Mataram, SIAR POST — Belanja perjalanan dinas Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) tahun 2024 kembali menuai sorotan publik.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa lebih dari Rp6,2 miliar digunakan untuk membayar biaya taksi dan transportasi darat tanpa bukti sah, cukup dengan formulir pertanggungjawaban manual bernama Daftar Pengeluaran Riil.
Dalam dokumen Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang diaudit BPK, dari total Rp119,4 miliar belanja perjalanan dinas, dua komponen terbesar yang mengundang tanya adalah:
Biaya Taksi: Rp3.630.876.000
Transportasi Darat: Rp2.662.270.000
Keduanya dibayar tanpa kuitansi, tiket, atau bukti transaksi dari penyedia jasa transportasi.
BACA JUGA : Dana Retribusi Uji K3 di Lombok Diduga Tak Tertib: Rp500 Juta Tak Masuk Kas Daerah!
Bahkan dalam uji petik BPK, ditemukan praktik manipulatif: satu kendaraan digunakan bersama-sama, tapi seluruh peserta tetap mengklaim biaya taksi masing-masing.
SKPD Paling Boros Bayar Taksi:
Berikut 10 SKPD dengan belanja taksi terbesar (berdasarkan data audit BPK):
- Sekretariat DPRD – Rp1.269.918.000
- Sekretariat Daerah – Rp745.623.000
- Bappenda – Rp139.072.000
- Badan Penghubung Daerah – Rp106.874.000
- Badan Pengembangan SDM Daerah – Rp111.457.000
- Dinas Perumahan dan Permukiman – Rp22.739.000
- RS H.L. Manambai Abdulkadir – Rp11.471.000
- Dinas PUPR – Rp84.750.000
- Dinas ESDM – Rp35.402.000
- Dinas Perindustrian – Rp17.090.000
BACA JUGA : Serikat Mahasiswa Tolak Penggusuran Tanjung Aan oleh ITDC: “Tanah Ini Milik Rakyat, Bukan Investor!”
Sementara itu, untuk pengeluaran transportasi darat, inilah 10 SKPD dengan nilai terbesar:
- Sekretariat Daerah – Rp414.620.000
- Dinas Kesehatan – Rp273.970.000
- Dinas PUPR – Rp294.110.000
- Dinas Sosial – Rp162.000.000
- Bappenda – Rp219.720.000
- Dinas Pendidikan & Kebudayaan – Rp191.690.000
- Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan – Rp103.620.000
- Dinas Perdagangan – Rp89.790.000
- Dinas Pemuda dan Olahraga – Rp37.470.000
- BPKAD – Rp32.080.000
Modus: Gotong Royong Klaim Fiktif
Investigasi BPK menunjukkan modus berulang berupa penggunaan mobil pribadi atau dinas secara bersama-sama, lalu seluruh peserta tetap mengklaim biaya seolah-olah menggunakan taksi individu.
Bahkan, 29 bendahara dari berbagai SKPD mengaku tidak mengetahui bahwa kuitansi atau bukti harus dilampirkan.
Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan dari kepala SKPD yang tidak cermat memverifikasi dokumen sebelum mencairkan dana.
BACA JUGA : Proposal Gunakan Rekom Kop Dinas Pariwisata NTB: Ketua AHM Ungkap Tekanan Moral ke Pengusaha Hotel
Kerugian Tambahan: Penginapan, BBM & Tiket Pesawat
Tak hanya soal taksi dan transportasi, BPK juga menemukan kelebihan pembayaran:
Uang harian melebihi standar: Rp7,31 juta
Biaya penginapan berlebih: Rp29,99 juta
BBM tanpa bukti: Rp10,86 juta
Tiket pesawat tidak sesuai kuitansi: Rp2,58 juta
Sewa kendaraan tidak sesuai aturan: Rp1,4 juta
BPK Mendesak Gubernur Bertindak
BPK merekomendasikan agar Gubernur NTB mengambil langkah tegas memperbaiki sistem dan mengevaluasi seluruh SKPD.
BACA JUGA : Pemilik Biliar di Mataram Geram: Diduga Dipalak Oknum POBSI, Fun Match Diancam Batal
Sementara itu, Gubernur menyatakan komitmen untuk menindaklanjuti temuan ini dan memperketat pengawasan.
Namun publik masih bertanya-tanya:
Apakah uang perjalanan benar-benar digunakan untuk dinas, atau hanya “berjalan” di atas kertas?
Pewarta : Edo MH | Editor : Feryal