Sembalun, SIAR POST — Pemerintah Kabupaten Lombok Timur akhirnya menghentikan dan menutup paksa aktivitas pengerukan ilegal bukit di kawasan Sembalun,dengan memasang plang segel bertuliskan “KEGIATAN DI LOKASI INI DIHENTIKAN SEMENTARA KARENA BELUM MEMILIKI DOKUMEN PERIZINAN.” Pada, Rabu, (01/10).
Langkah ini diambil setelah keresahan warga dan komunitas lingkungan terus menguat, menyusul maraknya pengerukan yang dilakukan tanpa izin.
Tim gabungan dari Satpol PP, Dinas Perizinan, DLHK, PUPR, Muspika Sembalun, serta aktivis lingkungan turun langsung ke lokasi dan menyegel enam titik pengerukan yang dinilai melanggar aturan.
BACA JUGA : Angka Kemiskinan di Lombok Utara Turun 3,22 Persen
“Sudah dilakukan penutupan pada enam titik lokasi, termasuk yang sebelumnya ditutup minggu lalu. Semua ini demi menegakkan aturan yang berlaku,” ujar Camat Sembalun, H Masri.
Enam titik tersebut meliputi: Bukit Pergasingan milik Kedai Sawah, di bawah Taman Surga milik warga Mataram, Taman Bunga milik Ali BD mantan bupati Lombok Timur, Taman Bunga di atas tikungan, serta dua titik lain termasuk milik H Idris.
Kepala Satpol PP Lotim, Selamat Alimin, menegaskan bahwa seluruh aktivitas tersebut tidak memiliki izin resmi.
“Kami berkesimpulan bahwa semua aktivitas pengurukan ini tidak memiliki izin. Nah dengan dasar itulah kami bersama tim diperintahkan oleh Pak Bupati untuk mengecek langsung ke lokasi,” tegasnya.
Ia juga mengatakan lokasi-lokasi tersebut berpotensi terjadina bencana alam yang mengancam masyarakat.
“Rata-rata dari beberapa lokasi ini potensi banjir sangat tinggi karena struktur tanahnya rata-rata tanah labil berpotensi longsor. Kalau dibiarkan, yang kena dampak masyarakat sekitar,” ujarnya.
Staf Khusus Bidang Pariwisata Lotim, Ahmad Roji, menyampaikan bahwa investasi pariwisata tetap disambut baik, namun harus tunduk pada regulasi.
BACA JUGA : Polemik Pengerukan Bukit Sembalun, Warga Resah, Camat Beberkan Fakta Mencengangkan
“Dalam konteks pariwisata kita welcome sama investasi. Tetapi kemudian harus memperhatikan juga aspek-aspek yang diatur oleh negara,” tandasnya.
Penertiban ini juga merupakan respons atas desakan komunitas lingkungan seperti KPLH-SEMBAPALA dan Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun.
Ketua KPLH-SEMBAPALA, Rijalul Fikri, menyebut bahwa hampir semua titik pengerukan melanggar Perda RT RW Nomor 2 Tahun 2012.
“Walaupun itu misalnya milik pribadi tetapi sifatnya tidak absolut, tidak tanpa batas,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa kawasan lindung tidak boleh dialihfungsi tanpa kajian AMDAL, terutama pada lereng dengan kemiringan 40 persen ke atas.
Komunitas mendesak pemerintah untuk memperkuat pengawasan, menerbitkan regulasi turunan seperti Perdes, mewajibkan kajian AMDAL untuk setiap alih fungsi lahan, dan memberlakukan moratorium hingga ada kepastian hukum dan pengesahan RDTR Sembalun.
Sembalun kini berada di titik genting. Di satu sisi, geliat ekonomi dan pariwisata terus bergerak. Di sisi lain, kelestarian alam dan keselamatan warga terancam.
Jika pembangunan terus dilakukan tanpa kendali, maka yang tersisa bukanlah kemajuan, melainkan kerusakan yang diwariskan kepada generasi berikutnya. (*)