/Aditya mengaku uang belanjanya hanya 100 ribu perbulan
Mataram, SIARPOST – Muhammad Aditya (15) adalah seorang santri di Pondok Pesantren Ma’rif Al-Qodir Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah, ia berasal dari Dompu dan saat ini duduk di bangku Kelas 2 MTS.
Walaupun jauh dari orang tua, tidak menghalangi Aditya semangat untuk meraih prestasi di pesantren tempat ia belajar. Aditya berasal dari Kecamatan Woja Kabupaten Dompu.
“Saya dapat juara 1 lomba Murottal Qur’an dan juara lomba pidato tingkat MTS,” ujar Aditya saat ditemui di dekat pesantren tempat ia bermain.
Di pesantren tersebut Arif rupanya tidak sendirian, ada juga tiga orang santriwati yang juga berasal dari Dompu dan menimba ilmu di pesantren Ma’rif Al-Qodir.
Cita-cita Aditya adalah menyelesaikan hafalan Al-Quran sampai selesai. Saat ini dia baru menghafal sampai Juz ke 4 dan menargetkan tuntas sampai 5 Juz pada kelas 3 MTS nanti.
Baca juga : PUPR Lombok Tengah Akan Hotmix 90 km Jalan dan Garap Satu Jembatan Tahun Ini
Kehidupan Aditya di pesantren terlihat sangat sederhana, dari pakaian sampai tutur kata yang sopan terlontar dari setiap ucapannya. Bahkan uang jajannya perbulan hanya Rp100 ribu saja.
Tapi ia mengaku uang jajan sebanyak itu sudah cukup untuknya setiap bulan.
“Orang tua kirim 100 ribu saja perbulan, itu sudah cukup, biasa saya juga dikasih pak Aba,” katanya.
Pak Aba yang ia maksud adalah H Sa’ad Husni salah satu pemilik pondok pesantren tempatnya belajar.
Sebagai seorang santri, setiap hari Aditya memiliki jadwal kegiatan rutin dan padat. Dari bangun tidur dan sholat subuh hingga tidur lagi waktu Aditya tidak pernah terbuang percuma. Di hari Minggu saja Aditya bisa libur dan bermain di sekitar pesantren.
“Usai sholat subuh, saya langsung ngaji dan hafalan Al-Quran sampai setengah 8, sekolah, siang hanya istirahat dan makan, sorenya ngaji sampai jam 5. Lanjut selesai magrib ngaji lagi sampai sholat isya. Setelah selesai sholat isya makan dan ngaji kitab,” ungkap Aditya.
Saat ditanya apa cita-citanya nanti ketika selesai sekolah. Ia hanya menjawab ingin menjadi Ustad dan mengabdikan diri untuk agama di kampung halaman.
Selama di pondok, ia menceritakan banyak hal menarik yang ia alami, pengalaman yang rasanya begitu manis untuk diceritakan. Dan ia yakin pengalaman itu tidak akan pernah ia dapatkan jika ia tidak memutuskan untuk sekolah di pesantren.
Hidup di asrama sebagai seorang santri, kata Aditya, menyimpan banyak cerita unik, disamping karena diatur oleh aturan yang sangat ketat, ia juga diajari untuk bisa mengatur waktu dengan baik.
Baca juga : Kepala Imigrasi Sumbawa Kenalkan Aplikasi Digital Terbaru Layanan Paspor
Juga harus belajar memahami teman-teman sekamar ataupun seasrama dan membudayakan antri. Betapa tidak, setiap hal-hal yang dilakukan di pondok itu harus antri dan sabar.
“Mau makan antri, mau mandi antri, mau menyetrika antri, pokoknya semua serba antri,” ujarnya sambil tertawa.
Tapi tak mengapa, situasi seperti itu ternyata bagi Aditya menjadi sebuah cerita menarik untuk diingat kepada orang lain yang tak pernah mengenyam pendidikan di pesantren.
Ia menceritakan, kedatangannya ke Pesantren Ma’rif Al-Qodir awalnya dibawa oleh H. Saad Husni yang biasa ia panggil dengan Pak Aba.
Awalnya pak Aba yang hobi pacuan kuda ini membawa kudanya untuk mengikuti pacuan di Dompu, dan bertemu dengan orang tua Aditya yang juga sama-sama hobi mengikuti pacuan kuda.
“Waktu itu, kuda milik Pak Aba ikut pacuan di Dompu, tetapi joki nya tidak ada. Kebetulan Pak Aba meminta sodara saya yang menjadi Joki kudanya,” kata Aditia menceritakan perkenalan pertama orang tuanya dengan Pak Aba.
Sejak itulah hubungan Pak Aba dan keluarga Aditya dekat dan Aditya dibawa Pak Aba untuk menimba ilmu di pesantrennya di Lombok Barat.
Menurut warga sekitar, Aditya adalah sosok baik, ramah, komunikatif dan sederhana. Tidak banyak menuntut dan sopan dalam sikap serta bertutur kata.
Kini Aditya melewati hari-harinya menjadi seorang santri dengan kegiatan yang padat dan serba terbatas.
Satu cita-cita besar yang ia ingin wujudkan yaitu menimba ilmu ke negara Mesir belajar ilmu agama dan pulang mengabdi di kampung halaman.