Lombok Tengah, SIAR POST | Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan perhatian serius atas dugaan penggusuran secara sewenang-wenang terhadap bangunan dan usaha milik warga pesisir Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.
Peristiwa tersebut diduga terjadi pada 15 Juli 2025 sebagai bagian dari proyek pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, khususnya untuk pembangunan hotel mewah oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
Dalam keterangan pers resmi bernomor 43/HM.00/VII/2025 yang dirilis pada 17 Juli 2025, Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menegaskan bahwa penggusuran tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak atas tempat tinggal yang layak, hak atas rasa aman, dan hak milik pribadi.
BACA JUGA : Ketua Sasaka Serukan Boikot ITDC: Rakyat Sasak Siap Lawan Penggusuran di Tanjung Aan!
Berdasarkan informasi awal yang diterima Komnas HAM, proses penggusuran dilakukan tanpa musyawarah yang adil dan transparan antara pemerintah, korporasi, dan warga terdampak.
Bahkan, disebutkan bahwa warga tidak diberi ganti rugi yang layak atau tawaran relokasi. Sebaliknya, mereka justru diintimidasi dan dipaksa mengosongkan lokasi dengan tindakan yang dinilai represif oleh aparat gabungan.
“Norma hak asasi manusia mengharuskan negara menjamin setiap orang berhak hidup sejahtera, bertempat tinggal, dan tidak kehilangan hak miliknya secara sewenang-wenang,” tegas Anis Hidayah.
ITDC dan Proyek Hotel di Tanjung Aan
Pantai Tanjung Aan, yang terkenal dengan pasir merica putih dan ombak landainya, telah lama menjadi target pengembangan pariwisata skala internasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, ITDC gencar memasarkan kawasan Mandalika sebagai destinasi wisata premium di Asia Tenggara.
BACA JUGA : Serikat Mahasiswa Tolak Penggusuran Tanjung Aan oleh ITDC: “Tanah Ini Milik Rakyat, Bukan Investor!”
Salah satu proyek terbaru yang tengah didorong adalah pembangunan hotel-hotel mewah di sepanjang pesisir Tanjung Aan, termasuk oleh investor asing.
Namun, perluasan proyek ini menuai kecaman luas, terutama karena keberadaan warga lokal yang telah lama menetap dan menggantungkan hidup dari usaha kecil seperti warung makan, penyewaan papan selancar, dan homestay sederhana.
Para warga menilai, proyek pariwisata hanya menguntungkan investor dan pemilik modal, sementara mereka dipinggirkan dan tidak mendapatkan kejelasan mengenai masa depan mereka.
Komnas HAM mendesak Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah untuk mengedepankan prinsip due diligence berbasis HAM dalam proses pembangunan.
Hal ini meliputi penghormatan terhadap hak milik, akses informasi, dan persetujuan masyarakat terdampak.
Komnas HAM juga memperingatkan agar tidak ada tindakan intimidasi, kekerasan, atau pemaksaan oleh aparat keamanan. Negara wajib menjamin keamanan dan kebebasan berekspresi warga yang menolak penggusuran.