Aktivis Perempuan asal Pulau Sumbawa saat ditemui di ruang kerja nya. Selasa (3/6/2025). Dok Istimewa
MATARAM, SIAR POST – Dukungan terhadap relaksasi izin ekspor konsentrat tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) mulai menggema dari akar rumput.
Aktivis perempuan asal Pulau Sumbawa, Yuni Bourhany, menyatakan bahwa pelonggaran ekspor ini sangat krusial untuk menyelamatkan ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang kini terpuruk.
“Relaksasi ekspor sangat penting. Ekonomi NTB anjlok hingga minus 1,47 persen karena ekspor tambang yang menjadi tulang punggung pendapatan daerah terhenti. Dampaknya sangat terasa, mulai dari daya beli masyarakat yang turun, hingga lumpuhnya aktivitas ekonomi rakyat kecil,” ujar Yuni kepada SIAR POST, Selasa (3/6/2025).
Namun, dukungan ini tidak datang tanpa syarat. Yuni menegaskan, jika pemerintah pusat membuka kembali keran ekspor, maka PT AMNT wajib menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal.
BACA JUGA :Tragis! Bayi Baru Lahir Ditemukan Membusuk di Kawasan Pusuk, Polisi Selidiki Pelaku
“Bagaimanapun caranya, warga lokal harus jadi prioritas. Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat juga harus aktif mencetak tenaga kerja terampil, bukan hanya jadi penonton di kampung sendiri,” tegasnya.
Yuni menyebut pihaknya tengah menggalang konsolidasi untuk menggelar aksi massa blokade akses AMNT. Tuntutannya jelas: perluasan kesempatan kerja bagi putra-putri daerah.
Aksi ini sebagai akumulasi rasa kekecewaan yang dirasakan oleh masyarakat lokal dari hasil job fair yang lakukan oleh Pemda Sumbawa Barat.
Apalagi job fair yang dilakukan tersebut hanya menerima 400 pekerja sementara yang lulus administrasi sebanyak 1.737 orang.
Ia menyoroti minimnya dampak dari kegiatan job fair yang digelar selama ini, yang menurutnya lebih bersifat seremonial.
“Anak-anak muda Sumbawa Barat butuh pelatihan yang nyata dan akses yang adil untuk bisa masuk ke industri. Jangan sampai relaksasi ekspor hanya menguntungkan korporasi tanpa manfaat langsung ke masyarakat,” katanya.
Ekspor Tambang Mandek, Ekonomi NTB Terpukul
Seperti diketahui, NTB mengalami kontraksi ekonomi sebesar 1,47% (y-on-y) pada Triwulan I 2025. Kontraksi terbesar terjadi di sektor pertambangan, yang anjlok lebih dari 30% akibat berakhirnya izin ekspor konsentrat tembaga PT AMNT per 31 Desember 2024.
BACA JUGA : Gubernur NTB Dituding Gagalkan Program Prabowo: Pokir DPRD Rp65 M Dihapus Sepihak! Malah Saling Lempar
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor NTB pada Januari 2025 hanya mencapai US$ 3,89 juta, turun tajam 97,12% dibanding Desember 2024 yang menyentuh US$ 135,24 juta. Impor juga merosot lebih dari 50%.
Kondisi ini memperparah nasib ribuan warga yang bergantung pada aktivitas tambang, mulai dari sopir truk, buruh pelabuhan, pedagang, hingga pelaku UMKM.
Suara Rakyat: Ekspor Jalan, Tenaga Kerja Lokal Wajib Utama
Senada dengan Yuni, Koordinator Front Pemuda Taliwang (FPT), Muhammad Sahril Amin, menilai penghentian ekspor telah berdampak langsung ke dapur rakyat.
“Kami bukan anti-smelter. Tapi rakyat tidak bisa hidup dari proyek jangka panjang. Butuh solusi jangka pendek sekarang, dan relaksasi ekspor bisa jadi jawabannya,” tegas Sahril.
Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara perusahaan dan pemerintah daerah dalam menyiapkan tenaga kerja lokal agar tidak kalah saing.
Pemerintah Pusat Kirim Sinyal Positif
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, dalam Rakornas Minerba akhir 2024 lalu menyatakan bahwa pemerintah membuka peluang ekspor terbatas dengan syarat tetap sejalan dengan hilirisasi dan prinsip keberlanjutan.
“Kita tidak bisa tutup mata. Ekspor masih dibutuhkan untuk menjaga ekonomi daerah penghasil. Tapi tetap harus sejalan dengan arah kebijakan nasional,” kata Arifin.
Situasi ini menjadi ujian bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga keseimbangan antara agenda hilirisasi jangka panjang dan kebutuhan ekonomi masyarakat yang mendesak.
Suara masyarakat, seperti yang disuarakan oleh Yuni Bourhany dan aktivis lokal lainnya, mempertegas satu hal: kebijakan ekspor harus inklusif dan berdampak langsung ke rakyat.
Jika relaksasi ekspor dibuka, maka keadilan ekonomi wajib menjadi syarat utama. Pekerjaan untuk warga lokal bukan lagi permintaan, tapi keharusan.
Redaksi___