potensi pendapatan sebenarnya yang bisa dihimpun jika sistem penarikan pajak parkir dijalankan secara transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Ketidakjelasan ini membuka peluang terjadinya penyimpangan dan kerugian negara yang signifikan.

BACA JUGA : Geger di Bima! Suami Grebek Istri Berstatus ASN Bersama Pria Lain, Lapor Polisi soal Dugaan Persetubuhan

BPK pun merekomendasikan agar Pemkab Sumbawa Barat memastikan penyetoran Pajak Parkir didasarkan pada perhitungan sendiri oleh wajib pajak, dan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk mendapatkan kepastian status aktivitas parkir di area yang dikelolanya.



BPHTB: Ketidaksesuaian Perhitungan dan Pelaporan yang Lamban

Temuan BPK juga mengungkap ketidaksesuaian perhitungan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) pada pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Terdapat tiga transaksi BPHTB yang seharusnya tidak dikenakan NPOPTKP, namun tetap dikenakan, mengakibatkan kekurangan penerimaan senilai Rp7.214.802,00.

Selain itu, transaksi BPHTB dari notaris KM pada bulan Mei dan Oktober 2024 belum dilaporkan, sehingga potensi denda sebesar Rp2.000.000,00 belum tertagih. Kelemahan sistem dan pengawasan yang lemah menjadi penyebab utama permasalahan ini.

BACA JUGA : https://siarpost.com/2025/06/23/provinsi-ntb-raih-wtp-ke-14-kali-berturut-turut-gubernur-iqbal-ini-amanah-rakyat/

Pajak Hotel dan Restoran: Ketidakpatuhan Pelaporan SPTPD

Sistem pelaporan pajak online, SIMTAX, yang digunakan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumbawa Barat juga disorot karena kelemahannya. Sistem ini tidak mampu menyajikan informasi peredaran usaha dan status pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) secara lengkap.

Akibatnya, TPPPP kesulitan mengawasi kepatuhan wajib pajak, dan terdapat ketidakpatuhan pelaporan SPTPD yang signifikan pada Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Perhotelan (3,85%) dan PBJT Makan Minum (59,64%).



Angka ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dan kepatuhan wajib pajak di sektor ini, mengakibatkan potensi kerugian negara yang sangat besar.

SIMTAX: Sistem yang Belum Optimal dan Membuka Peluang Korupsi

Kelemahan sistem SIMTAX, yang tidak mampu memberikan informasi yang komprehensif terkait kepatuhan pelaporan SPTPD, merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi.

Sistem yang tidak optimal ini tidak hanya menghambat pengawasan, tetapi juga membuka peluang terjadinya korupsi dan penyimpangan.

BPK pun merekomendasikan agar Bapenda Sumbawa Barat segera menyempurnakan aplikasi SIMTAX agar dapat mengakomodir data dan informasi terkait kepatuhan pemenuhan SPTPD wajib pajak.

BACA JUGA : Pemilik Biliar di Mataram Geram: Diduga Dipalak Oknum POBSI, Fun Match Diancam Batal

Temuan BPK ini menunjukkan betapa krusialnya reformasi sistem dan peningkatan pengawasan dalam pengelolaan pajak di Sumbawa Barat.

Tidak hanya memperbaiki sistem pelaporan, tetapi juga penegakan hukum yang tegas terhadap wajib pajak yang tidak patuh dan petugas yang lalai dalam menjalankan tugasnya, sangat diperlukan untuk meminimalisir kerugian negara dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan daerah.

Ke depan, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah harus menjadi prioritas utama.

Redaksi____

Exit mobile version