Front Pemuda Taliwang saat melakukan demo di Gedung kantor Bupati Sumbawa Barat. Kamis (24/4/2025). Dok istimewa
Sumbawa Barat, SIAR POST –
Kebijakan mutasi terhadap puluhan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sumbawa Barat menuai kontroversi. Data yang diperoleh redaksi menunjukkan, sebanyak 31 pegawai tidak tetap (PTT) dari Satpol PP secara mengejutkan dipindahkan ke berbagai satuan pendidikan, termasuk TK, SD, hingga SMP yang tersebar di wilayah terpencil.
Langkah ini dianggap janggal karena bertolak belakang dengan tugas dan kompetensi mereka sebagai petugas ketertiban umum.
Banyak dari mereka sebelumnya menjabat sebagai pranata ketertiban dan operator layanan operasional, kini justru harus menjalani tugas baru di institusi pendidikan.
Yang lebih mengundang tanya, hampir seluruh nama yang dimutasi diduga merupakan pegawai yang tidak sejalan secara politik dengan kepala daerah saat ini, Bupati H. Amar Nurmansyah. Sejumlah sumber menyebut, mereka diketahui tidak memberikan dukungan dalam proses politik sebelumnya.
BACA JUGA : Kejari Mataram Musnahkan Barang Bukti 122 Perkara: Narkotika, Obat Ilegal, dan Senjata Tajam
“Kami menduga mutasi ini bukan untuk penyegaran birokrasi, melainkan hukuman terselubung bagi mereka yang dianggap tidak loyal secara politik,” ujar salah satu sumber internal Satpol PP yang enggan disebutkan namanya.
Data resmi menunjukkan, Ahmad Busyairi dan Ahmad S. dari Seksi Ketertiban Umum kini dipindahkan ke TK Negeri 1 Maluk dan Kantor Camat Brang Rea. Sementara itu, Hendis Prasetyo dan Jayadi dari Seksi yang sama dikirim ke SDN 2 Seteluk dan SDN 2 Maluk.
Nama-nama lain bahkan ditempatkan di SDN di wilayah Goa, Kelanir, hingga Rarak Rongges – daerah yang sulit dijangkau dari pusat pemerintahan.
Hal ini kontras dengan pernyataan Penjabat Sekda sekaligus Kepala BKPSDM Sumbawa Barat, Drs. Mulyadi, M.Si, saat menemui massa Front Pemuda Taliwang (FPT) yang berunjuk rasa menolak mutasi tersebut, Kamis (24/4/2025).
BACA JUGA : Ribuan Sapi Menumpuk di Pelabuhan Gili Mas, Kadis Nakeswan NTB Buka Suara, Ini Penyebabnya
Mulyadi berdalih bahwa mutasi ini semata untuk “penyegaran dan peningkatan kinerja”.
“Ini adalah hak prerogatif pimpinan. Kami hanya melaksanakan perintah,” kata Mulyadi.
Namun argumen itu dimentahkan oleh para orator aksi. Beni Muhammad Rifai dari FPT mempertanyakan logika kebijakan tersebut.
“Kalau tujuannya peningkatan kinerja, kenapa Satpol PP bisa jadi guru TK? Ada pegawai teknis yang dimutasi jadi staf sekolah. Ini tidak masuk akal. Kami curiga ini bentuk pembungkaman,” kata Beni dikutip dari Arkifm.
Abu Bakar Beko, orator lainnya, menyebut keputusan ini mencederai nilai kemanusiaan dan prinsip keadilan birokrasi.
“Mutasi boleh, tapi dasarnya harus jelas. Ini sudah seperti main buang saja. Akibatnya, banyak pegawai yang terguncang secara ekonomi, emosional, bahkan ingin mundur,” tegasnya.
Dalam dokumen mutasi bernomor 100.3.3/2043/BKPSDM/2025 tersebut, tidak ada penjelasan rasional mengapa petugas ketertiban umum harus ditempatkan di sekolah. Padahal, jabatan mereka secara administratif masih tercantum sebagai pranata atau operator ketertiban, bukan pendidik.
BACA JUGA : Oknum Polisi Diciduk di WC Bersama Wanita, Positif Narkoba : Kapolres Dompu Buka Suara
Pengamat kebijakan publik menilai langkah ini dapat membuka celah gugatan hukum, karena bertentangan dengan prinsip penempatan ASN/PTT berdasarkan kompetensi dan fungsi teknis.
“Mutasi ini tidak hanya cacat etik, tapi juga bisa disebut maladministrasi,” ujar salah satu akademisi hukum dari Mataram yang ikut mengamati kasus ini.
Situasi ini menambah deretan polemik yang mengiringi pemerintahan Amar Nurmansyah. Dari slogan “Pariri Lema Bariri” yang dulu diagung-agungkan, kini publik justru menyindirnya menjadi “Pariri Lema Berari” – sindiran terhadap kebijakan yang dianggap sewenang-wenang dan membebani rakyat kecil.
Pewarta : Edo | Redaktur : Feryal