Gedung Kantor KPK di Jakarta. Dok Siarpost
MATARAM, SIAR POST – Proses divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) ke PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) kembali menuai sorotan tajam.
Kali ini, dugaan kerugian negara hingga Rp780 miliar menjadi perhatian utama, setelah Koordinator Aliansi Front Pemuda Taliwang (FPT) dan Forum Dinamika Jakarta (FDJ), Muhammad Sahril Amin, menyampaikan pernyataan tegas, jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak juga bertindak, pihaknya siap menempuh jalur praperadilan.
“Kami meminta sprindik dua kasus dibuka kembali oleh KPK, pertama soal dugaan gratifikasi proyek infrastruktur senilai Rp60 miliar di Sumbawa Barat, kedua terkait hilangnya hak daerah dalam proses divestasi saham PT NNT. Tapi sampai sekarang berjalan lamban. Jika terus didiamkan, kami akan tempuh jalur praperadilan,” ujar Sahril kepada wartawan, Kamis (20/2/2025) di Jakarta.
KPK Didesak Buka Kembali Kasus dan Terbitkan Sprindik Baru
Sahril menegaskan bahwa pihaknya memiliki dokumen lama KPK yang menjadi dasar kuat untuk membuka kembali kasus ini.
“Bukti lengkap. Bukan hanya berita acara, tapi juga hasil telaah penyidik dan potensi kerugian negara,” katanya.
Ia berharap kepemimpinan baru di KPK pasca Firli Bahuri berani menghidupkan kembali penyidikan dan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap kasus yang diduga merugikan negara hingga miliaran rupiah ini.
Rantai Dugaan Gratifikasi dan Kehilangan Aset Daerah
Proses divestasi saham PT NNT menjadi pintu masuk dari dugaan hilangnya potensi pendapatan daerah. Saat 24 persen saham PT NNT dijual ke PT Multi Daerah Bersaing (MDB) tahun 2009 dengan nilai US$400 juta atau sekitar Rp5,2 triliun.
BACA JUGA : Pemberangkatan Jamaah Haji NTB 2025 Berjalan Lancar, Kloter 6 Sudah Take Off ke Madinah
Seharusnya Pemerintah Provinsi NTB dan Kabupaten Sumbawa Barat mendapat bagian sebesar US$100 juta (Rp1,3 triliun).
Namun, dalam kenyataannya, hanya US$40 juta (Rp520 miliar) yang benar-benar masuk ke kas daerah.
Sisanya, sekitar US$60 juta atau senilai Rp780 miliar, diklaim digunakan untuk membayar utang PT Multi Capital, perusahaan swasta yang menjadi rekanan MDB.
“Pertanyaannya, kenapa utang perusahaan swasta dibayar dari dana yang seharusnya menjadi hak rakyat NTB?” tanya Sahril.
MDB sendiri adalah konsorsium BUMD Provinsi NTB dan Kabupaten Sumbawa Barat. Dalam skema awal, MDB bertugas membeli saham divestasi dari Newmont. Namun karena keterbatasan modal, MDB menggandeng PT Multi Capital (anak usaha Recapital milik Rosan Roeslani) sebagai penyokong dana. Di sinilah aliran dana menjadi rumit dan dinilai tidak transparan.
KPK Pernah Temukan Bukti Transfer ke Rekening TGB
Pada tahun 2018, KPK diketahui telah melakukan penyelidikan awal terhadap kasus ini. Dalam prosesnya, KPK menemukan aliran dana sebesar Rp1,15 miliar ke rekening pribadi mantan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi. Dana tersebut berasal dari Rosan Roeslani.
TGB membantah tudingan gratifikasi, dengan menyatakan bahwa uang tersebut merupakan pinjaman pribadi untuk pembangunan pondok pesantren.
Namun hingga kini tidak ada kejelasan mengenai bukti pelunasan pinjaman itu, dan belum ada pembuktian hukum lebih lanjut.
“Saat kami berkomunikasi dengan penyidik KPK pada 2018, mereka mengatakan ada 37 nama pejabat yang masuk dalam skema penyidikan. Termasuk TGB, Bupati Sumbawa Barat, hingga pejabat tinggi Pemprov NTB. Namun, tak satupun yang ditetapkan tersangka karena sprindik-nya dibekukan,” ungkap Sahril.
Pertemuan Tertutup Firli Bahuri dan TGB Diduga Pengaruhi Proses Hukum
Dugaan adanya intervensi dalam penghentian penyidikan kasus ini menguat setelah beredar sejumlah dokumentasi yang menunjukkan kedekatan antara Firli Bahuri—saat itu Deputi Penindakan KPK—dan TGB.
BACA JUGA : Bongkar Dugaan Korupsi SPAM Gili Trawangan, Kejati NTB Geledah Kantor Pemprov untuk Telusuri Alur Kerja Sama
Keduanya tampak hadir bersama dalam acara pertandingan tenis Danrem 162/WB serta Harlah GP Ansor ke-84 di NTB.
“Bayangkan, saat itu Firli Bahuri hadir di NTB tanpa izin tugas dari pimpinan KPK. Ia bertemu TGB yang sedang diperiksa. Itu pelanggaran etik berat,” kata Sahril.
Pernyataan Sahril diamini oleh putusan Dewan Pengawas KPK, yang menjatuhkan sanksi etik kepada Firli Bahuri terkait tindakan tidak patut tersebut.
Respons KPK: Laporan Diterima, Proses Ditunggu
Dalam konfirmasi terakhir kepada Aliansi FPT dan FDJ, KPK mengaku telah menerima surat permintaan membuka kembali sprindik terkait dua kasus: gratifikasi proyek Rp60 miliar yang menyeret nama Bupati Sumbawa Barat dan divestasi saham PT NNT.
“Kami sedang menunggu jadwal untuk audiensi resmi dengan tim KPK. Dalam pertemuan nanti, kami akan paparkan bukti, alur transaksi, dan nama-nama pejabat yang terlibat,” kata Sahril.
Sahril hanya ingin memastikan bahwa rakyat NTB tidak dirugikan, dan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, saat diwawancarai media ini beberapa waktu lalu mengatakan, akan terus memberikan informasi jika ada update terbaru terkait perkembangan dua kasus tersebut.
Redaksi_____