Mataram, SIAR POST – Kebakaran Gedung DPRD NTB yang menghanguskan ruang sidang utama ternyata tidak menyurutkan semangat legislator untuk tetap bekerja. Panitia Khusus (Pansus) II DPRD NTB yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan memutuskan memindahkan ruang sidang ke Masjid Kantor DPRD NTB, Rabu (3/9/2025).
Rapat darurat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Pansus II, H. Didi Sumardi, S.H., dan dihadiri sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Dinas Pariwisata NTB, Dinas Perhubungan NTB, serta Biro Hukum Setda NTB.
BACA JUGA : Oknum DPRD NTB Diduga Gelapkan Iuran Partai Rp119 Juta, Rekan Satu Partai Laporkan ke Polisi!
Suasana sidang yang digelar di dalam masjid itu berjalan serius dengan pembahasan teknis penyempurnaan draf Ranperda.
Namun, langkah para wakil rakyat itu justru memicu sorotan warganet. Sejumlah komentar di media sosial menyebutkan bahwa masjid sebaiknya tidak dijadikan tempat membahas hal-hal yang berbau duniawi, apalagi terkait isu sensitif seperti fee pokir (pokok pikiran anggota dewan).
“Kalau memang terpaksa pakai masjid, sebaiknya jangan ada lagi bahasan yang mungkar. Rumah Allah harus melahirkan keputusan-keputusan yang makruf, bukan bahas fee pokir,” tulis salah satu tokoh pemuda Rusdan Ebit, dalam unggahannya WhatsApp grup.
Bagaimana Aturan Syariat?
Dalam tradisi Islam, masjid memang bukan sekadar tempat shalat. Sejak masa Rasulullah SAW, masjid juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, musyawarah umat, bahkan pengambilan keputusan penting untuk kemaslahatan masyarakat.
Meski demikian, syariat memberi batas tegas. Nabi Muhammad SWA melarang masjid dijadikan tempat jual beli atau membicarakan perkara yang sia-sia. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
“Apabila kamu melihat orang berjual beli di masjid, maka katakanlah: ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada perniagaanmu.’ Dan apabila kamu melihat orang mengumumkan barang hilang di dalam masjid, maka katakanlah: ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu’.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa’i).
BACA JUGA : Geger di Bima! Suami Grebek Istri Berstatus ASN Bersama Pria Lain, Lapor Polisi soal Dugaan Persetubuhan
Artinya, pembahasan yang bersifat maslahat umat diperbolehkan, tetapi pembicaraan yang hanya berorientasi pada kepentingan duniawi atau kepentingan pribadi jelas dilarang.
Pandangan Ulama
Ketua MUI Pusat, KH. Cholil Nafis, pernah menegaskan dalam sebuah wawancara yang dimuat Kompas (25/4/2022), bahwa masjid boleh digunakan untuk musyawarah umat selama untuk kebaikan, bukan untuk kepentingan politik praktis atau transaksi duniawi.
“Masjid adalah tempat yang mulia. Kalau ada rapat yang membahas kemaslahatan masyarakat, insyaAllah boleh. Tapi kalau bahas politik praktis, apalagi uang-uangan, itu jelas tidak boleh diadakan di masjid,” ujar KH. Cholil Nafis.
Hal senada juga pernah disampaikan Ketua PWNU NTB, TGH. Mahsun Rahman, dalam pemberitaan Suara NTB (12/3/2023). Ia mengingatkan agar masjid tidak kehilangan fungsi utamanya sebagai tempat ibadah.
BACA JUGA : Tender SPAM Lombok Barat Diduga “Dikunci” untuk Pemenang Tertentu, KUAT NTB Siap Laporkan ULP-Pokja ke Polda
LANJUT HALAMAN BERIKUTNYA