banner 728x250

Menguatkan Hak Pekerja Migran Indonesia di Pulau Pinang: Dari Kesadaran Diri hingga Akses Keadilan

banner 120x600
banner 468x60

 

Oleh: Dr. Nurjannah Septyanun, SH., MH dan Dr. Rina Rohayu Harun, SH., MH
Dosen Program Magister Hukum Pascasarjana UMMAT

banner 325x300

Ketika Pekerja Migran Bukan Sekadar Tenaga Kerja

Pekerja Migran Indonesia (PMI) telah menjadi tulang punggung ekonomi, bukan hanya bagi keluarga mereka di tanah air, tetapi juga bagi negara tujuan seperti Malaysia. Di Pulau Pinang, ribuan PMI mengisi sektor informal dan domestik yang krusial, namun sering kali tidak mendapatkan perlindungan hukum dan akses ekonomi yang layak.

Mereka adalah sosok-sosok tangguh yang berjuang di tengah keterbatasan, menghadapi realitas keras dunia kerja lintas negara. Namun, apakah mereka telah memahami dan mampu mengekspresikan hak-haknya secara penuh? Di sinilah pentingnya membahas dua konsep penting: internalisasi dan eksternalisasi hak hukum dan ekonomi PMI.

BACA JUGA : Hj. Rohani Najmul Akhyar Jadi Irup Hari Kartini 2025 di KLU: Ajak Perempuan Terus Menyalakan Semangat Perjuangan

Internalisasi Hak: Kesadaran Adalah Kekuatan

Internalisasi adalah proses ketika seorang PMI memahami dan menyadari hak-haknya sebagai pekerja dan warga negara, lalu menginternalisasi nilai-nilai tersebut dalam keseharian.

Sayangnya, kajian yang kami lakukan pada 16 April 2025 di Konjen RI dan Pertubuhan Masyarakat Indonesia (PERMAI) Pulau Pinang menemukan fakta bahwa mayoritas PMI belum benar-benar memahami hak dasar mereka.

Minimnya literasi hukum, keterbatasan informasi, hingga ketergantungan pada jaringan informal menjadikan proses internalisasi hak ini terhambat. Banyak PMI tak tahu prosedur pengaduan hukum, hak kontraktual mereka, bahkan hak atas pengelolaan keuangan yang sehat.

Namun demikian, secercah harapan hadir melalui komunitas seperti PERMAI Pulau Pinang. Mereka mulai mengembangkan pelatihan literasi hukum dan ekonomi bersama sejumlah universitas dari Indonesia dalam program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Internasional.

Pendekatan ini, berbasis pengalaman dan bahasa yang membumi, terbukti efektif mendorong kesadaran kolektif di kalangan PMI.

BACA JUGA : “Gubernur NTB Miq Iqbal Bisikkan Sinyal Rotasi: ‘Waktunya Sudah Dekat, Tapi Belum Ada yang Tahu’”

Eksternalisasi Hak: Dari Kesadaran ke Aksi Nyata

Jika internalisasi berbicara soal kesadaran, maka eksternalisasi adalah langkah nyata mengekspresikan hak itu: melapor, mencari keadilan, dan memperjuangkan akses ekonomi. Tapi di lapangan, cerita yang muncul masih penuh tantangan.

Banyak PMI enggan melaporkan pelanggaran hak kerja karena takut kehilangan pekerjaan atau bahkan dideportasi. Biaya hukum yang mahal, prosedur yang berbelit, serta minimnya pendampingan hukum semakin memperburuk situasi.

Dalam aspek ekonomi, keterbatasan akses ke lembaga keuangan formal membuat banyak PMI terjebak pada sistem simpan pinjam informal yang tidak aman.

Meski begitu, upaya pemberdayaan tetap dilakukan, antara lain melalui program advokasi hukum oleh MTPN (Majlis Tindakan Pengguna Negeri) dan pendampingan berbasis komunitas oleh PERMAI.

 




Tantangan dan Harapan: Menuju Ekosistem Migrasi yang Berkeadilan

Data wawancara menunjukkan bahwa hanya 30% PMI di Pulau Pinang yang memahami hak dasarnya, dan hanya 25% yang pernah berupaya memperjuangkan haknya secara formal.

Ini mengindikasikan lemahnya ekosistem perlindungan yang tersedia—baik dari negara asal maupun negara tujuan.

Namun, tantangan ini bukan tanpa solusi. Pendidikan berbasis komunitas, modul literasi hukum dan keuangan yang sederhana, serta kemitraan antara akademisi, organisasi migran, dan lembaga internasional dapat mempercepat transformasi ini.

Isu dokumentasi anak PMI, status hukum pernikahan (Isbat Nikah), hingga perlindungan ekonomi pasca-migrasi harus menjadi agenda utama.

Integrasi nilai-nilai agama dan budaya dalam program pemberdayaan juga penting agar pendekatannya menyentuh aspek spiritual sekaligus struktural.

BACA JUGA : NTBCare Kembali Temukan Kasus di Lunyuk Anak Difabel: Ainun Jadi Bukti, Sembuh Itu Mungkin

Kesimpulan: Saatnya Bergerak Bersama

Penguatan hak hukum dan ekonomi Pekerja Migran Indonesia di Pulau Pinang bukan sekadar isu hukum atau ekonomi semata. Ini adalah soal martabat manusia.

Internalisasi dan eksternalisasi hak harus berjalan beriringan, dengan dukungan edukasi, sistem pendampingan yang kuat, dan kebijakan negara yang berpihak.

PMI bukan sekadar objek pembangunan—mereka adalah subjek utama perubahan sosial. Maka sudah saatnya kita membangun ekosistem migrasi yang adil, inklusif, dan bermartabat bagi seluruh pekerja migran Indonesia.

Penulis:
Dr. Nurjannah Septyanun, SH., MH – Dosen Hukum Perdata dan Bisnis, Ketua Program Studi Hukum S2 UMMAT
Dr. Rina Rohayu Harun, SH., MH – Dosen Hukum Pidana, Program Magister Pascasarjana UMMAT

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *