Mataram, SIARPOST – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat pertumbuhan ekonomi NTB sebesar 6,56 persen pada Triwulan II tahun 2025 jika dibandingkan dengan Triwulan I tahun yang sama (quarter-to-quarter).
Pertumbuhan ini menjadi sinyal positif bagi perekonomian daerah meski masih dibayangi kontraksi tahunan akibat tekanan di sektor tambang.
Dalam rilis resmi statistik yang disampaikan di Aula Tambora BPS NTB, Selasa (5/8/2025), Kepala BPS NTB Drs. Wahyudin menyampaikan bahwa dari sisi produksi, sektor Industri Pengolahan mencatatkan pertumbuhan tertinggi mencapai 37,69 persen.
Sementara dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa melonjak hingga 26,62 persen, menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTB di triwulan ini.
“Ekonomi NTB triwulan II tahun 2025 terhadap triwulan I tahun yang sama mengalami pertumbuhan sebesar 6,56 persen,” ujarnya saat didampingi Asisten III Setda NTB, Hj. Eva Dewiyani.
BACA JUGA : Minim Biaya, Perssoci Lampung Tetap Optimis Ukir Prestasi di FORNAS VIII NTB
Total PDRB atas dasar harga berlaku pada Triwulan II-2025 tercatat Rp 47,46 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 27,83 triliun.
Namun jika dibandingkan secara tahunan (year-on-year), ekonomi NTB justru mengalami kontraksi -0,82 persen. Penurunan terdalam terjadi di sektor Pertambangan dan Penggalian, yang turun drastis sebesar 29,93 persen. Dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa juga turun signifikan sebesar 40,02 persen.
Kontraksi ini, menurut Wahyudin, terutama disebabkan oleh turunnya produksi konsentrat tembaga PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) hingga 57 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Hal ini merupakan dampak dari penghentian ekspor konsentrat tembaga pasca-implementasi UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarang ekspor mineral mentah.
“Namun, kontraksi ekonomi tertahan oleh pertumbuhan tinggi sektor industri pengolahan yang mencapai 66,19 persen (y-on-y), didorong oleh mulai beroperasinya smelter PT Amman Mineral Industri (AMIN) di Sumbawa Barat,” jelasnya.
Secara kumulatif (c-to-c), ekonomi NTB dari Triwulan I sampai Triwulan II tahun 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024 mengalami kontraksi -1,11 persen.
BACA JUGA : Terjaring Operasi Narkotika, Oknum Anggota DPRD Positif Pakai Narkoba
Sektor pertambangan dan penggalian kembali menjadi penyumbang kontraksi terdalam dengan penurunan 30,03 persen, diikuti ekspor barang dan jasa yang merosot 40,45 persen.
Meski demikian, BPS menilai bahwa struktur ekonomi NTB menunjukkan daya tahan yang cukup kuat, berkat kontribusi sektor-sektor produktif di luar tambang.
Hal ini menjadi momentum penting bagi NTB untuk mulai menata ulang strategi pertumbuhan jangka panjang yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Redaksi_____