MATARAM, SIAR POST | Dalam arus deras perubahan industri media, muncul sosok muda yang mengusung semangat kolektifitas demi mengembalikan marwah organisasi wartawan tertua dan terbesar di Nusa Tenggara Barat. Dialah Ahmad Ikliludin.
Ia ditetapkan sebagai salah satu dari tiga kandidat Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB periode 2025–2030 oleh panitia Konferensi Provinsi (Konferprov) PWI NTB.
Bukan sekadar pelengkap, Ahmad Ikliludin justru hadir dengan keberanian dan gagasan segar untuk menata ulang organisasi yang dianggap mulai kehilangan pesona.
Di antara deretan nama senior, kehadiran Ikliludin—yang akrab disapa “Lop”—mengagetkan banyak pihak.
BACA JUGA : Slank dan Bintang Papan Atas Siap Gebrak Panggung Penutupan FORNAS VIII NTB
Usianya jauh lebih muda dibanding dua calon lainnya. Namun bukan PWI jika menilai hanya dari umur. Bagi banyak jurnalis NTB, nama “Lop” adalah simbol konsistensi, keberanian, dan integritas dalam dunia jurnalistik.
Ia meniti karier dari bawah dan menjelma menjadi salah satu tokoh penting dalam ekosistem pers NTB.
Dari Kabar ke Radar Lombok: Perjalanan Seorang Wartawan Lapangan
Ahmad Ikliludin lahir dan besar di Desa Kabar, Kecamatan Sakra, Kabupaten Lombok Timur.
Tak banyak yang menyangka bahwa pemuda desa itu kelak menjadi redaktur, direktur, hingga General Manager di salah satu jaringan media terbesar di kawasan Indonesia Timur.
Karier jurnalistiknya dimulai pada tahun 2000 di Mataram News (bagian dari Lombok Post Group). Di tahun yang sama, ia langsung ditarik masuk ke Harian Lombok Post, surat kabar terbesar di NTB kala itu.
Sebagai reporter lapangan, ia menjajal semua desk: kriminal, hukum, politik, konflik sosial, bahkan isu-isu sensitif di sektor pertambangan.
Ia dikenal sebagai wartawan lapangan sejati—tidak banyak bicara, tapi laporannya akurat, lengkap, dan sering kali menjadi rujukan nasional.
BACA JUGA : PWI KLU Gelar Diskusi Perdana, Ketua PWI KLU Sebut Budaya Intelektual Ini Harus Berkelanjutan
Jurnalisme Investigatif dan Nyali Tanpa Kompromi
Salah satu karya investigasi yang mengangkat nama Lop adalah pengungkapan kasus pembunuhan Sumiati, seorang gadis muda asal Desa Lebah Sempaga, Lombok Barat.
Sumiati diduga menjadi korban kekerasan oleh majikannya. Liputan investigatif Lop membongkar berbagai kejanggalan dan fakta yang luput dari penanganan awal.
Kasus ini menyeret majikan Sumiati ke meja hijau hingga divonis penjara, meskipun kemudian dibebaskan di tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Laporan itu menjadi tonggak penting keberanian media lokal dalam mengungkap ketidakadilan struktural—dan Ahmad Ikliludin menjadi salah satu motor utamanya.
“Lop itu berani. Dia tidak takut diancam,” kata seorang mantan kolega redaksinya. “Tapi keberanian itu bukan nekat. Dia punya data, fakta, dan logika dalam setiap tulisannya.”
Merangkak ke Puncak: Biro ke Biro, Hingga Kantor Pusat
Perjalanan karier Lop bukan hasil loncatan instan. Ia melewati semua fase dunia jurnalistik dengan sabar dan tekun.
Tahun 2003, ia dipercaya sebagai Kepala Biro Lombok Post di Lombok Tengah
Tahun 2004, berpindah ke Post Metro
Tahun 2004–2009, menjadi Kepala Biro Lombok Post di Kabupaten Sumbawa Barat
Tahun 2009, promosi sebagai Redaktur Pelaksana Radar Lombok
Tahun 2015, diangkat menjadi Pemimpin Redaksi Radar Lombok
Tahun 2017, menjabat sebagai Pimpinan Perusahaan Radar Lombok
Tahun 2019–2024, menjabat Direktur Radar Lombok
Tahun 2024, ditunjuk sebagai General Manager Radar Lombok
Kariernya yang berlapis ini membuatnya menguasai nyaris seluruh spektrum kerja media, baik editorial maupun manajerial. Ia menjadi salah satu jurnalis daerah yang langka: berpengalaman penuh dari bawah hingga pucuk kepemimpinan.
Aktif di Organisasi Profesi dan Dunia Media Siber
Ahmad Ikliludin juga aktif dalam organisasi profesi wartawan. Ia adalah anggota tetap PWI dan menjabat sebagai pengurus wilayah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) NTB.
Ia kerap menjadi narasumber pelatihan jurnalistik, juri lomba penulisan, hingga pembicara seminar komunikasi di kampus-kampus. Kepeduliannya terhadap media digital dan literasi pers menjadikannya penghubung penting antara jurnalisme klasik dan era siber.
Visi Pembaruan: Panggilan Jiwa Mengembalikan Marwah
Keputusan Ahmad Ikliludin maju sebagai calon Ketua PWI NTB bukan semata ambisi pribadi. Ia menyebutnya sebagai “panggilan jiwa.”