Doa Para Santri Dusun Padak Terjawab, Iwan Panjidinata Siap Perjuangkan Jalan yang Layak

SUMBAWA, SIAR POST — Di tengah lumpur dan jalan rusak yang setiap hari mereka lalui, para santri di Pondok Pesantren Yayasan Darul Qur’an Ezzat Al Salimi, Dusun Padak, Desa Lekong, Kecamatan Alas, Sumbawa, tetap melangkah teguh. Langkah kecil itu bukan sekadar perjalanan menuju pondok, tapi perjalanan menuju ilmu dan masa depan.

Namun, kini asa mereka kian besar. Harapan mulai menyala setelah anggota DPRD NTB dari Fraksi Gerindra, Iwan Panjidinata, turun tangan merespons langsung keluhan mereka.

Politisi asal Sumbawa Barat yang dikenal dekat dengan masyarakat kecil ini akan memperjuangkan dan membantu pembangunan jalan menuju pondok tersebut melalui dana pokok pikiran (pokir) miliknya pada tahun anggaran depan.

“InsyaAllah, semoga kita semua bisa membantu kesulitan dan keluhan para santri ini di tahun depan. Ini sangat bermanfaat bagi anak-anak, agar mereka tidak lagi takut dan mudah pulang pergi di jalan ini,” ujar Iwan Panjidinata dengan nada haru, Rabu (12/11/2025).

Menurutnya, masalah akses jalan bukan persoalan sepele. Bagi anak-anak santri, jalan yang layak adalah syarat untuk menuntut ilmu dengan tenang. Tanpa itu, banyak di antara mereka yang terhambat belajar, terutama saat musim hujan.

“Akses jalan ini sangat urgent. Anak-anak harus bisa menimba ilmu dengan tenang. Orang tua khawatir setiap kali hujan turun karena jalannya licin dan rusak. InsyaAllah tahun depan kita bantu perbaiki,” tegas Iwan.

Sejak berdiri tahun 2017, Pondok Pesantren Darul Qur’an Ezzat Al Salimi menjadi tempat belajar bagi lebih dari seratus santri, sebagian besar anak yatim dan keluarga kurang mampu. Mereka datang dari berbagai pelosok Alas dan Alas Barat, menempuh jalan berlumpur demi menimba ilmu agama.

“Kalau hujan, kadang ada yang jatuh. Tapi tidak ada pilihan lain, harus lewat jalan itu,” kata Agustiana, pimpinan pondok, sambil tersenyum pasrah.

Di pondok yang sederhana itu, para santri belajar Al-Qur’an, tafsir, hadis, fiqih, akidah akhlak, hingga sejarah Islam — semuanya tanpa dipungut biaya.

“Dari awal berdiri sampai sekarang, kami tidak pernah memungut biaya. Pondok ini memang untuk anak-anak yang tidak mampu, supaya mereka bisa belajar agama tanpa beban,” ujarnya.

Namun, perjuangan mereka sering diuji oleh alam. Saat hujan datang, jalan tanah berubah menjadi kubangan lumpur. Sepeda motor sulit lewat, bahkan berjalan kaki pun harus ekstra hati-hati agar tidak tergelincir.

Rusmini, salah satu ustazah, sering kali harus menenteng kitab suci dan alat tulis sambil berjalan di jalan licin itu.

“Kalau hujan, becek sekali. Tapi demi anak-anak, kami tetap datang. Kami berharap ada yang peduli, entah pemerintah atau dermawan, supaya jalan ini bisa diperbaiki,” ucapnya lirih.

Setiap sore, suara lantunan ayat suci dari pondok sederhana itu menggema. Suara itu menembus pepohonan dan sawah di Dusun Padak, membawa kesejukan di tengah keterbatasan.

Program kemanusiaan NTBCare ikut menyoroti perjuangan santri di sana.

Exit mobile version