Lombok Utara, SIARPOST— Gelombang penolakan terhadap rencana pembangunan tambak udang di wilayah pesisir Desa Sambik Bangkol, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, semakin menguat.
Sejumlah perwakilan komunitas nelayan, tokoh masyarakat, dan organisasi perempuan pesisir menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan jika proyek tersebut tetap dilanjutkan.
BACA JUGA : Angka Kemiskinan di Lombok Utara Turun 3,22 Persen
Ketua KASTA Lombok Utara yang hadir bersama perwakilan kelompok nelayan mengatakan, kedatangan mereka ke kantor pemerintah daerah merupakan tindak lanjut dari surat yang telah dilayangkan beberapa minggu lalu.
Tujuannya, untuk mencari solusi dan menyampaikan langsung aspirasi masyarakat yang menolak pembangunan tambak tersebut.
“Kami datang dengan itikad baik untuk berdiskusi dan mencari jalan keluar terbaik. Banyak nelayan dan masyarakat yang resah dengan rencana pembangunan tambak udang di Koloh Penggolong, Desa Sambik bangkol,” ujarnya.
Ia menegaskan, penolakan muncul bukan tanpa alasan. Masyarakat menilai pengelolaan tambak berpotensi mencemari lingkungan karena pembuangan limbah yang tidak sesuai standar.
Hal itu juga disampaikan oleh Azam, perwakilan nelayan yang turut hadir dalam pertemuan tersebut. Menurutnya, limbah tambak yang dibuang secara terbuka tanpa saluran pipa bisa mencemari perairan dan merusak ekosistem laut tempat nelayan menggantungkan hidup.
“Pembuangan limbahnya jauh dari standar. Air buangan itu langsung mengarah ke pasir tanpa pipa dan tanpa pengolahan. Kami khawatir ini akan mencemari laut dan merusak habitat ikan,” ungkapnya.
BACA JUGA : Ketua Bhayangkari Lombok Utara Raih Penghargaan Donor Darah ke-41
Azam juga menyinggung adanya insiden meninggalnya seorang pekerja tambak yang hingga kini belum mendapat perhatian serius dari pihak terkait.
“Fakta di lapangan menunjukkan ada masalah serius, termasuk keselamatan kerja. Ini juga harus menjadi pertimbangan pemerintah sebelum memutuskan apakah proyek tambak ini layak diteruskan atau tidak,” tambahnya.
Sementara itu, Siti Fatimah, Ketua Persatuan Perempuan Pesisir Lombok Utara, menyoroti dampak jangka panjang dari aktivitas tambak terhadap perempuan dan keluarga nelayan. Ia baru saja menghadiri konferensi tentang lingkungan dan perikanan di Filipina, di mana isu serupa juga menjadi perhatian banyak negara pesisir.
“Dampak limbah organik dari tambak sangat besar, terutama bagi perempuan nelayan yang semakin kesulitan mencari hasil laut. Sekarang saja ikan makin jauh, dan tempat mencari ikan yang dulu subur kini mulai berkurang,” kata Siti.
Ia menegaskan, pembangunan ekonomi harus sejalan dengan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. “Kalau laut rusak, perempuan pesisir dan keluarga nelayan yang paling merasakan akibatnya,” ujarnya.
Para perwakilan nelayan dan perempuan pesisir berharap pemerintah daerah mendengar aspirasi mereka dan meninjau ulang izin serta rencana pembangunan tambak udang tersebut. Mereka menegaskan, pembangunan harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan tidak hanya menguntungkan pihak tertentu.( Niss)