MATARAM, SIARPOST | Hasil pemeriksaan LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun anggaran 2023, menemukan kegiatan pengadaan barang dan jasa pada 55 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang tidak didukung bukti riil mencapai Rp30,6 miliar.
Realisasi belanja barang dan jasa tersebut diantaranya digunakan untuk belanja barang pakai habis, cetak dan penggandaan bahan material, makanan dan minuman jamuan tamu, makanan dan minuman rapat, pakaian.
Kemudian BBM, pemeliharaan alat angkutan, alat kantor dan rumah tangga, komputer dan pemeliharaan kendaraan, biaya sewa alat kantor, sewa alat rumah tangga dan sewa kendaraan bermotor penumpang.
BACA JUGA : Pengadaan Barang dan Jasa di RSUD Sumbawa Senilai Rp2,5 M Tidak Dilengkapi Bukti Pertanggungjawaban
Pemeriksaan secara uji petik dilakukan atas transaksi sub jenis belanja barang dan jasa pada 55 SKPD senilai Rp40,35 miliar yaitu melalui mekanisme LS senilai Rp33,3 miliar, GU senilai Rp3,8 miliar dan TU senilai Rp3 miliar lebih.
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas realisasi belanja barang dan jasa senilai Rp40,35 miliar pada 55 SKPD menunjukkan adanya pertanggungjawaban belanja barang dan jasa tidak didukung bukti riil senilai Rp30,6 miliar.
Serta kelebihan pembayaran karena selisih harga pengadaan makanan dan minuman yang diakui penyedia riil senilai Rp1,9 miliar.
Kemudian, realisasi belanja barang dan jasa senilai Rp40,35 miliar pada 55 SKPD juga ditemukan pemberian fee kepada perusahaan yang dipinjam namanya senilai Rp360,9 juta.
BACA JUGA : SMA Negeri di NTB Mark Up Dana BOS Dan Gunakan Untuk Keperluan Pribadi Kasek
Selain itu, ada 25 SKPD yang ditemukan memberikan fee kepada penyedia barang dan jasa senilai Rp316 juta tidak sesuai ketentuan.
Fee dalam pengadaan barang jasa kepada 25 SKPD senilai Rp316 juta itu diberikan kepada perusahaan penyedia barang dan jasa yang dipinjam namanya, sehingga penyedia barang dan jasa yang tertera dalam SPJ belanja barang dan jasa bukan penyedia riil barang dan jasa tersebut.
BPK telah melakukan konfirmasi kepada pihak menyedia barang dan jasa sesuai dokumen SPJ.
Pengadaan barang dan jasa pada 25 SKPD melibatkan 347 perusahaan dan diantaranya sebanyak 39 perusahaan bukan merupakan penyedia barang dan jasa yang riil.
SKPD hanya meminjam nama perusahaan tersebut untuk pencairan dana selanjutnya dana tersebut diserahkan kembali kepada SKPD.
Peminjam nama 39 perusahaan digunakan untuk merealisasikan belanja barang pakai habis, bahan kertas dan cover, fotocopy, alat listrik atau alat tulis kantor cetak dan pengadaan penjilidan, bahan material.
Kemudian makanan dan minuman jamuan tamu, makanan dan minuman rapat, pakaian batik tradisional, PDL, pakaian olahraga, bahan bakar minyak.
Serta pemeliharaan angkutan, pemeliharaan alat kantor dan rumah tangga, pemeliharaan komputer, kendaraan dan sewa alat kantor, sewa alat rumah dan sewa kendaraan bermotor penumpang.
Sehubungan dengan peminjaman 39 nama perusahaan untuk merealisasikan pengeluaran uang, maka sesuai kesepakatan antara SKPD dengan pemilik perusahaan untuk setiap transaksi terdapat fee sebesar 2% sampai dengan 10% dari nilai uang yang masuk ke rekening perusahaan.
Hasil konfirmasi dengan perusahaan penerima fee diketahui pada 25 SKPD telah memberikan fee kepada 39 penyedia barang dan jasa senilai Rp360,9 juta.
BACA JUGA : BPK Temukan Kelebihan Pembayaran Perjalanan Dinas Sekretariat DPRD NTB Tahun 2023 Senilai Hampir Rp100 Juta
Atas permasalahan tersebut BPK melakukan konfirmasi kembali kepada PPTK, bendahara pengeluaran dan PPK SKPD.
Atas pemberian fee pada 25 SKPD senilai Rp360 juta telah dilakukan penyetoran ke kas daerah senilai Rp44 juta, sehingga masih terdapat sisa pemberian fee yang belum disetor ke kas daerah senilai Rp316 juta.
LRA tahun 2023 pemerintah Kabupaten Sumbawa Provinsi NTB menyajikan realisasi belanja barang dan jasa senilai Rp542 miliar atau 92,3 1% dari anggaran senilai Rp588 miliar.
Realisasi tersebut diantaranya termasuk merupakan realisasi pada 55 satuan kerja perangkat daerah atau SKPD senilai Rp460 miliar atau 92,03% dari perencanaan anggaran.
(Feryal).