banner 728x250

Ekonomi Kerakyatan Dalam Bahaya

banner 120x600
banner 468x60

Opini : Oleh Iwan SuGa
Ketua Presidium Kopi Indonesia Pelaku UMKM

Kalau ada pemimpin negeri ini bolak-balik pidato ekonomi rakyat namun masih sibuk cari investor luar negeri, itu artinya dia sesungguhnya perampok. Kalau ada ketua organisasi kerakyatan bolak-balik ke kantor pusat kekuasaan, artinya dia sedang melatih diri jadi perampok.

banner 325x300

Agar tidak tersesat, setidaknya cara sederhana memahami ekonomi kerakyatkan ala Indonesia, adalah melihat sejarah ide ekonomi kerakyatan.

Pengertian Sistem Ekonomi Kerakyatan

Sistem Ekonomi Kerakyatan pertama kali dicetuskan oleh Bapak Proklamator kita, Drs. Mohammad Hatta. Gagasan ini merupakan sebuah konsep politik dalam bidang perekonomian, di mana pusatnya adalah rakyat.

Konvensi ILO (International Labour Organization) yang ke-169 pada tahun 1989 lalu mendefinisikan Ekonomi Kerakyatan sebagai sistem ekonomi tradisional yang menjadi fondasi bagi kehidupan masyarakat lokal dalam mempertahankan kehidupannya.

Pengertian tersebut dikembangkan berdasarkan pada keterampilan dan pengetahuan masyarakat lokal dalam mengelola penghidupan serta lingkungannya.

Sementara jika merujuk pada Pasal 33 UUD 1945, Ekonomi Kerakyatan dimaknai sebagai sebuah sistem perekonomian yang bertujuan untuk merealisasikan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi.

Baca juga :Raih Berkah Ramadhan 1443/H, Serentak Jajaran Korem 162/WB Berbagi Takjil

Dari kedua definisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa inti dari Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah terletak pada tujuan kedaulatan rakyat.

Bung Hatta, dalam sebuah tulisannya di tahun 1933, bahkan membuat judul ‘Ekonomi Kerakyatan Dalam Bahaya’. Nah, mari kita telaah sinyal yang telah dihadirkan Bung Hatta kepada kita sekarang.

Orde Baru, dalam GBHN juga memuat konsep dasar dalam sistem ekonomi kerakyatan. Namun apa latah, ekonomi rakyat bahkan tak beranjak memenuhi unsur nilai pokok dari sistem ekonomi. Pemerintah menjual begitu banyak sumberdaya alam pada perusahaan multinasional.

Sebagai panduan umum, sistem ekonomi kerakyatan ada 3 unsur pokok, yakni terbuka, berkelanjutan dan mandiri.

Pertama, terbuka arena melalui sistem ini harus dapat dipastikan bahwa seluruh masyarakat dapat menjalankan usaha dan memiliki akses terhadap sumber daya yang tersedia

Kedua, berkelanjutan artinya kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat dapat terus berlangsung tanpa mengorbankan masa depan dan masyarakat sendiri dalam skala yang lebih luas.

Ketiga, mandiri karena masyarakat melakukan kegiatan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia dan fokusnya untuk mencukupi kebutuhan sesamanya pula.

Hingga detik inipun, konsep itu tak tersedia dengan layak. Kenapa? Sejak selesainya massa revolusi, dimulai Orde Baru yang berkuasa, pertimbangan pertumbuhan ekonomi menempat ekonomi rakyat hanya sebagai jargon semata. Kebutuhan atas angka pertumbuhan yanlg tinggi, akhirnya ekonomi bangsa ini bertumpu pada industri padat modal. Investor asing justru berkembang pesat di tanah air.

Dalam perjalanannya ekonomi rakyat mengalami banyak hambatan. Dalam analisa yang penulis lakukan sejak tahun 1993, ada 5 pokok dasar kenapa ekonomi rakyat tak mampu menjadi keutamaan dalam perekonomian nasional.

Pertama, persoalan pelanggaran konstitusi terutama pada pasal 33 UUD 1945 dan nilai pokok sila ke 5 Pancasila, mengenai keadilan sosial. Rezim yang berkuasa tak memiliki keperpihakan pada sistem ekonomi rakyat, bahkan pada kebutuhan pokok rakyat, tiap rezim justru memberikan peran pada import dan industri multinasional.

Baca juga : Jelang Mudik, Petugas Gabungan Lakukan Layanan dan Pemeriksaan di Pelabuhan Poto Tano

Ada dua kutup ideologi yang bertentangan, yakni liberalisme vs sosialisme. Dan, realitasnyaq pemerintah kita memilih liberalisme ekonomi, padahal ekonomi kerakyatan akan mengikuti aras paradigma sosialisme.

Kedua, Koperasi dan Industri rakyat tak sepenuhnya diandalkan dalam rangka urusan perekonomian. Negara dan pemerintah tak mampu mengambil peran utama dalam melindungi sumber daya lokal. Potensi itu justru diberikan kepada investor asing. Jika ada perusahaan daerah yang mengelola, justru dikelola sebagai sumber keuangan pejabat.

Tiga, menjadi jargon politik semata. Sistem ekonomi kerakyatan jadi jargon politik tiap partai, calon pemimpin politik, bahkan bagi para aktivis. Pada akhirnya, sistem ini terjadi pembusukan makna. Rakyat menjadi pesimis pada sifat sistem ini: gotong royong. Nilai politis justru lebih kental, dan membuat rakyat tak lagi punya optimisme dalam membangun konsep kerakyatan secara bersama.

Warga negara dan negara mempersepsikan bahwa ekonomi rakyat sebagai ekonomi yang kelola rakyat miskin, bukan nilai sebuah sistem ekonomi dalam skala makro dan mikro.

Ketersesatan yang dipelihara, maka bermunculanlah jutaaan pengusaha kecil yang rendah kualitas, tidak kompetitif, tidak efisien, dan rentan pada kebangkrutan. Dan kondisi inilah yang ‘diperjualbelikan’ oleh orang-orang dalam bentuk proyek-proyek koruptif.

Keempat, perkembangan ekonomi yang terbuka antar negara. Sejak tahun 2000an, mulai dibuka perdagangan bebas. Artinya, baik barang maupun jasa dari negara asing dengan bebas tersedia di negeri manapun.

Baca juga : Penyidikan Kasus Korban Begal Jadi Tersangka di Lombok Tengah Dihentikan

Sementara, bangunan ekonomi rakyat justru tak jua menemui sifat dasar dari ekonomi global : efisien dan efektif. Apalagi nilai kebersamaan sebagai moral dasar ekonomi kerakyatan justru makin jauh. Idealisme sebagai bangsa telah kacau, pasar di Indonesia tak menempatkan produk lokal/dalam negeri sebagai produk utama. Namun hal ini diyakini karena kualitas produk rendah dan lebih mahal.

Kelima, cara dan sistem pemberdayaan yang salah kaprah. Sebagai organisasi besar, pemerintah justru membangun konsep ekonomi rakyat dalam khasanah ekonomi kapitalistik. Bukan membangun industrialisasi rakyat, yang terencana dan meluas. Dengan konsep koperasi seharusnya ekonomi kerakyatan mulai dibangun, pemerintah malah sibuk memberdayakan satu persatu UMKM yang jumlahnya jutaan. Kadar anggaran yang lemah, kurikulum efektifitas pemberdayaan yang salah kaprah, dan tumpang tindih antar depantemen. Hampir semua departemen di pemerintahan ikut sibuk memiliki program pemberdayaan UMKM. Jelas ini sesat pikir dan merusak.

Akhirnya yang terjadi adalah karena begitu bertebaran umkm justru makin tak kompetitif jika dibandingkan produk yang berasal dari industri luar negeri. Jelas pasar (market) utama dalam perekonomian didominasi produk luar, dengan segala sistem pemasaran. Mulai membangun jaringan usaha retail pada modal, mall, hingga pasar online yang kecenderungan ‘price predator’. Itu akan menyulitkan ekonomi rakyat berkembang. Ekonomi rakyat justru diajarkan untuk egosentris.

Baca juga : Gubernur NTB dan Tim INFRONT MXGP Tinjau Veneu di Samota, Sirkuit Mulai Dikerjakan

Antar UMKM sering berselisih paham karena ‘adu domba’ pemerintah. Memenangkan pertandingan dengan membunuh sesama usaha rakyat, bahkan usaha kecil saling sikut berebut ceruk pasar yang makin mengecil.

Keenam, organisasi ekonomi rakyat dan koperasi menjadi ajang politik koruptif. Bukan rahasia lagi, negeri ini bahkan sering kali dirusak oleh pemimpinnya sendiri. Koperasi dibanyak tempat hancur karena pengelolaan keuangan yang koruptif. Begitu pula organisasi pengusaha kecil, akan rusak oleh permainan politik para elit pengurusnya. Baik secara keuangan maupun keuntungan nilai politis saja. Bukan konsep besar mengenai visi ekonomi kerakyatan namun perselingkuhan antara pengurus organisasi dengan pemerintah dan perusahaan besar.

Sistem Ekonomi Rakyat pada taraf titik nadir. Apalagi pada era Rezim Jokowi, UMKM malah menjadi sektor kedua dalam menambah jumlah kemiskinan baru. Pemerintah Jokowi bahkan menggelontorkan ratusan Trilyun dalam arena UMKM, namun hasilnya pasar modern maupun tradiosional masih didominasi oleh produk non UMKM. Nilai anggaran trilyulan rupiah itu justru banyak lari pada kantong-kantong aktor organisator UMKM baik dari pegawai pemerintah dan pengurus organisasi UMKM. Kemampuan negara untuk melakukan audit dan evaluasi sangat rendah. Dengan istilah lain, UMKM dan Koperasi dan jargon ekonomi rakyat ‘diperjualbelikan’ pada nilai proyek-proyek semata.

Saatnya Hentikan Perampokan

Jika anda sedang sibuk mengurus ekonomi rakyat, maka kita akan banyak belajar dari Prof. Mubiyarto, ekonom Universitas Gajah Mada inu adalah penggali konsep ini ekonomi rakyat secara detail. Meskipun dalam konsep lebih popular disebut Ekonomi Kerakyatan.

Dasar pemikiran Mubyarto mengenai Ekonomi Kerakyatan adalah ekonomi yang berazas kekeluargaan. Mengenai karakteristik Ekonomi Kerakyatan sendiri, Mubyarto akan merujuk pada organisasi koperasi atau semangat koperasi yang terutama didasarkan pada semangat bekerja sama (Mubyarto, 1997: 43).

Prof. Mubyarto dalam beberapa pandangan menginginkan adanya nilai kebersamaan sebagai ciri khas dalam ekonomi rakyat. Secara teknis, pentingnya organisasi (ekonomi) rakyat sebagai alat untuk membangun kesadaran kritis pada negara (kekuasaan). Itu bisa dipahami, karena di masa itu hegomoni negara sangat mendomoninasi, orang tak boleh bicara politik. Organisasi ekonomi rakyatlah yang seharusnya mendorong perubahan pada sistem ekonomi kerakyatan. Mereka akan bergandengan tangan dengan organ civil society lainnnya (pers) mendorong negara (pemerintah) agar menempatkan ekonomi rakyat sebagai basis utama. Musuh ekonomi rakyat sekarang ini adalah kebijakan pemerintah. Kebijakan import, jargon-jargon politik dan perampokan anggaran menjadi kerusakan ekonomi kerakyatan.

Mubyarto dalam kesimpulan penulis, bahkan mendorong kelompok-kelompok tani, kelompok usaha rakyat untuk menempatkan keterbukaan dan pikiran kritis sebagai upaya melawan kondisi yang ada. Baik kepada peran pemerintah yang kacau maupun kemampuan usaha rakyat mencipta industrialisasi lokal.

Artinya apa? Jika ada organisasi ekonomi kerakyatan tak mengijinkan membicaran politik, itu jelas ahistoris. Karena spirit dalam ekonomi rakyat adalah moral yang selalu memegang teguh keperpihakan terhadap kemanusiaan. Organisasi usaha rakyat seharusnya mengambil jarak tegas kepada pemerintah. Ikut mengawasi akuntabilitas anggaran dan kebijakan, kritis pada konsep kurikulum pemberdayaan serta terus menerus menegakkan ekonomi kerakyatan sebagai basis ekonomi.

Harus dipahami, ekonomi rakyat yang makin melemah adalah simbol kemanusiaan yang merosot. Munculnya kemiskinan baru akan membawa dampak sistematis dalam bernegara, mulai kekurangan gizi, kriminalitas meningkat serta moralitas sosial yang menurun.

Menegakkan lagi arah utama organisasi ekonomi rakyat, dalam aneka ragam konsep produk dan kewilayahan, adalah ujung tombak perubahan sistem ekonomi. Jika liberialisme terus menang, maka ekonomi kerakyatan hanyalah isapan jempol.

Jika menoleh pada kapasitas sumberdaya alam dan kekuatan rakyat, seharusnya masih ada optimisme membangun sistem ekonomi rakyat. Ekonomi kerakyatan akan hadir jika rakyat tak dilukai terus menerus dengan dijadikan proyek politik dan anggaran. Pemerintah dan organisasi rakyat harus memiliki perencanaan dengan bertumpu pada hasil penelitian ilmiah, bukan kecerdikan anda mengelabui rakyat. Dalam organisasi rakyat, tiap harus kritis dan terbuka, mengawasi tindak tanduk pengurus, karena pada dasarnya prilaku amoral pengurus organisasi rakyat adalah berselingkuh dengan pemerintah untuk menambah sederet kerja koruptif. Bagaimana anda mau jujur dan akuntable, jika pemerintah justru memulai dengan manipulasi anggaran dan kebijakan.

Jika Keadilan Sosial dan Demokrasi masih kita agungkan, maka ada dua (2) hal pokok yang menjadi modal dasar dalam meyakini ekonomi rakyat akan tumbuh, yakni, pertama : penguatan organisasi kelompok ekonomi rakyat. Tanpa itu, sistem ekonomi rakyat hanya akan menjadi lelucon. Kebersamaan, kekeluargaaan dan kekuatan bersama justru menjadi resistensi pada menjamurnya produk luar negeri dan industri kapitalis. Jika organisasi rakyat begitu mudah kehilangan kemandirian akan independesi sebagai sikap moral politik, semangat kebersamaan akan hilang. Organisasi harus kritis ada kebijakan pemerintah, memperjuangkan kepentingan ekonomi rakyat.

Kedua adalah adanya perencanaan matang mengenai industri rakyat, mendudukkan potensi lokal, baik pada sumberdaya alam dan pasar sebagai dasar memulai industrial dengan konsep koperasi. Jika tak mendasarkan pada perencanaan yang matang, maka seberapapun angggaran hanya akan sia-sia. Apalagi ditambah akuntanbilitas pemerintah dan organisasi-organisasi yang mengatasnamakan kepentingan ekonomi rakyat sangat rendah.

Nilai-nilai keterbukaan, visi dan misi yang setara adalah nilai dasar ekonomi kerakyatan. Kata dasarnya adalah kedaulatan rakyat. Koperasi merupakan saka guru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkret dari usaha bersama dan adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan sosial.

Maka, sebagai penutup, ‘Ekonomi Kerakyatan’ sudah menjadi bencana baru dalam kemandirian bangsa. Terutama mentalitas aktor ekonomi kerakyatan yang tak kian marak menggiring Jargon Ekonomi Rakyat sebagai bagian dari perampokan uang rakyat, maka runtuh sudah sistem ekonomi kerakyatan negeri ini.

Masih ada waktu, perubahan akan datang, mari bangun kesadaran utuh, pada diri kita dan publik. Gerakan ekonomi rakyat jangan lagi dilukai dengan konsep yang salah kaprah dan prilaku yang koruptif. Jika itu berlangsung, kita akan kehilangan generasi yang mandiri. Atau, kita yang tengah hidup sekarang hanya akan menambah beban hidup anak cucu kita? Sekali lagi, Mulailah bertumpu pada kedaulatan rakyat, bukan bermanis-manis pada kekuasan korup.

*Iwan Suga
Penyintas Aktivis 1998, tinggal di Mataram – NTB.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *