banner 728x250

SK Pemecatan Pegawai BPR Soriutu Dipertanyakan, Ketum Lembaga Transparansi NTB Desak Gubernur Evaluasi Kepemimpinan Direksi

banner 120x600
banner 468x60

Ketua Umum Lembaga Gerakan Transparansi dan Advokasi NTB, Suryansyah. Dok istimewa

Dompu, SIAR POST – Ketua Umum Lembaga Gerakan Transparansi dan Advokasi NTB, Suryansyah, angkat suara soal pemecatan dua pegawai PT. BPR NTB PERSERODA Cabang Soriutu, Menurutnya, keputusan berdasarkan SK PTDH Nomor 734 Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Direktur Utama dan Direktur Operasional itu tidak mencerminkan keadilan dan mengindikasikan adanya disharmoni antara pimpinan dan bawahan.

banner 325x300

“Pemimpin seharusnya menjunjung prinsip keadilan atau principle of justice—yakni memberikan hak dan kewajiban secara adil dan proporsional,” kata Suryansyah.

BACA JUGA : Dituding Tak Ada Petugas di UGD : DPRD Ungkap Fakta di Balik Kematian Pasien di Puskesmas Lopok Sumbawa

Ia mempertanyakan apakah prinsip tersebut sudah dijalankan oleh Dirut BPR dalam mengambil keputusan. “Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi soal etika dan kepemimpinan yang bermartabat,” tegasnya.

Suryansyah juga mendesak Gubernur NTB untuk mengevaluasi kinerja Dirut BPR yang dinilai gagal membina hubungan harmonis di internal lembaga.

Ia bahkan meminta SK pemecatan tersebut ditinjau ulang dan menegaskan, jika memang ada kesalahan kolektif, maka seharusnya seluruh 12 staf yang terlibat juga mendapat sanksi yang sama.

Dugaan Pemecatan Sepihak di BPR Soriutu: Suap atau Salah Prosedur?

Pemecatan dua staf BPR Soriutu, yakni Pimpinan Cabang dan Penyelia Penyelamatan, memicu kontroversi. Keduanya diduga menerima dana tambahan dari nasabah dalam proses pelunasan kredit macet. Namun, kejanggalan muncul karena nasabah sendiri tidak merasa dirugikan dan bahkan telah membuat surat pernyataan tidak keberatan yang disahkan notaris.

Kronologi berawal dari pelunasan tunggakan sebesar Rp46 juta, di mana nasabah hanya mampu membayar Rp20 juta dan mengajukan keringanan. Permohonan tersebut disetujui kantor pusat. Belakangan, secara internal disepakati adanya tambahan Rp5 juta dari nasabah—yang kemudian dibagi ke 12 staf.

 




Edi Suryadi, salah satu pegawai yang dipecat, menegaskan bahwa:

Uang pelunasan pokok telah diterima resmi oleh kantor pusat;

Tambahan dana Rp8 juta sempat masuk pos pendapatan perusahaan sebelum dikembalikan ke rekening nasabah;

Tidak ada kerugian negara maupun keluhan dari nasabah.

BACA JUGA : Kasus BPR Soriutu Dompu : Staf Diduga Langgar Aturan Langsung Dipecat, Pelapor yang Juga Terlibat Malah Tidak Disanksi

Anehnya, hanya dua orang yang diberhentikan. Padahal, pembagian uang tersebut disepakati bersama. “Kalau ini pelanggaran, kenapa yang lain tidak ikut diproses? Ke mana prinsip keadilan itu?” ujar Edi.

Ia juga menyatakan bahwa tidak ada proses pembinaan, peringatan, ataupun penurunan jabatan sebelum pemecatan dilakukan. Kini, ia menuntut kejelasan dasar hukum dan prosedur pemecatan tersebut. Jika tidak direspons, ia siap menempuh jalur hukum.

Saat dimintai konfirmasi, Direktur BPR Pusat, Ketut Sudarmana, menyatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan tim legal dan Biro Ekonomi Setda NTB, dan belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut.

Pewarta : Ridho
Redaktur : Feryal

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *