Sumbawa, SIAR POST – Gelombang protes dari berbagai kalangan aktivis di Pulau Sumbawa meledak menyusul dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menimpa seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Desa Sebewe, Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa, NTB, berinisial H (45).
Aktivis perempuan Pulau Sumbawa, Yuni Bourhany, bersama Lingkaran Aktivis dan Wartawan, Aris Firdaus, secara tegas mengutuk perbuatan tersebut.
Mereka menuntut aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut tuntas, serta mendesak Pemerintah Provinsi NTB tidak tinggal diam.
“Ini jelas kejahatan kemanusiaan. TPPO bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi pelanggaran hak asasi manusia. Orang-orang yang makan dari menjual saudaranya harus ditindak tegas. Apakah mereka tidak paham konsekuensi dari apa yang mereka lakukan?” tegas Yuni, Minggu (10/8/2025).
BACA JUGA : AKAD KLU Apresiasi Program Gowes Kamtibmas Kapolres Lombok Utara
Yuni menyoroti bahwa kasus perdagangan manusia sudah menjadi isu internasional yang mencoreng nama baik daerah.
“Jangan hanya NTB mendunia, tapi manusia kita dijadikan alat untuk mendunia. Ini memalukan dan sangat menyedihkan,” ucapnya.
Senada, Aris Firdaus meminta Pemprov NTB memberi perhatian khusus pada perlindungan perempuan agar tidak terjebak dalam jalur migrasi berisiko tinggi.
“Jangan asyik dengan program dan seremoni. Nyawa dan martabat warga kita sedang dipertaruhkan. Harus ada pola perlindungan yang konkret dan jalan keluar selain menjadi TKI ilegal,” tegasnya.
Kisah Pilu di Negeri Orang
Kasus ini mencuat setelah H terlunta-lunta di sebuah terminal di Turki. Ia kabur dari rumah majikan akibat perlakuan tidak layak, mulai dari tidak digaji hingga harus mengurus anak majikan yang kerap dimarahi.
Sebelumnya, H dijanjikan bekerja di sebuah kantor agensi oleh agen berinisial A asal Praya, Lombok Tengah, bersama istrinya berinisial N dari Rhee, Sumbawa. Namun, sesampainya di Turki, ia langsung dijadikan pekerja rumah tangga dan dibuatkan izin tinggal (iqomah).
Saat meminta perlindungan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Turki, H justru diminta membayar Rp8,5 juta untuk bisa melapor. Tanpa uang, ia akhirnya terpaksa tidur di terminal dan bertahan hidup dari bantuan orang sekitar.
BACA JUGA : Geger di Bima! Suami Grebek Istri Berstatus ASN Bersama Pria Lain, Lapor Polisi soal Dugaan Persetubuhan