KARANGASEM, SIAR POST — Proses perizinan Galian C sejatinya bukan hal sederhana. Berdasarkan aturan, setiap pelaku usaha wajib memulai dari pendaftaran Nomor Induk Berusaha (NIB), memastikan jenis usahanya sesuai bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan, serta melanjutkan dengan pengajuan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Tak berhenti di situ, pengusaha tambang juga harus memiliki RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) yang disetujui pemerintah, serta izin AMDAL atau UKL-UPL sebagai bukti kepatuhan lingkungan.
Tanpa semua syarat ini, aktivitas tambang otomatis ilegal dan bisa dijerat pidana hingga 5 tahun penjara sesuai UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan realitas yang jauh berbeda.
Di Kabupaten Karangasem, Bali, diduga banyak galian yang beroperasi tanpa izin lengkap, bahkan tanpa izin lingkungan. Ironisnya, sebagian di antaranya tetap beroperasi terang-terangan, memasang mesin crasher dan melakukan pengiriman material ke berbagai proyek besar.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar. Bagaimana mungkin aktivitas pertambangan yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat administrasi dan lingkungan bisa berjalan tanpa hambatan?
Dugaan pun mengarah pada adanya “permainan kotor” di balik meja. Sejumlah sumber di lapangan menyebut, sebagian tambang ilegal bisa beroperasi karena adanya jual beli faktur di pos portal resmi. Faktur ini, yang seharusnya hanya bisa dikeluarkan dari tambang berizin, justru bisa “dibeli” oleh sopir dari tambang ilegal agar bisa melintas tanpa masalah.
Seorang sopir truk dari Bangli bahkan viral setelah mengaku membeli faktur palsu dari petugas portal dengan harga yang naik tiba-tiba dari Rp250 ribu menjadi Rp300 ribu.
“Saya ambil material dari tambang tanpa izin, biasanya bisa beli faktur di portal. Tapi sekarang harganya naik. Makanya saya viralkan,” ujarnya dalam video yang ramai di media sosial.
Nama inisial KS (inisial samaran), petugas portal asal Banjar Dinas Pande, kini menjadi buah bibir warga. Ia disebut-sebut sebagai “ketua juru” atau koordinator lapangan yang mengatur aliran uang dari ratusan truk pengangkut material setiap hari.
Dalam dua tahun terakhir, gaya hidup KS berubah drastis. Rumahnya berdiri megah di tebing dengan penyengker kokoh bernilai sekitar Rp1 miliar, dihiasi lima mobil dan belasan motor. Semua ini memicu kecurigaan publik akan sumber kekayaan yang tak sebanding dengan pekerjaannya.
Pejabat Daerah Bungkam, Publik Curiga Ada yang Dilindungi
Media ini telah berupaya meminta konfirmasi dari Bupati Karangasem dan Kapolres Karangasem terkait maraknya tambang ilegal dan dugaan praktik “setoran berjenjang”. Namun hingga berita ini diterbitkan, keduanya bungkam. Tidak satu pun memberikan klarifikasi.
Diamnya para pejabat ini menimbulkan spekulasi liar. Publik mulai menduga ada pihak-pihak kuat yang dilindungi, atau setidaknya, pembiaran sistematis terhadap bisnis tambang ilegal yang telah menimbulkan kerugian besar bagi negara dan kerusakan lingkungan yang parah.
Kepala BPKAD Karangasem, I Nyoman Siki Ngurah, saat dikonfirmasi, menyebut pihaknya telah melakukan pembinaan terhadap seluruh petugas portal. “Kalau ada pungutan atau faktur tidak sesuai aturan, itu pelanggaran berat,” ujarnya.
Namun, di lapangan, praktik tersebut masih marak. Dugaan adanya “setoran” dari tambang ilegal kepada oknum tertentu membuat pengawasan berjalan tumpul. Hukum seolah hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.
