Tim Hukum dan SKAI BPR NTB saat bertemu wartawan, Senin (21/4/2025). Dok istimewa
Dompu, SIAR POST – Dugaan kebohongan oleh Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) BPR NTB mencuat ke publik setelah pengakuan salah satu anggotanya, Lalu Adi Fansuri, bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya dari Edy Suryadi soal audit terhadap staf bernama Nazaruddin.
Sebelumnya, SKAI menyatakan telah melakukan audit terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Nazaruddin, staf BPR NTB Cabang Soriutu terkait kesalahan input dana tabungan nasabah senilai jutaan rupiah. Bahkan SKAI mengaku telah bertemu dengan nasabah yang merasa dirugikan.
BACA JUGA : Dua Pegawai BPR NTB Dipecat, Diduga Tanpa Prosedur : BPR Klarifikasi, Publik Desak Audit Ulang
Namun, saat nasabah diklarifikasi lebih lanjut, terkuak nasabah malah menyebut bahwa SKAI tidak pernah melakukan audit tersebut. Bahkan hingga saat ini dana nasabah yang salah diinput belum juga kembali.
Pengakuan tersebut memperkuat dugaan bahwa SKAI menyampaikan informasi yang tidak sesuai fakta ke publik dan pihak internal bank.
Nasabah Dirugikan, Dana Belum Dikembalikan
Kasus yang menyeret Nazaruddin bermula dari kesalahan fatal dalam penginputan dana tabungan nasabah atas nama Rosmawati, warga Desa Nangakara, Kecamatan Pekat, Dompu. Akibatnya, dana milik Rosmawati senilai Rp3,2 juta masuk ke rekening orang lain dan hingga kini belum dikembalikan.
Parahnya, SKAI menyebut bahwa nasabah tidak keberatan atas kejadian tersebut. Namun setelah dikonfirmasi langsung, pihak keluarga Rosmawati justru menyatakan keberatan dan mengaku siap membawa kasus ini ke ranah hukum karena kerugian belum diganti.
“Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan. Kami sudah menunggu lama, tapi tidak ada penyelesaian,” ujar perwakilan keluarga Rosmawati.
BACA JUGA : Diduga Balas Dendam Politik, Puluhan ASN Dimutasi Jauh : FPT Akan Demo Kantor Bupati Sumbawa Barat
Sementara itu, Edi Suryadi, salah satu staf BPR NTB yang dipecat bersama pimpinan cabang Soriutu, merasa diperlakukan tidak adil. Ia mengungkapkan bahwa dirinya dipecat karena menerima uang dari pelunasan kredit macet nasabah, meskipun dana itu sudah dikembalikan dan nasabah telah menyatakan tidak keberatan.
“Kalau kami dianggap salah karena menerima uang, kenapa Nazaruddin yang melakukan pelanggaran lebih berat justru tidak disanksi? Bahkan dia dimutasi ke posisi strategis,” ungkap Edi.
Pelanggaran Nazaruddin yang tidak ditindak tegas: Dari Uang Pelicin hingga Markup Biaya
Dokumen internal dan rekaman yang dimiliki Edi menunjukkan bahwa Nazaruddin tidak hanya terlibat dalam pembagian uang dari nasabah, tetapi juga diduga meminta ‘uang pelicin’ dari sejumlah petani jagung demi mempercepat pencairan kredit.
Tak hanya itu, ia juga pernah melakukan markup biaya perbaikan kendaraan operasional, dengan selisih hingga Rp750 ribu dari nota asli. Temuan dari OJK dan diaudit oleh SKAI pada 3 Oktober 2023 menemukan pelanggaran itu, tetapi hanya berujung pada pengembalian uang—tanpa sanksi tegas.
“Ini jelas tebang pilih. Banyak pelanggaran Nazaruddin yang dibiarkan. Bahkan bukti rekaman yang saya miliki tidak pernah ditindaklanjuti oleh SKAI, padahal dalam rekaman itu, Nazaruddin jelas menjadi salah satu otak dari pembagian uang tersebut, bahkan sejak awal ia merencanakannya,” tegas Edi.
BACA JUGA : Dosen Ternama di NTB Ditahan Terkait Kasus Pelecehan Sesama Jenis, Belasan Mahasiswa Jadi Korban
Desakan Evaluasi dan Langkah Hukum
Edi berharap pihak Biro Ekonomi Setda NTB dan Gubernur segera turun tangan mengevaluasi kasus ini. Jika tidak, ia menyatakan siap membawa bukti-bukti ke jalur hukum.
“Saya ingin keadilan ditegakkan. Jangan hanya kami berdua yang dijadikan tumbal,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan, tak hanya soal ketidakadilan pemecatan, tetapi juga dugaan manipulasi informasi oleh SKAI yang berpotensi mencoreng nama baik institusi keuangan daerah.
Di sisi lain, pihak PT BPR NTB Perseroda angkat bicara terkait polemik pemecatan dua pegawainya di Cabang Soriutu, Dompu. Melalui kuasa hukumnya, Herman.
Manajemen menjelaskan bahwa keputusan tersebut telah melalui prosedur audit internal yang ketat dan didasarkan pada bukti-bukti kuat pelanggaran berat terhadap peraturan perusahaan.
“Proses ini berawal dari laporan internal yang mencurigai adanya penyalahgunaan kewenangan. Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan bukti berupa dokumen, surat pernyataan, hingga pengakuan yang memperkuat adanya pelanggaran,” ungkap Herman.
Menurutnya, audit tersebut menyimpulkan bahwa pelanggaran yang dilakukan termasuk kategori berat.
Direksi kemudian menggelar rapat untuk menindaklanjuti temuan tersebut, dan memutuskan sanksi berdasarkan aturan internal perusahaan serta regulasi OJK terkait perlindungan konsumen dan prinsip tata kelola yang baik.
BACA JUGA : Dua Pegawai BPR NTB Dipecat, Diduga Tanpa Prosedur : BPR Klarifikasi, Publik Desak Audit Ulang
Penegakan Disiplin Demi Jaga Marwah Perusahaan
“Ini adalah bagian dari komitmen kami menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap BPR NTB sebagai lembaga keuangan milik daerah. Tidak bisa ada toleransi terhadap tindakan yang merugikan nasabah dan mencederai reputasi perusahaan,” lanjut Herman.
Kenapa Hanya Dua Pegawai yang Dipecat? Ini Penjelasan Tim SKAI
Adi Fansuri dari Tim SKAI BPR NTB menjelaskan bahwa dari 12 pegawai yang diperiksa, tidak semuanya memiliki tingkat pelanggaran yang sama.
“Pemeriksaan dilakukan secara objektif dan berkeadilan. Ada yang hanya turut serta, ada yang menjadi pelaku utama. Karena itu, sanksinya pun berbeda: ada yang dikenai penurunan pangkat, penundaan promosi, hingga pemecatan tidak hormat,” kata Adi.
Menurutnya, audit dijalankan berdasarkan Peraturan Disiplin Pegawai Nomor 42 Tahun 2022, yang mengklasifikasikan pelanggaran menjadi ringan, sedang, dan berat. Semua keputusan bersifat final dan telah melalui tahapan skorsing dan monitoring ketat selama dua bulan.
—
Pewarta : Edo
Redaktur : Feryal